30 Natuna; Lancang Kuning

Mereka memperhatikan lagi dengan cermat kapal perahu besar itu.

Selain tiang dengan tiga buah layar, dibagian buritan terdapat rumah-rumahan tempat berlindung.
Cukup besar. Perahu besar melayu itu bisa muat sampai lebih 20 orang kalau tidak ada barang.

Lunas di bagian bawah perahu kuat dan pembuatannya tidak disambung-sambung. Bagaimana mereka membuat dan mendapat bahannya?

Ada lagi, pada setiap lengan perahu terdapat ukiran. Pada perahu layar banyak ukiran melayu dengan berbagai motif. Mereka melihatnya dengan kagum.

Para pelaut juga melihat perahu yang bisa dikemudikan menggunakan dayung kemudi ganda.

Awak perahu itu 4 orang, dengan anjungan depan dan segitiga untuk jangkar.


Para pelaut melayu diantarkan ke rumah Datuk Kaya. Sangat ramai suasana.

'***

Bertemu dengan Datuk Kaya, mereka sangat ramah dan rupanya masih kerabat Datuk.

"Perahu Lancang Kuning." Kata Tun Awang menjelaskan kepada pelaut Rusia.

Lancang itu mungkin berasal dari kata Kencang. Karena kendaraan ini memang sangat laju bila ditiup angin laut.

Ukiran-ukiran itu disebut, Itik Pulang petang -Akar Pakis – Segi Wajik dan sebagainya.

Lancang kuning adalah perahu layar yang telah dikenal sejak berabad-abad yang silam di tanah melayu.

Untuk pelayaran jauh dipergunakan perahu layar yang sangat besar, mungkin lebih besar dari perahu ini.

Sedangkan untuk pelayaran dekat dipakai perahu berukuran sedang dan kecil.

Perahu besar disebut Phinisi, Tongkang, Kotak dan berbagai sebutan lainnya.

Perahu berukuran sedang di sebut: Nadi, Kolek, Keteman, atau Jung.

Perahu berukuran lebih kecil lagi adalah sampan dan layarnya juga kecil.

Ada sampan perahu Kampar, Sampan perahu Siak, Biduk dan perahu yang khusus dipergunakan untuk berperang disebut Lancang untuk perang dan Penjajab.
Orang melayu zaman dulu pergi berperang dan menaklukan banyak negeri.

Lancang dipergunakan pula untuk kenaikan para Raja dan merupakan Kapal Komando dalam angkatan laut kerajaan Melayu Riau. Sultan Malaka atau Sultan Johor.

Lancang yang menjadi kenaikan raja dan menjadi Kapal Komando yang disebut lancang Kuning.

Lancang Kuning adalah sebagai lambang kebesaran, kejayaan, kekuasaan, dan kepahlawanan. Mereka kuat dilaut dan kearifan pelayaran orang melayu.

Lancang Kuning ada dalam kehidupan nenek moyang orang melayu sejak beratus-ratus tahun yang silam.

Cerita ini menimbulkan kekaguman pelaut Rusia.

Datuk juga melibatkan Kapten Demidov dan pelaut beramah tamah dengan tamu dari Kalimantan.

"Apakah anda semuanya masih ingin ke Kalimantan?" Tanya Datuk yang diterjemahkan Tun Awang.

Semua pelaut berpandang pandang an. Tidak menyangka Datuk akan bertanya seperti itu. Hal itu memang ada dalam pikiran mereka.

"Kami tidak boleh pergi, Jepang telah melarang. Apakah itu baik?" Kapten Demidov sanksi dengan ancaman Jepang.

"Saya akan menghadapi resikonya," kata Datuk.

" Mungkin dengan sedikit berbohong. Semuanya ada ditangan anda.'"

Semua pelaut berpandangan pandangan. Mereka merasa tidak boleh membahayakan Datuk. Namun kampung halaman membayang dimata mereka. Kesempatan mungkin tidak datang dua kali. Sudah lebih dari setahun mereka disana.
"Kami tentu saja setuju Datuk." Kata Kapten Demidov.

"Kapal ini kosong ke Kalimantan. Tak ada komoditas, karena semua sudah diambil Jepang."

"Bagaimana dengan biayanya?" Pertanyaan itu terlintas dalam pikiran Kapten Demidov.
Datuk Kaya tersenyum.
"Saya akan membantunya!" Mata pelaut melayu itu menatap Datuk dengan rasa terima kasih yang amat dalam.

Megapa ada orang melayu begitu baik? Bagaimana mereka akan membalasnya?

"Mungkin anda semua akan didampingi Tun Awang, kalau dia juga mau pergi!" Kali ini semuanya terkejut. Tun Awang juga.
Lelaki itu bertanya sebelum menterjemahkan pembicaraan itu.
"Apakah saya juga pergi?"
"Kamu salah satu yang dicari Jepang, mungkin lebih aman kamu pergi bersama." Saran Datuk itu membuat Tun Awang sangat berterima kasih.
"Hanya satu hari, lusa kapal ini akan berlayar ke Pontianak dan semuanya harus bersiap." Putus Datuk Kaya.

'Tapi saya ingatkan juga, perjalanan ini juga beresiko karena pelayaran musim ini lautnya agak ganas. Tapi percaya saja pelaut kapal ini handal." Kata Datuk lagi.


Para pelaut mencium Datuk; kegembiraan itu seakan tak ada habisnya. Pembicaraan tentang keberangkatan yang akan segera terjadi tidak berhenti.

Pada hari keberangkatan, banyak orang Melayu Natuna datang untuk mengantar orang Rusia pergi.

Kapten Demidov, atas nama semua orang Rusia, berterima kasih kepada orang-orang Melayu atas perlindungan, atas bantuan mereka, atas kata-kata baik mereka.

Kapten Demidov, Ednikova,Sheyna , Nazarev Baydakov, dan lainnya naik kapal yang sama. Di sisi lain - Pogrebnoy, Bakalov, Chulynin, Plisko, Makarenkov, Gasyuk dan yang lainnya. Orang-orang membuat diri mereka nyaman di atas tikar.

Terakhir yang naik adalah Tun Awang setelah lebih dahulu Sheyna Berdankova masuk dan bergabung dengan Ednikova di sebuah sudut kamar kecil.

Tun Awang pergi dengan sejenis keraguan dan kehilangan Datuk Kaya yang telah membantunya sejak dari Singapura dan kini membekali dirinya didaerah yang baru. Entah kapan lagi mereka bertemu. Mungkin tidak pernah.

Ia melihat teman asingnya orang Rusia. Meski mereka berdekatan,namun tetap saja tidak akrab kecuali dengan Nazarev, Ednovokia dan Sheyna.

"Pengalaman berlayar yang berbeda." Komentar seorang pelaut Rusia.

"'Lautnya nanti berbahaya, karena musim sedang tidak bagus." Kata yang lain.

"Tapi wakil kapten kita, Budarin selamat dan mungkin kita akan bertemu dengan mereka." harap pelaut lain.

"Apa mungkin mereka sudah pulang ke Rusia ?"

"Tidak mungkin, tentunya kita akan dijemput setelah memberi tahu kedutaan Rusia."

"Saya juga memikirkan Anna dan pelaut yang berangkat dengan pesawat. Apa benar mereka tewas?"

"Saya tidak yakin, belum percaya dengan cerita Jepang."

'Bisa jadi berita dari Kapten Matsubara tidak akurat, " kata pelaut yang tidak percaya.


"Jika ada yang selamat tentu pemerintah Rusia sudah datang menyelamatkan kita."Para pelaut berspekulasi.

Semuanya menjadi misteri, nasib pelaut yang sudah pergi dari Natuna. Mereka juga, tidak tahu apa yang terjadi nanti dengan mereka.Di laut dan setelah tiba di Kalimantan.

Untuk tinggal di Natuna seterusnya menunggu nasib, tentunya bukan pilihan. Bagaimana jika Kapten Matsubara datang dan membuktikan ancaman menjadikan mereka pekerja paksa membangun lapangan udara di Pulau Subi. Bisa jadi semua pelaut tinggal nama saja.

Sekali lagi sebelum berangkat, mereka melihat ketrampilan pelaut melayu.

Perintah berbunyi, gong dipukul , para pelaut Melayu mengangkat layar miring dan mulai berdoa menurut cara melayu.

Mereka menyanyikan semacam pujian atau lagu berlarut-larut. Meminta keselamatan dan keberkahan dari laut.

Semuanya percaya, ada kekuatan di lautan yang tidak boleh diremehkan.

Nakhoda berdiri di haluan kapal seperti patung dengan tangan terangkat, orang Melayu memohon angin kencang dari langit.

Dari mulut para pelaut melayu terdengar bait bait doa.

Perahu-perahu itu mulai berangkat, rasa haru yang dalam, melewati tebing pasir bercat putih tempat perahu-perahu baru saja diperbaiki.

Bangkai hitam hangus dari perahu yang terbakar sekarang terlihat di sini. Perahu orang melayu yang dibakar Jepang.

Melewati sebuah batu - sebuah monumen kapal uap "Perekopa" di batu Rusia terlihat jelas.

Segera pantai-pantai itu menyatu menjadi satu garis biru, lalu menghilang, dan hanya gunung Natuna yang membayang dari kejauhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Jepang dan Amerika

13 Cerita Anak-anak yang Menyenangkan Dari Seluruh Dunia

PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN PERANAN MAEDA