28 Natuna: Satu Malam di Goa



Membuat api menghangatkan badan. Dan juga bisa memasak dengan alat yang mereka bawa.
Ada pohon kering di dekat itu memudahkan mereka membuat api, dari ranting pohon.

Hujan sudah berhenti. Sebelum malam, Tun Awang keluar mencari beberapa dahan kayu penyangga dan ranting serta pohon kering untuk bakaran selanjutnya.

"Baju kamu tidak diganti?" Tanya Nazarew kepada Ednovokia.

"Dibiarkan saja, api menghangatkan dan pakaian bisa kering." Jawab Ednovokia.
"Nanti kamu sakit."
"Badanku sudah hangat, api ini baik untuk menghangat tubuh." tambah Ednovokia sambil tak lupa tersenyum. Nazarev suka dengan senyum Ednovokia yang memperlihatkan bibirnya yang basah.

"Celana kamu basah, juga didalamnya. Apa itu sehat?" Nazarev berbisik.

"Darurat, tapi aku akan menggantinya," bisik Ednovokia pula tersenyum lagi.

Nazarev menambah ranting dan nyala api menambah terang.

Cahaya api itu berbinar binar diwajah Ednovokia.

Ednovokia membersihkan badannya dari lumpur. Hujan sebenarnya telah membersihkan badannya. Tapi ia juga Ingin mandi, tapi mandi kemana?

Sheyna telah lebih dahulu melepas pakaian atas dan bawahnya dengan menggantinya dengan pakaian kering. Ia juga melepas bra tidak lagi memakainya.

Setelah itu, gadis itu berjalan dan menjemur pakaiannya pada ranting dekat perapian.

Nazarev dan Awang duduk membelakangi Sheyna. Gadis itu selesai memakai baju dan pakaian dalamnya.

Ia mendekat dan duduk dekat api menghangatkan badan. Wajahnya masih kaku kedinginan.

"Aku lapar," ujarnya.
"Buburnya sebentar lagi masak," Ujar Tun Awang.

Memang bubur itu segera matang.
Makan bubur dan minum kopi membuat badan merasa segar. Bubur panas dengan bumbu yang mereka bawa cukup lezat.

Ednovokia dan Sheyna sudah pintar memasak cara melayu. Masakannya cukup enak.Memakai bumbu orang melayu. Namanya bubo pedies. Bumbunya sangat banyak, tapi di tangan gadis Rusia tu sudah disederhanakan. Tidak lagi pedas.Tidak pakai santan.

Malam mulai turun dan hari gelap, dengan kayu penyangga mereka menutupi pintu goa itu dengan terpal. Hanya tersedia sedikit terpal dan kain kanvas untuk alas tidur. Kedua gadis itu tidur berdekatan. Mereka segera dapat memicingkan mata karena lelahnya.

Mereka juga yakin kedua lelaki itu akan menjaga mereka.

Tun Awang dan Nazarev tidak bisa tidur. Mereka berjaga jaga sambil bersandar di dinding batu dan sekali sekali mengintip keluar. Tak ada apa apa selain gelap dan bunyi jengkrik hutan.
Dikeremangan malam, binatang hutan berbunyi, dan dipantai, kapal perang Jepang tampak dengan lampu sorotnya berpendar pendar ke tepi pantai.

Sambil bersandar kedua lelaki iti tidur. Nazarev kelihatan tidak bisa tidur lelap. Ia menatap saja kewajah Ednovokia yang nyenyak. Membayangkan gadis itu bangun dan duduk disampingnya. Memeluk dan menciumnya menghangatkan tubuh. Nazarev bergairah. Tapi tidak terjadi apa apa.Ednovokia masih lelap.

Tun Awang juga, ia hampir setiap sebentar bangun. Ia membayangkan dapat memeluk gadis itu. Badan pasti hangat. Sedikit pakaian terbuka memperlihatkan gadis itu tidak memakai apa apa apa dibalik gaunnya. Pemandangan itu sangat menggairahkan.

Mereka semuanya, juga kedua lelaki itu dinihari baru dapat tidur dengan berbagai pikiran dibenak mereka. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Dapatkah mereka selamat dari tragedi ini?

Dan pagi menjelang pagi ketika matahari menerobos disela sela pintu goa. Semuanya sudah bangun.

***

Di Tangsi militer, ketika melapor, Kapten Demidov dan Datuk Kaya disuruh menghadap Kapten Matsubara. Ia berada dalam sebuah ruangan yang ditata dengan suasana Jepang. Bendera Jepang dan foto Kaisar Jepang ada disitu.

Kapten kapal perang itu dengan tertawa menghadapi mereka. Tawanya melebar melihat mereka.

Sekali lagi Kapten Matsubara mengatakan dengan sombongnya bahwa Amir, yang duduk sebagai penguasa pulau tujuh di kepulauan Natuna telah dilumpuhkan. Dia telah mati.

Meski Jepang tidak memperlihatkan jenazahnya, dia dikawatirkan telah tewas. Pemerintahan Belanda sudah berakhir di Natuna.

Air mata mengalir ditengah tengah kesedihan, Amir Belanda adalah pegawai pribumi. Meski mereka adalah kaki tangan Belanda yang mengambil pajak dari rakyat yang memberatkan, kepergiannya juga mendatangkan duka.

"Anda Datuk', bukan kepala disini. Saya tahu dan kami telah membebaskan negeri ini sepenuhnya dari Belanda." Ujar Matsubara.

"Kini Kekaisatan Jepang yang berkuasa dan akan mengatur segala sesatunya disini."

Matsubara menjelaskan pemerintahan pendudukan negeri dengan panjang lebar.

Negeri ini semulanya berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat ke-25 yang berpusat di Singapura."
Kata Matsubara.

Pemerintahan Komando Angkatan Darat ke-25 Jepang di Singapura, akan dipindahkan dari Singapura ke Bukittinggi.

Sumatra yang sebelumnya tergabung bersama Malaya dalam lingkup kekuasaan Jepang akan terpisah dari Malaya. Malaya dan Singapura akan dikontrol dari Saigon oleh pemerintahanan tertinggi Jepang di Asia Tenggara Laksamana Terauchi.

Pulau Sumatera diperintah oleh Tentara ke-25 Angkatan Darat Jepang dan Markas besarnya di Bukittinggi.

Pulau Jawa dan Bali dipegang Tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang Markas besarnya di Jakarta.

Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dikuasai Angkatan Laut.

Pimpinannya adalah Armada ke-3 Angkatan Laut Jepang. Markas besarnya di Makassar.

Jepang membagi Sumatra menjadi 10 shu atau keresidenan yang masing-masing dikepalai oleh seorang shu chokan.

Keresidenan Sumatra Barat dibentuk dengan nama Sumatra Neishi Kaigun Shu. Keresidenan ini beribu kota di Padang.

Toyama Yano Kenzo menjabat sebagai shu chokan pertama. Sebagai pemimpin sipil untuk wilayah Sumatra Barat.

Yano Kenzo telah tiba di Padang tanggal bersama dengan 68 orang pegawai sipil dari Singapura.

Pembagian unit daerah administratif Sumatra Barat hampir sepenuhnya mengacu pada pembagian yang dilakukan oleh Belanda yang terdiri dari 5 afdeelingen, 19 onderafdeelingen, 20 districten, dan 49 onderdistricten serta sedikitnya 430 nagari.

Bagi keresidenan Riau, disitu ditempatkan dan berkuasa Fuku Bun Bangkinang dan dimasukkannya daerah itu ke dalam Riau Shu. Jadi Natuna ini masuk ke wilayah tersebut.

Perubahan struktur pemerintahan, ke dalam bahasa Afdeeling yang dikepalai oleh asisten residen diganti dengan nama bun, dikepalai oleh seorang bun shu cho.

Posisi penting dalam pemerintahan, Jepang masih menggunakan pegawai-pegawai pribumi.

"Anda Saya tunjuk sebagai Go Ku guncho disini. Anda harus patuh kepada kekaisaran Jepang."

Jabatan itu sama dengan jabatan Amir Belanda atau mungkin juga asisten Demang.

Penunjukan sepihak itu diterima Datuk Kaya dengan bertanya atau lebih tepatnya menjelaskan kepada Jepang itu

"Masing masing pulau juga dikuasai oleh Datuk Kaya yang lain.
Datuk Kaya Dana Mahkota di Siantan, Datuk Kaya Dewa Perkasa. Di Jemaja Datuk dan Datuk Kaya Lela Pahlawan sedangkan di Pulau Subi ada juga Datuk Kaya Indra Pahlawan." ujar Datuk Kaya.

"O iya?" Kapten Matsubara memperhatikan penjelasan dari Datuk Kaya.

"Gelar itu ditabalkan oleh Sultan Melayu Riau dan turun temurun." tambah Datuk Kaya lagi

"Saya memang tahu sedikit, Datuk adalah penguasa dan mendapatkan negeri dan pemilik tanah yang luas."

Kapten Matsubara berpikir sebentar.

"Baiklah, itu akan diatur sendiri. Saya akan mempelajari lebih lanjut. Saya akan segera ke pulau Jemaja dan Subi. Di pulau Subi kami akan membuat landasan pesawat dan Jemaja adalah pangkalan angkatan laut.

Sambil tersenyum Kapten Matsubara berkata ;

"Saya memerlukan bantuan, orang Rusia dan anak buah Datuk untuk di pulau Subi."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Jepang dan Amerika

13 Cerita Anak-anak yang Menyenangkan Dari Seluruh Dunia

PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN PERANAN MAEDA