25.Natuna: Ketakutan pada Jepang

Lampu-lampu menyala di pulau yang jauh.

"Itu adalah pulau, tidak tahu pulau apa', mungkin Natuna Besar." duga sang Kapten.

"Awas Hiu." teriak mereka.

Para pelaut saling berpandangan. Melihat kedalam air dan sekitarnya.

" Tidak ada Hiu, kalau ada tentu sudah banyak berkeliaran. Mereka tertarik dengan darah."

" Hati hati saja, ini laut dan selalu ada hiu, " seru yang lain.

Tapi mereka besyukur tidak melihat ada tanda tanda hiu.

Pada tengah malam perahu-perahu mendekati pulau, tetapi para pelaut memutuskan untuk tidak turun sampai pagi. Lebih aman tidur diatas perahu.

Lentera dinyalakan di setiap perahu. Mereka bertahan saat berada di dalam sekoci. Laut tenang dan ombak kecil beriak.

Evdovokia Vasilievna melakukan segalanya untuk menghilangkan rasa sakit bagi yang terluka parah.

Anna Nikolaevna sangat tersiksa, meskipun dia berusaha untuk tidak mengerang sedikit pun. Kakinya yang terluka berat, kena pecahan bom mengeluarkan darah yang terasa perih.

Kemudian langit mulai cerah, pagi mendatang dan terang.

"Berapa lama kita harus tinggal di sini, di pulau yang jauh dan asing ini?" kata seorang pelaut.

"Selamat dulu." kata Budarin.

Perahu-perahu itu didorong masuk ke dekat karang pasir putih.

Kelelahan dan kelaparan serta haus, Kapten Demidov, Budarin, Berdan dan Bakhirev melihat ke pantai.

Dengan susah payah, para pelaut berjalan beberapa puluh meter di sepanjang perairan dangkal yang memisahkan perahu dari pantai.

Kakinya tersangkut di pasir, dan Anna Nikolaevna, Andrianov, dan Mikhnevich yang terluka parah tetap di sekoci.

Itulah kejadian ketika mereka terdampar. Lelaki melayu yang mendekati mereka pertama kali adalah Tun Awang.

Ia menyapa.mereka dalam bahaya inggris dan dijawab Sheyna dan Anna Nikolaevna.

Perahu penyelamat mereka tumpangi adalah untuk yang terluka cukup parah.

Anna Nikolaevna, Usachenko; Adrianov dan beberapa orang lagi. Kapten kapal Demidov meski sakit cukup parah memilih di perahu lain bersama pelaut yang madih sehat.Kapten itu masih tegar memimpin anak buahnya.

Kenangan itu terputus ketika suara Nazarev terdengar bagi kedua gadis itu. Sheyna segera tersadar dari tragedi yang terjadi di kapal tempat Mereja bekerja.

"Mengapa Tun Awang belum datang? Aku sudah menyalakan api untuk masak. Ayo kita lihat perbekalan kita."

Ketika pergi dari rumah Limas, mereka sempat membawa perbekalan seperti beras dan umbi yang nanti mereka perlukan.

Sheyna seperti diingatkan perut mereka yang sudah lapar. Mereka mengharapkan Tun Awang membawa makanan. Tapi mereka sebenarnya bisa memasak makanan sendiri.

Nazarev ketika baru belajar masak mereka mentertawakan lelaki itu ketika memasak beras tidak sesuai takarannya dan periuk melayu yang mereka gunakan untuk masak nasi terlalu penuh.

Mereka baru tahu, mengisinya hanya setengah saja. Apalagi kalau memasak bubur, hanya diperlukan sedikit takaran beras. Bubur adakah makanan yang sangat mereka sukai meski cukup lama memasaknya.

Nazarev memasak bubur, sampai kemudian Tun Awang datang. Laki laki melayu itu membawakan mereka makanan.

"Dari penduduk, kita bisa bertahan. Mereka mengenal saya sebagai keluarga Datuk Kaya. Kita tidak akan kesulitan." Ujar Tun Awang. Ia juga membawa kentongan yang diletakan di luar rumah. Ada juga beberapa pakaian melayu yang dibawa.

Baju melayu itu tidak muat bagi mereka kedua gadis itu, namun cukup lumayan untuk berjaga jaga dan pakaian ganti dirumah.

Mungkin mereka bisa menyamai jadi orang melayu, tapi kulit dan hidung mereka yang mancung akan segera kelihatan dari dekat.

"Dari jauh lumayan." Komentar Nazarev .

"Kabar Apa lagi yang anda bawa?" tanya Nazarev.

"Datuk Kaya telah dibebaskan; namun semua orang Rusia di tahan di Tangsi yang kini jadi markas Jepang."

Kabar dari pemuda melayu itu membuat Anna, Sheyna dan Nazarev sangat sedih.

"Ada lagi yang menyedihkan," Tun Awang dapat merasakan kesedihan mereka.

Berita paling sedih itu harus di sampaikan juga.

" Jepang masih mencari kita, beberapa perempuan di perkosa dan gadis China Illana atau Meilan tewas. Letnan Peter Engers juga dan tentara lain, Jason. Mereka ditembak Jepang."

Berita itu membuat semuanya kawatir dan ketakutan.

"Mereka sekarang mencari Amir melayu yang diangkat Belanda jadi pejabat dan dan..kita"

Ketakutan kembali.membayangi, disamping teringat Peter Engers dan prajuritnya di pos mereka dan sekarang sudah mati.

Para gadis melayu dan perempuan Natuna. Apakah mereka juga akan bernasib.sama?

Sheyna menangis, begitu juga Ednanovokia. Mereka ingat lagi para perempuan Natuna dan gadis China itu. Senyum ramah mereka.

Mereka tahu gadis itu, bersama orang tuanya berdagang di pasat melayu.

" Jadi semuanya meningkatkan penjagaan. Saya membawa kentongan. Kita harus cepat lari jika Jepang datang.

"Lari kemana?" tanya Sheyna.

"Kehutan, kemana saja atau je gunung yang jauh." Tun Awang berpikir.

Ednovokia dan Sheyna memandang gunung Ranai. Gunung yang jauh dari situ. Sebenarnya dekat tapi akan jauh kalau ditempuh dengan jalan kaki melintasi rimba yang lebat. Mereka cuma.perempuan . Bagaimana mereka dapat menghindari tentara Jepang yang terlatih dan punya persenjataan lengkap?

Kematian sudah didepan mata mereka, kengerian menyeruak. Tun Awang juga. Ia telah memukul Jepang dan berkelahi. Perkelahian itu tidak menguntungkan bagi dirinya. Karena sekarang dia mungkin menjadi target Jepang.

Tapi bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi. Upaya yang ada saat ini adalah melarikan diri. Mereka cuma membela diri.

"Kita berdoa saja, Allah akan membantu orang yang teraniaya." Kata Tun Awang.

"Tuhan bersama kita." Berkata pula Nazarev menguatkan hati kedua hadis itu.

"Apa tidak sebaiknya kita pergi sekarang? Saya sangat takut;"
Sheyna tak dapat menyembunyikan ketakutannya.

'"Kemana?" Tanya Ednikova ragu ragu.

"Kemana saja, sebelum semuanya terlambat."

"Jadi kita akan jadi orang hutan? Apa kita bisa?"

"Mungkin kita bisa, ingat cerita Robinson Crosoe. Hidup sendirian dipulau terpencil?"

Tentu saja Sheyna pernah membaca cerita itu. Kisahnya adalah sebuah novel yang ditulis oleh Daniel Defoe di abad ke 18.di lnggris.

Banyak yang percaya, itu adalah kisah nyata dari buku catatan perjalanan seorang pelaut.

Pelaut Skotlandia yang tinggal selama empat tahun di sebuah pulau Pasifik yang kini disebut namanya Pulau Robinson Crusoe.

Setelah perjalanan yang penuh derita kapalnya karam berakhir dengan bencana, dibajak dan kejadian tragis lainnya.

Bertahun-tahun
hanya dia dan tiga hewan, anjing kapten dan dua kucing, selamat dari kapal karam.

Hidup di dekat gua membuat kalender, peralatan yang diambil dari kapal, berburu, menanam gandum membuat tembikar, dan memelihara kambing hutan yang dijinakkan.

"Kita adalah Robinson Crosoe abad ini " Nazarev masih sempat bercanda. Namun para gadis tidak tertarik dengan leluconnya.

"Itu berbeda, kita dikejar persis sebagai buronan."
"Tapi banyak orang tinggal dirimba dan selamat."
"Jangan berpikir yang tidak tidak."

Sheyna menghentikan canda mereka.

Mereka akhirnya tersenyum bersama dengan wajah getir .

Mereka makan bersama, kedua gadis itu menikmati buah bahan tropis yang dibawa Tun Awang.
Mereka melupakan sejenak kekawatiran mereka.

Siang menjelang, panas begiru terik. Tiba tiba mereka mendengar kentongan. Setelah itu suara tembakan. Kentongan lain menyusul. Tun Awang berlari keluar, memukul kentongan. Tiba waktunya mereka lari karena Jepang sudah datang. Kepanikan melanda mereka yang membawa barang barang mereka melarikan diri ke hutan.

Apakah mereka akan selamat?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Jepang dan Amerika

13 Cerita Anak-anak yang Menyenangkan Dari Seluruh Dunia

PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN PERANAN MAEDA