23.Natuna: Flash Back
Flash back!)
Satu demi satu pesan disiarkan. Informasi juga dikirimkan bahwa beberapa kapal selam Amerika telah mengambil dua puluh ton emas dan perak yang merupakan dana mereka untuk perang. Sheyna dan Anna mendengar berita itu dan menganggapnya seperti berita biasa saja.
Tidak demikian dengan Kapten Demidov.
"Jepang sudah membangunkan macan tidur," kata Kapten Demidov
"Kerugian kapal dan personel dilaporkan tewas sangat 'besar!" Tambah Budarin pula.
"Amerika, negara itu berjanji akan membalas dengan pukulan yang menyakitkan." Ujar Bakhirev. ngeri.
"Tapi kapal kapal perangnya sudah hancur, hampir semuanya hancur." Para pelaut saling melemparkan pandangan.
Sheyna mendengarkan saja diskusi mereka didepan radio. Ia tidak mengerti apa apa dengan politik.
"Namun berita lain menyebutkan, Jepang tidak pernah takut." ujar pelaut lain.
"Jepang juga secara luas dan dalam banyak bahasa di Radio mengumumkan bahwa armada AS, pangkalan dan personel Amerika telah hancur total. Mereka kini berkuasa, Amerika akan segera bertekuk lutut dan dikalahkan."
Para pelaut saling memberikan komentarnya didepan Radio.
Berhari hari para pelaut mendengar dan menantikan berita Radio dengan asyik. Dari kedua belah pihak.
Berita dari radio Jepang dan Radio Amerika, menggelorakan patriotisme negara mereka.
Kapten Demidov menambahkan dalam brifingnya.
"Selain berita hangat Amerika dan Jepang.Kita lihat situasi kita." Kapten Demidov mengeluarkan peta.
"Kita dekat Malaya, ini India Timur. Ini pulau Jawa, Jakarta atau Batavia. Tujuan kita adalah Surabaya. Itu sudah semakin dekat.
Namun jika perang terjadi, mereka terjebak', latihan perlu diadakan."ujar Demidov
"Saya tunjuk Budarin untuk kembali mengingatkan prosedur keselamatan"
"Prosedur standar kita keselamatan apabila terjadi kecelakaan dilaut, apakah efektif untuk perang?"
"Tidak ada bedanya." ujar Budarin.
"Labuhan ini cuma untuk mengingatkan dan waspada."
Budarin yang ditunjuk untuk memberikan pelatihan kepada pelaut, men-cek semuanya.
Tugas dan pengetahuan tentang kondisi darurat serta arahan dan perintah kapten. Mengingat operasi standard jika dalam bahaya.
Seluruh kru, terlibat dalam persiapan', bagaimana mengatasi situasi darurat. Siapkan makanan kaleng, kerupuk dan roti dimasukkan ke dalam perahu penyelamat.
Alat perlengkapan, dayung, dan perahu serta layar diperiksa dengan teliti.
Pada suatu siang, belasan pesawat tempur Jepang melintas diatas kapal. Sheyna, Anna dan puluhan awak kapal melambai lambai mengibarkan bendera Rusia.
Mereka mengangkat tangan. Namun pesawat itu mengitari kapal mereka.
Tiba tiba hal itu terjadi.
Hari itu tanggal 18 Desember 1941 mungkin tak pernah dilupakan Sheyna dan Anna.
Pesawat Jepang yang lewat itu tiba tiba menukik dalam formasi tempur. Salah satu menjatuhkan Bom yang mengenai sisi kapal.
Bom itu cukup jatuh disisi yang lain tempat Sheyna berdiri. Namun ledakannya mengejurkan dirinya.
Puluhan pesawat Jepang tampak menyerang kapal dagang yang tidak punya senjata.
Dengan lebih dari 40 awak kapal yang tidak punya pengslaman perang.
Sebuah Bom dijatuhkan lagi dan, tapi ini cuma jatuh dilaut. Sheyna melihat percikan air keatas sebelum berlari ke klinik menemui Ednikova.
Semua krew kesehatan bersiap siap, Sheyna tidak tahu apa yang akan dikerjakannya.
Tanda bahaya terdengar dibunyikan. Budarin berteriak teriak.
"Zigzag" Perintah Kapteb Demisov.
Kapten Demidov memerintahkan kapal itu zigzag, menghindari bom.
Bom meledak lagi menimbulkan percikan api yang menghantam kapal. Suara mengerikan dari ledakan bom berikutnya terdengar sangat dekat di telinga Sheyna.
Teriakan, perintah, aba aba srmuanya kacau balau diiringi bising burung besi pesawat tempur.
Dengan usaha yang luar biasa, kapal dengan cepat menggeser setir ke kanan lalu ke kiri. Sheyna berpegangan karena merasakan goncangan kuat.
Keringat dingin membasahi seluruh wajah pelaut. Para perawat lebih dari takut.
Para pelaut tidak bisa berpikir untuk melepaskan tangannya dari kemudi.
Menghapus keringat dari wajahnya Sheyna, Anna dan Evdovokia berlarian kesana kemari berlindung.
Tak pernah mereka bayangkan hal itu terjadi. Sebuah kapal dagang yang tidak memiliki senjata apapun digempur yang tidak seimbang.
Satu bom, lagi pekikan dan raungan, bom ini meledak di kamar dibawah kapal.
Kebakaran terjadi dimana mana dan menyebar. Nyala api merah seluruh haluan tertutup asap. Lidah api membubung tinggi di atas kapal Perekopa.
Seorang awak kapal Sokolov dan penyala api pembakar batubara, Styvrin, Anipko dan Reva terkapar tak bernyawa di geladak. Sheyna melihatnya sendiri.
Baru pertama kali ia melihat orang terbunuh oleh bom dalam hidupnya.
Alat selang pemadam kebakaran tergeletak di samping mereka dengan air yang terus mengalir.
Mikhail Panfilovich, seorang pelaut terbaring dengan menggenggam erat erat slang air pemadam api di tangannya.
Ia berbaring dengan mata terbuka, dan sudah tewas. Mata itu
seolah olah tidak percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya.
Itu ada didepan mata Sheyna, Anna dan Ednikova.
Air meluncur di bawah tekanan, mengalir dalam aliran panjang dari slang pemadam kebakaran di atas kapal.
Gelombang udara panas dari bom melemparkan Andrianov ke samping dengan kuat, dia terjatuh di dekat Ednikova yang segera membantunya.
Lengan kirinya patah. Darah mengalir dari tangan, telinga, mulut dan hidung.
Mengatasi rasa sakit yang tak tertahankan, Andrianov bangkit dan, dengan terhuyung-huyung, masih mengambil selang.
"Sudah Adrianov, berbaring, kami akan merawat kamu." kata Ednovokia.
Ia juga berteriak kepada Sheyna dan Anna agar membantu. Mereka berlari dengan melupakan bahaya bom yang masih akan terjadi dan berjatuhan.
Seorang pelaut lain mengambil alih slang pemadam kebakaran. Tapi airnya tidak mengalir. Dia ingin berlari untuk memanggil temannya mencari tahu apa yang terjadi dengan pompa, mengapa air tiba tiba tidak mengalir.
Tapi tangga penghubung sudah musnah. Hanya ada setumpuk besi bengkok yang tidak berbentuk.
Pesawat tempur Jepang terus membom kapal. Bom yang jatuh tidak terhitung lagi banyaknya.
Suara memanggil pertolongan kepada perawat Ednovokia Vasilievna, Anna Nikolaevna dan Sheyna terdengar nyaring agar membantu yang terluka dan cedera.
Pandangan sekarat seorang pelaut Zorin berbisik:
'"Aku terluka, ini kematianku" Air mata mengalir dari matanya.
Tak jauh beberapa pelaut segera menurunkan sekoci.
Sebuah sekoci dilemparkan dengan keras ke laut, karena ada pelaut yang jatuh atau tepatnya terlempar kelaut.
Tapi perahu penyelamat atau sekoci mereka terbalik dibom yang jatuh disampingnya dilaut menimbulkan cipratan air.
Pelaut terlempar kelaut. Bagi yang sekamat berpegangan dipinggir perahu sekoci.
Pesawat menembak lagi dari jarak dekat.
'"Evdokia, Anna dan Sheyna ada yang sekarat, tolong dia! "
Para perawat Evdovokia Vasilievna pucat, kedua gadis pembantunya Anna dan Sheyna juga bingung.
"Saya tidak memiliki perban," petugas medis itu menjawab.
Melihat petugas kamar dan perlengkapan, Ednovokia mendapat ide.
Ia berteriak kepada Anna dan Sheyna.
"Cari seprai di gudang perlengkapan, akan kita potong menjadi perban."
Anna dan Sheyna bergerak cepat dan mendapatkannya. Mereka memotong dengan gunting verband. Itu berguna untuk membalut dan menghentikan perdarahan.
Mereka bergerak ketempat Zorin untuk membalut lukanya.
Evdokia Vasilievna sampai 'ketempat Zorin, tetapi segera ia menghentikan usahanya.
"Dia sudah meninggal, tak bisa tertolong lagi"
"Bantuannya tidak diperlukan, Zorin sudah mati'" bisik Sheyna kepada Anna.
Sebuah bom lagi, menghantam buritan. Bahkan lebih dahsyat dari sebelumnya karena menghunjam sampai kedalam. Kapal itu bergetar hebat sampai Sheyna dan Anna terjatuh. Mereka berpegangan ke dinding.
Komentar
Posting Komentar