Postingan

Menampilkan postingan dengan label Terjebak Di Bumi Melayu

33. Natuna: Pontianak

Setelah selesai pelatihan, Tun Awang ditempatkan di Barak Jepang dan rumah Kapten Immamura. Menjadi sahabat Immamura tentunya menimbulkan harapan untuk bertemu dengan tahanan orang Rusia di Pontianak. Suatu hari Immamura memanggilnya ke kantor di Barak Jepang. "Apakah kamu mau kembali ke Natuna?"Tanya Kapten itu. "Tentu saja saya mau, tapi di sini juga bagus. Saya ingin berada disini dan jadi tentara untuk tanah air saya." "Itu bagus, cinta tanah air. Engkau harus mencontoh Jepang. Mereka rela mati karena membela negaranya. Kamu apa hubungannya dengan Rusia?" "Tidak ada." Tun Awang menyembunyikan perasaannya mengingat Sheyna yang telah membawanya ke Pontianak. "Lalu kenapa engkau ngotot untuk melihat mereka ditahanan?" "Mereka teman saya." Jawab Tun Awang pula. Kapten Immamura tersenyum menyeringai. Dia menatap lagi Tun Awang. "Bagaimana pelatihan Guygun yang kamu rasakan?" Tanya Immamura lagi. "Tidak banyak,

31 Natuna : Bahaya di Dilaut

ulau Kalimantan berjarak ratusan mil dari Natuna. Perahu kecil itu meluncur ke tenggara. Salah satu pelaut Melayu terus-menerus memimpin, mengawasi layar dan meneriakkan waktu yang ditunjukkan oleh jam air. Jam air adalah penemuan orang Melayu. Mereka bekerja dalam cuaca yang tenang dan badai. Sebuah tempat yang terbuat dari bambu tebal, setengahnya diisi air. Batok kelapa yang dikerok dan dipoles mengapung di dalamnya. Sebuah lubang telah dibor di sisi yang lebih berat. Ketika cangkang berada di dalam ember, air mengalir ke dalamnya dalam aliran tipis, yang secara bertahap mengisi cangkang. Ukuran lubang dihitung sehingga tepat satu jam kemudian cangkang tenggelam, dan ini diulang dari jam ke jam. Waktu dihitung dari matahari terbit sampai terbenam. Itu adalah waktu dan juga mungkin juga kompas pembantu pelaut melayu. Pelaut Rusia mengamati dengan penuh minat kompas Melayu, yang terletak di cekungan lingkaran kayu besar yang mengapung di air. Hari-hari cerah, selama pelayaran dan ha

30 Natuna; Lancang Kuning

Mereka memperhatikan lagi dengan cermat kapal perahu besar itu. Selain tiang dengan tiga buah layar, dibagian buritan terdapat rumah-rumahan tempat berlindung. Cukup besar. Perahu besar melayu itu bisa muat sampai lebih 20 orang kalau tidak ada barang. Lunas di bagian bawah perahu kuat dan pembuatannya tidak disambung-sambung. Bagaimana mereka membuat dan mendapat bahannya? Ada lagi, pada setiap lengan perahu terdapat ukiran. Pada perahu layar banyak ukiran melayu dengan berbagai motif. Mereka melihatnya dengan kagum. Para pelaut juga melihat perahu yang bisa dikemudikan menggunakan dayung kemudi ganda. Awak perahu itu 4 orang, dengan anjungan depan dan segitiga untuk jangkar. Para pelaut melayu diantarkan ke rumah Datuk Kaya. Sangat ramai suasana. '*** Bertemu dengan Datuk Kaya, mereka sangat ramah dan rupanya masih kerabat Datuk. "Perahu Lancang Kuning." Kata Tun Awang menjelaskan kepada pelaut Rusia. Lancang itu mungkin berasal dari kata Kencang. Karena kendaraa

29 Natuna : Jepang Pergi

Gambar
Kapten Matsubara yang banyak bicara itu tidak berkeberatan jika Kapten Demidov dan Datuk Kaya berbicara banyak. "Mengapa anda Jepang menjajah negeri ini? Apakah itu baik?" Tanya Kapten Demidov. Kapten Matsubara tetawa sampai perutnya berguncang. "Amerika yang membuat kami seperti ini." ujarnya menghentikan tawanya. "Pada tahun 1800 an mereka datang ke Jepang dan memaksa kami menerima mereka." "Tapi Amerika tidak menjajah Jepang..!" Bantah Kapten Demidov. Namun Kapten Matsubara terus berbicara. "Banyak para shogun yang terbunuh, pada saat itu kami sadar, bahwa ada senjata yang lebih hebat dari keahlian tempur kami. Itu senjata api, butuh waktu yang panjang bagi kami belajar dengan cepat." "Jadi kami membalas mereka. Apakah orang Asia tidak bisa seperti orang Eropah? Kami bisa lebih baik.! Sekarang orang kulit putih bisa melihatnya." Kapten Matsubara menghentikan percakapan mereka. "Sayang sekali, kami harus pergi, hari i

28 Natuna: Satu Malam di Goa

Membuat api menghangatkan badan. Dan juga bisa memasak dengan alat yang mereka bawa. Ada pohon kering di dekat itu memudahkan mereka membuat api, dari ranting pohon. Hujan sudah berhenti. Sebelum malam, Tun Awang keluar mencari beberapa dahan kayu penyangga dan ranting serta pohon kering untuk bakaran selanjutnya. "Baju kamu tidak diganti?" Tanya Nazarew kepada Ednovokia. "Dibiarkan saja, api menghangatkan dan pakaian bisa kering." Jawab Ednovokia. "Nanti kamu sakit." "Badanku sudah hangat, api ini baik untuk menghangat tubuh." tambah Ednovokia sambil tak lupa tersenyum. Nazarev suka dengan senyum Ednovokia yang memperlihatkan bibirnya yang basah. "Celana kamu basah, juga didalamnya. Apa itu sehat?" Nazarev berbisik. "Darurat, tapi aku akan menggantinya," bisik Ednovokia pula tersenyum lagi. Nazarev menambah ranting dan nyala api menambah terang. Cahaya api itu berbinar binar diwajah Ednovokia. Ednovokia membersihkan badanny

27.Natuna: Tempat Persembunyian

Gunung Ranai sebenarnya gunung yang indah. Kegagahan gunung dapat dilihat dari dengan banyaknya rerimbunan batang-batang pohon besar yang ada didalamnya. Bunuh itu memang banyak pohon besar, tapi juga bukan gunung vulkanik. Tidak ada asap atau lubang lava di atasnya. Puncak Gunung menjulang dengan awan yang sering menutupi  diatasnya. Lebih dari 1.OOO M dari permukaan laut.  Meskipun gunung ini tak terlalu tinggi akan tetapi posisinya yang  berada di tengah laut betul betul tampak luarbiasa. Megah dan anggun. Ketika berjalan mendakinya sedikit, mereka merasakan hempasan angin yang kuat. Angin itu membuat langkah mereka tertatih tatih ketika mendaki. Hujan mulai turun meski tidak lebat, membuat mereka kedinginan. Tubuh basah kuyup. Pakaian Sheyna dan Ednovokia mencetak bentuk tubuh mereka yang putih dan mulus. Sheyna tidak asing lagi mendaki bukit bukit yang tinggi di Rusia bahkan jauh ebih dingin lagi. Tapi angin disini lebih kuat. Di Rusia angin juga kuat, Namun mereka berlindung did

24. Natuna: Trauma Pelaut

Flash back Api besar dan kapal seperti bara api. Perintah terakhir Kapten Demidov segera terdengar: "Semuanya, menyelanatkan diri,  tinggalkan kapal!. Turunkan kelaut, sekoci semuanya yang masih tersisa." terdengar perintah Kapten Demidov dan Budarin. Namun banyak sekoci tidak pada tempatnya. Sudah terbakar dan hancur juga. Hanya beberapa yang bisa dipakai. Para pelaut juga harus menghindari tembakan dari pesawat tempur Jepang. Baidakov dan Drut, bersama dengan para pelautnya berhasil  menurunkan sebuah perahu menempatkan empat orang yang terluka di dalamnya.  "Cepat lompat ke perahu! Kelaut." Tapi begitu orang melompat ke dalamnya, ledakan besar terdengar lagi. Ini terjadi didekat perahu mereka. Perahu itu jatuh ke air dan terbalik, membuat semuanya terlontar. Ada yang tewas menjadi potongan dan tenggelam. Semua  yang di dalamnya terpencar entah kemana.  Adrianov tanpa kehilangan ketenangannya, meski luka dia mendayung perahu. Riak air besar memnalikan perahunya. P

25.Natuna: Ketakutan pada Jepang

Lampu-lampu menyala di pulau yang jauh. "Itu adalah pulau, tidak tahu pulau apa', mungkin Natuna Besar." duga sang Kapten. "Awas Hiu." teriak mereka. Para pelaut saling berpandangan. Melihat kedalam air dan sekitarnya. " Tidak ada Hiu, kalau ada tentu sudah banyak berkeliaran. Mereka tertarik dengan darah." " Hati hati saja, ini laut dan selalu ada hiu, " seru yang lain. Tapi mereka besyukur tidak melihat ada tanda tanda hiu. Pada tengah malam perahu-perahu mendekati pulau, tetapi para pelaut memutuskan untuk tidak turun sampai pagi. Lebih aman tidur diatas perahu. Lentera dinyalakan di setiap perahu. Mereka bertahan saat berada di dalam sekoci. Laut tenang dan ombak kecil beriak. Evdovokia Vasilievna melakukan segalanya untuk menghilangkan rasa sakit bagi yang terluka parah. Anna Nikolaevna sangat tersiksa, meskipun dia berusaha untuk tidak mengerang sedikit pun. Kakinya yang terluka berat, kena pecahan bom mengeluarkan darah yang terasa pe

23.Natuna: Flash Back

Flash back!) Satu demi satu pesan disiarkan. Informasi juga dikirimkan bahwa beberapa kapal selam Amerika telah mengambil dua puluh ton emas dan perak yang merupakan dana mereka untuk perang. Sheyna dan Anna mendengar berita itu dan menganggapnya seperti berita biasa saja. Tidak demikian dengan Kapten Demidov. "Jepang sudah membangunkan macan tidur," kata Kapten Demidov "Kerugian kapal dan personel dilaporkan tewas sangat 'besar!" Tambah Budarin pula. "Amerika, negara itu berjanji akan membalas dengan pukulan yang menyakitkan." Ujar Bakhirev. ngeri. "Tapi kapal kapal perangnya sudah hancur, hampir semuanya hancur." Para pelaut saling melemparkan pandangan. Sheyna mendengarkan saja diskusi mereka didepan radio. Ia tidak mengerti apa apa dengan politik. "Namun berita lain menyebutkan, Jepang tidak pernah takut." ujar pelaut lain. "Jepang juga secara luas dan dalam banyak bahasa di Radio mengumumkan bahwa armada AS, pangkalan d

22.Natuna; Vladivostok

Gambar
VLADIVOSTOK. Negeri itu jauhnya 9 ribu km dari negeri mereka. Lebih mudah pergi ke China, Korea, atau negeri negeri indah di dekat lautan pasifik. Masa remaja di sekolah menengah adalah masa masa yang indah. Sheyna teringat masa itu, ketika ia punya pacar dengan seorang pemuda tampan yang kemudian putus begitu saja. Si pemuda mungkin jadi tentara di Moskow, dan dan jarang memberi kabar. Khabar terakhirnya sudah menikah. Sheyna di kampungnya adalah gadis yang modis. Semua wanita dinegerinya suka memakai sepatu tinggi dan mantel kulit. Wanita Vladivostok suka akan keindahan. Tidak banyak hiburan didesanya. Jika waktu senggang dan musim dingin mereka minum Vodka atau minuman lainnya. Kadang kadang ia mabuk dan berhura hura. Ia suka mendaki di bukit-bukit bersalju untuk melihat cahaya matahari di atas bukit bersama temannya. Di musim dingin yang membeku, mereka bisa melubangi es dan memancing ikan didalamnya. Makan roti gandum hitam yang dimasak. Musim dingin lebih panjang membekuk

21.Natuna ; Dua Hati

Versi 1 Dua Hati Ia mendengar lelaki melayu itu masuk dan pastinya melihat  Nazarev dan Ednikova. Lelaki melayu itu keluar  dan tidak mau mengganggu membiarkan pemandangan itu berlalu didepan matanya.  Ia meneruskan berjaga jaga.Tun Awang berpikir. Namun ia mendengar  sesuatu dan pintu  itu terbuka. Ia melihat Sheyna keluar  dan menatapnya. "Mengapa kamu keluar?" Tanya Tun Awang. "Aku ingin duduk diluar," bisik Sheyna lirih. "Apakah kita aman disini?" tanya Sheyna begitu dia duduk didekat Awang. "Sejauh ini aman, pemuda melayu berjaga jaga di pintu kampung. Ada banyak kentongan, jika salah satu kentongan berbunyi akan diikuti kentongan lain." "Tak ada bunyi kentongan sampai selarut ini." "Berarti aman," ujar Tun Awang. "Hujan deras sekali, dan udaranya dingin." Sheyna menaikan bahunya merasakan dinginnya malam. Ia duduk dalam gelap, disamping Tun Awang. Tak ada suatupun yang tampak jelas dikeremangan malam.  Matanya