Tersesat Misterius di Gunung Malabar
Pendakian Mistis Paling Mendebarkan di Gunung Malabar
Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Gunung Malabar (Foto: Wisma Putra/detikcom)
Jakarta - Biasanya, Gunung Malabar bisa ditempuh selama empat jam pendakian. Tapi, kelompok pendaki ini tersesat di dunia gaib dan mendaki selama tiga hari tiga malam.
Cerita ini diunggah oleh akun Facebook Apriandhika pada pertengahan bulan lalu. Ia bersama lima orang kawannya mendaki Gunung Malabar di Jawa Barat pada Kamis, 20 Juni 2019 dan tak terduga mereka turun pada hari Minggu, 23 Juni 2019.
Apriandhika berangkat ke Gunung Malabar bersama Agan, Adul, Irgi, Kipot, dan Amad. Mereka mendaki gunung ini selepas melaksanakan Salat Maghrib dan di awal pendakian sudah diberitahu bahwa gunung ini masih angker.
Pendakian dimulai sekira pukul 19.00
Kendaraan sudah diparkir, logistik sudah ditambah dan carrier sudah ditata ulang. Mereka pun berangkat dengan pertanda aneh pertama yakni ada anjing hitam yang menggonggong terus menerus namun tak dihiraukan.
Pertanda kedua yang terus didengar adalah suara besi yang dipukul bersahutan. Itu sebuah kejanggalan karena mereka berada jauh dari permukiman hingga akhirnya bertemu muda-mudi di tengah hutan namun tak dihiraukan juga.
Lalu, sampailah mereka di Pos 1. Keanehan mulai terlihat ketika Apriandhika melihat sesosok makhluk berwarna putih di sebuah pohon besar, dan sama ia tak mau berpikir lebih.
Selesai beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan. Kunang-kunang jadi pertanda aneh berikutnya karena mereka ada di sepanjang jalan setapak menerangi perjalanan mereka dan adanya suara motor.
Canda tawa dari anggota kelompok pendakian membuat suasana mencekam jadi teralihkan. Tapi masalah serius pertama datang.
Mulai tersesat
"Setelah beberapa lama berjalan dari Pos 1, kami semua mulai kebingungan dengan jalan setapak yang mulai bercabang seiring hutan yang semakin lebat dan rapat. Anehnya di antara kami berenam, Irgi, Amad, dan Adul sudah pernah mendaki gunung ini beberapa kali sebelumnya, namun mereka juga merasa kebingungan dengan jalan yang kami lalui ini," ujar Apriandhika.
Beruntung, mereka tidak panik. Itu adalah kunci utama ketika ada di alam liar, bisa mengendalikan diri dan malam hari membuat navigasi jadi lebih sulit, apalagi tak memakai alat GPS yang memadai.
Mereka terus berjalan, berjalan, dan berjalan dalam kegelapan hutan yang lebat. Suara pukulan besi dan motor yang dihidupkan tak mendekat juga menjauh, masih terdengar jelas oleh mereka, padahal sudah 2-3 jam mendaki.
Perjalanan pendaki Gunung Malabar sudah terbilang jauh dilihat dari waktu pendakiannya. Lampu kepala atau headlamp pun meredup dan mereka harus menggantinya dengan senter dari smartphone.
Mereka saling memendam rasa mistis agar tak menimbulkan kepanikan dan membuat suasana semakin mencekam.
"Menurut Irgi, Adul dan Amad yang sudah pernah beberapa kali mendaki ke Gunung Malabar, estimasi pendakian ke puncak paling lama adalah empat jam jika mulai berjalan dari Kampung Cidulang, tempat kami menitipkan kendaraan," Apriandhika.
Ia melihat jam tangan dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Keanehan datang datang lagi ketika Apriandhika melihat cahaya yang dikira ada pendaki lain, bukan, itu adalah batu besar setelah didatangi dengan setengah berlari.
Dari situ, kelompok Apriandhika bisa melihat lampu-lampu rumah di bawah sana dan bulan purnama juga taburan bintang. Mereka cukup lama berhenti di situ sampai ada bau belerang serupa telur busuk memecah sendau gurau.
"Aneh, padahal Gunung Malabar bukanlah Gunung Volcano atau Gunung Berapi dan tidak memiliki Kawah ataupun Kaldera," kata Apriandhika.
Suara motor dan kunang-kunang masih ada. Mereka ingin segera sampai Pos 4 di mana akan dijadikan tempat kemping sebelum sunrise attack, tapi tak jua ditemukan.
Pos 2 dan 3 juga tak ditemukan kelompok pendaki Apriandhika. Mereka berjalan kembali menyusuri hutan yang memiliki jalan setapak bak lorong-lorong karena tumbuhan menjalar di kanan kiri atasnya.
Sekali waktu mereka kira sudah sampai di Pos 4, namun itu salah karena tak ada pertanda plangnya. Sampah salah satu anggota tertinggal karena salah mengira, namun Apriandhika bertekad memungutnya saat turun.
Pukul 24.00 tapi Pos 4 tak juga digapai. Suara motor dan pukulan besi sudah menghilang, kunang-kunang masih ada.
Candaan kelompok pendaki Gunung Malabar ini mulai menghilang. Tapi ada suara minta rokok terdengar jelas dan mereka mengabaikan lalu melanjutkan perjalanan dengan formasi berpegangan dengan tas keril masing-masing.
Salah satu anggota Apriandhika melakukan penandaan jalur dengan menancapkan tongkat kayu di tengah-tengah jalan setapak lalu melanjutkan pendakian. Benar saja, mereka berputar-putar di tempat yang sama dari sore hari.
"Kami serentak duduk di tempat itu dan mulai berdoa dengan diiringi rasa yang campur aduk. Kami terduduk cukup lama, panik, takut, dan gelisah. Bingung harus melanjutkan perjalanan atau kembali pulang," Apriandhika.
Ia lalu menyarankan berjalan naik daripada ke bawah. Berdoa dalam hati, mereka berharap menemukan Pos 4 dan tidak jalan memutar-mutar lagi.
Sampai di Pos 4, pos terakhir sebelum puncak
Tak disangka, diiringi doa, 15 menit kemudian pendaki Gunung Malabar ini lalu sampai di Pos 4 ditandai plat besi dipasang di pohon besar. Mereka kelelahan, inilah momen istirahat sejenak dan langsung ada yang tertidur dan ada yang memasak hingga membuat perapian di situ.
Ujian tak berhenti di situ, mereka tetap diawasi penunggu Gunung Malabar, ada sesosok kakek-kakek dan ada penampakan perempuan berbaju putih hingga wanita dengan wajah rusak. Para pendaki ini pun tak tenang dan bergegas melanjutkan ke puncak selesai makan dan berdebat sekira setengah jam.
Pukul 02.00 mereka menuju puncak Gunung Malabar dari Pos 4 dan beruntung hanya ada jalan tunggal. Perjalanan masih mencekam masih berlanjut, namun beruntung tak ada gangguan fisik.
Terowongan kembali dilalui pendaki ini tapi kali ini menyerupai kumpulan pohon bambu kuning. Dan ketika melewatinya ada suara wanita dan mereka mendengar semuanya.
Bersyukur, vegatasi selanjutnya sudah terbuka. Mereka mempercepat langkah. Mereka sudah dekat dengan puncak namun kali terhalang oleh jalan buntu karena keberadaan batu besar.
Mereka lalu menerabas ke arah kiri. Ternyata setelah turun diketahui bahwa tak ada batu besar dan jalan yang dilewati adalah pinggir jurang yang amat dalam.
Sampai di Puncak Malabar 02.37
Pendaki Gunung Malabar ini pun akhirnya menggapai puncak. Mereka sampai pukul 02.37 dan kemudian membuat perapian.
Dari puncak Gunung Malabar, para pendaki tak lagi mendengar suara yang mengganggu juga kunang-kunang. "Kami merasa puncak gunung ini adalah area paling aman dari semua bagian gunung dan hutan yang telah kami lewati berjam-jam lamanya," kata Apriandhika.
Mereka sampai tak mendirikan tenda saking lelahnya, hanya digelar. Pukul 08.45 mereka turun Gunung Malabar dan mengetahui bahwa jalan yang dilewati semalam adalah jalan buntu tapi malah bisa melewati dengan lancar dan sebaliknya.
Tiba di Pos 4 mereka berhenti sejenak. 15 menit kemudian mereka tiba di batu beraroma belerang. Padahal semalam mereka harus menempuh perjalanan 3-4 jam untuk menggapai dari batu sampai Pos 4.
Mereka tak pernah melewati terowongan dari pepohonan seperti saat lewat di malam sebelumnya. Kemasan bekas camilan pun tak ditemukan.
Pukul 10.00 mereka tiba di perkebunan dan bertemu warga lokal. Sama, mereka tanya dari mana dan setelah tahu dari puncak Gunung Malabar mengatakan nekat sekali ke tempat angker.
10.15 sampai di basecamp Gunung Malabar
15 menit kemudian pendaki ini tiba di Kampung Cidulang tempat menitipkan sepeda motor. Ketika singgah di warung, mereka tahu bahwa puncak Gunung Malabar juga disebut Puncak Besar.
Sebelumnya, pemilik warung bercerita bahwa ada dua kejadian gantung diri di sana. Saat salah satu teman Apriandhika bilang akan pergi Salat Jumat, pemilik warung heran dan bertanya naik di hari apa.
Kemudian terungkap bahwa mereka sudah di atas Gunung Malabar selama tiga hari tiga malam. Mereka kebingungan karena merasa mendaki hanya semalam saja.
"Lalu ketika handphone Saya dinyalakan, ternyata si bapak yang berkata bahwa hari itu adalah sudah hari Minggu benar. Di handphone saya sudah menunjukan bahwa hari itu adalah hari minggu tanggal 23 Juni 2019," ujar Apriandhika.
Oleh pemilik warung, para pendaki ini diajak ke rumah orang pintar setempat. Dikatakan orang tersebut bahwa mereka selamat karena mau berdoa dalam keadaan tersesat.
Gunung Malabar merupakan salah satu gunung yang melingkupi Kota Bandung. Gunung yang terkenal dengan hasil kopinya ini memang tak terlalu digemari pendaki.
Gunung Malabar memiliki ketinggian 2.343 meter di atas permukaan laut, tak terlalu tinggi memang. Beberapa puncak yang lain yang ada di Pegunungan Malabar adalah Puncak Mega, Puntang, dan Haruman.
Cerita lengkap pendakian mistis di Gunung Malabar ;
https://travel.detik.com/travel-news...malabar?single
Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Gunung Malabar (Foto: Wisma Putra/detikcom)
Jakarta - Biasanya, Gunung Malabar bisa ditempuh selama empat jam pendakian. Tapi, kelompok pendaki ini tersesat di dunia gaib dan mendaki selama tiga hari tiga malam.
Cerita ini diunggah oleh akun Facebook Apriandhika pada pertengahan bulan lalu. Ia bersama lima orang kawannya mendaki Gunung Malabar di Jawa Barat pada Kamis, 20 Juni 2019 dan tak terduga mereka turun pada hari Minggu, 23 Juni 2019.
Apriandhika berangkat ke Gunung Malabar bersama Agan, Adul, Irgi, Kipot, dan Amad. Mereka mendaki gunung ini selepas melaksanakan Salat Maghrib dan di awal pendakian sudah diberitahu bahwa gunung ini masih angker.
Pendakian dimulai sekira pukul 19.00
Kendaraan sudah diparkir, logistik sudah ditambah dan carrier sudah ditata ulang. Mereka pun berangkat dengan pertanda aneh pertama yakni ada anjing hitam yang menggonggong terus menerus namun tak dihiraukan.
Pertanda kedua yang terus didengar adalah suara besi yang dipukul bersahutan. Itu sebuah kejanggalan karena mereka berada jauh dari permukiman hingga akhirnya bertemu muda-mudi di tengah hutan namun tak dihiraukan juga.
Lalu, sampailah mereka di Pos 1. Keanehan mulai terlihat ketika Apriandhika melihat sesosok makhluk berwarna putih di sebuah pohon besar, dan sama ia tak mau berpikir lebih.
Selesai beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan. Kunang-kunang jadi pertanda aneh berikutnya karena mereka ada di sepanjang jalan setapak menerangi perjalanan mereka dan adanya suara motor.
Canda tawa dari anggota kelompok pendakian membuat suasana mencekam jadi teralihkan. Tapi masalah serius pertama datang.
Mulai tersesat
"Setelah beberapa lama berjalan dari Pos 1, kami semua mulai kebingungan dengan jalan setapak yang mulai bercabang seiring hutan yang semakin lebat dan rapat. Anehnya di antara kami berenam, Irgi, Amad, dan Adul sudah pernah mendaki gunung ini beberapa kali sebelumnya, namun mereka juga merasa kebingungan dengan jalan yang kami lalui ini," ujar Apriandhika.
Beruntung, mereka tidak panik. Itu adalah kunci utama ketika ada di alam liar, bisa mengendalikan diri dan malam hari membuat navigasi jadi lebih sulit, apalagi tak memakai alat GPS yang memadai.
Mereka terus berjalan, berjalan, dan berjalan dalam kegelapan hutan yang lebat. Suara pukulan besi dan motor yang dihidupkan tak mendekat juga menjauh, masih terdengar jelas oleh mereka, padahal sudah 2-3 jam mendaki.
Perjalanan pendaki Gunung Malabar sudah terbilang jauh dilihat dari waktu pendakiannya. Lampu kepala atau headlamp pun meredup dan mereka harus menggantinya dengan senter dari smartphone.
Mereka saling memendam rasa mistis agar tak menimbulkan kepanikan dan membuat suasana semakin mencekam.
"Menurut Irgi, Adul dan Amad yang sudah pernah beberapa kali mendaki ke Gunung Malabar, estimasi pendakian ke puncak paling lama adalah empat jam jika mulai berjalan dari Kampung Cidulang, tempat kami menitipkan kendaraan," Apriandhika.
Ia melihat jam tangan dan waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Keanehan datang datang lagi ketika Apriandhika melihat cahaya yang dikira ada pendaki lain, bukan, itu adalah batu besar setelah didatangi dengan setengah berlari.
Dari situ, kelompok Apriandhika bisa melihat lampu-lampu rumah di bawah sana dan bulan purnama juga taburan bintang. Mereka cukup lama berhenti di situ sampai ada bau belerang serupa telur busuk memecah sendau gurau.
"Aneh, padahal Gunung Malabar bukanlah Gunung Volcano atau Gunung Berapi dan tidak memiliki Kawah ataupun Kaldera," kata Apriandhika.
Suara motor dan kunang-kunang masih ada. Mereka ingin segera sampai Pos 4 di mana akan dijadikan tempat kemping sebelum sunrise attack, tapi tak jua ditemukan.
Pos 2 dan 3 juga tak ditemukan kelompok pendaki Apriandhika. Mereka berjalan kembali menyusuri hutan yang memiliki jalan setapak bak lorong-lorong karena tumbuhan menjalar di kanan kiri atasnya.
Sekali waktu mereka kira sudah sampai di Pos 4, namun itu salah karena tak ada pertanda plangnya. Sampah salah satu anggota tertinggal karena salah mengira, namun Apriandhika bertekad memungutnya saat turun.
Pukul 24.00 tapi Pos 4 tak juga digapai. Suara motor dan pukulan besi sudah menghilang, kunang-kunang masih ada.
Candaan kelompok pendaki Gunung Malabar ini mulai menghilang. Tapi ada suara minta rokok terdengar jelas dan mereka mengabaikan lalu melanjutkan perjalanan dengan formasi berpegangan dengan tas keril masing-masing.
Salah satu anggota Apriandhika melakukan penandaan jalur dengan menancapkan tongkat kayu di tengah-tengah jalan setapak lalu melanjutkan pendakian. Benar saja, mereka berputar-putar di tempat yang sama dari sore hari.
"Kami serentak duduk di tempat itu dan mulai berdoa dengan diiringi rasa yang campur aduk. Kami terduduk cukup lama, panik, takut, dan gelisah. Bingung harus melanjutkan perjalanan atau kembali pulang," Apriandhika.
Ia lalu menyarankan berjalan naik daripada ke bawah. Berdoa dalam hati, mereka berharap menemukan Pos 4 dan tidak jalan memutar-mutar lagi.
Sampai di Pos 4, pos terakhir sebelum puncak
Tak disangka, diiringi doa, 15 menit kemudian pendaki Gunung Malabar ini lalu sampai di Pos 4 ditandai plat besi dipasang di pohon besar. Mereka kelelahan, inilah momen istirahat sejenak dan langsung ada yang tertidur dan ada yang memasak hingga membuat perapian di situ.
Ujian tak berhenti di situ, mereka tetap diawasi penunggu Gunung Malabar, ada sesosok kakek-kakek dan ada penampakan perempuan berbaju putih hingga wanita dengan wajah rusak. Para pendaki ini pun tak tenang dan bergegas melanjutkan ke puncak selesai makan dan berdebat sekira setengah jam.
Pukul 02.00 mereka menuju puncak Gunung Malabar dari Pos 4 dan beruntung hanya ada jalan tunggal. Perjalanan masih mencekam masih berlanjut, namun beruntung tak ada gangguan fisik.
Terowongan kembali dilalui pendaki ini tapi kali ini menyerupai kumpulan pohon bambu kuning. Dan ketika melewatinya ada suara wanita dan mereka mendengar semuanya.
Bersyukur, vegatasi selanjutnya sudah terbuka. Mereka mempercepat langkah. Mereka sudah dekat dengan puncak namun kali terhalang oleh jalan buntu karena keberadaan batu besar.
Mereka lalu menerabas ke arah kiri. Ternyata setelah turun diketahui bahwa tak ada batu besar dan jalan yang dilewati adalah pinggir jurang yang amat dalam.
Sampai di Puncak Malabar 02.37
Pendaki Gunung Malabar ini pun akhirnya menggapai puncak. Mereka sampai pukul 02.37 dan kemudian membuat perapian.
Dari puncak Gunung Malabar, para pendaki tak lagi mendengar suara yang mengganggu juga kunang-kunang. "Kami merasa puncak gunung ini adalah area paling aman dari semua bagian gunung dan hutan yang telah kami lewati berjam-jam lamanya," kata Apriandhika.
Mereka sampai tak mendirikan tenda saking lelahnya, hanya digelar. Pukul 08.45 mereka turun Gunung Malabar dan mengetahui bahwa jalan yang dilewati semalam adalah jalan buntu tapi malah bisa melewati dengan lancar dan sebaliknya.
Tiba di Pos 4 mereka berhenti sejenak. 15 menit kemudian mereka tiba di batu beraroma belerang. Padahal semalam mereka harus menempuh perjalanan 3-4 jam untuk menggapai dari batu sampai Pos 4.
Mereka tak pernah melewati terowongan dari pepohonan seperti saat lewat di malam sebelumnya. Kemasan bekas camilan pun tak ditemukan.
Pukul 10.00 mereka tiba di perkebunan dan bertemu warga lokal. Sama, mereka tanya dari mana dan setelah tahu dari puncak Gunung Malabar mengatakan nekat sekali ke tempat angker.
10.15 sampai di basecamp Gunung Malabar
15 menit kemudian pendaki ini tiba di Kampung Cidulang tempat menitipkan sepeda motor. Ketika singgah di warung, mereka tahu bahwa puncak Gunung Malabar juga disebut Puncak Besar.
Sebelumnya, pemilik warung bercerita bahwa ada dua kejadian gantung diri di sana. Saat salah satu teman Apriandhika bilang akan pergi Salat Jumat, pemilik warung heran dan bertanya naik di hari apa.
Kemudian terungkap bahwa mereka sudah di atas Gunung Malabar selama tiga hari tiga malam. Mereka kebingungan karena merasa mendaki hanya semalam saja.
"Lalu ketika handphone Saya dinyalakan, ternyata si bapak yang berkata bahwa hari itu adalah sudah hari Minggu benar. Di handphone saya sudah menunjukan bahwa hari itu adalah hari minggu tanggal 23 Juni 2019," ujar Apriandhika.
Oleh pemilik warung, para pendaki ini diajak ke rumah orang pintar setempat. Dikatakan orang tersebut bahwa mereka selamat karena mau berdoa dalam keadaan tersesat.
Gunung Malabar merupakan salah satu gunung yang melingkupi Kota Bandung. Gunung yang terkenal dengan hasil kopinya ini memang tak terlalu digemari pendaki.
Gunung Malabar memiliki ketinggian 2.343 meter di atas permukaan laut, tak terlalu tinggi memang. Beberapa puncak yang lain yang ada di Pegunungan Malabar adalah Puncak Mega, Puntang, dan Haruman.
Cerita lengkap pendakian mistis di Gunung Malabar ;
https://travel.detik.com/travel-news...malabar?single
Komentar
Posting Komentar