6 Goodnovel:Pria Tampan

Mungkin aku tidak hati hati, saat menyeberang jalan.

Ketika aku  mengambil kacamata hitamku tanpa melihat kekiri dan kanan sebuah sepeda motor gede hampir menabrakku.

Moge itu berhenti mendadak, bunyi remnya berderit membuat beberapa orang menoleh.

Aku mengangkat kepala dengan marah dan juga sangat terkejut. Sepatu hak tinggi membuat keseimbanganku jatuh. Aku tidak dapat menjaga diri.

Dan saat berikutnya dengan sigap pengendara motor itu menangkapku.

Aku jatuh - ke dalam pelukan pengendara sepeda motor dengan jaket kulit dan kemeja kotak-kotak, dengan kancing rendah di bagian dada.

Mataku sampai tak berkedip beberapa kali untuk menjernihkan mata dan pikiranku.

Aku menatap wajah pria yang sedikit cemas. Lelaki itu tampan dengan mata yang tajam. Bibir tipisnya terkatup, kelihatannya sangat tenang, meski ia baru saja berbuat sesuatu.

Aku lebih memperhatikan lelaki muda itu dengan teliti.  Ia juga menatapku dengan tajam. 

Aku mengagumi rahangnya yang kuat dengan leher yang sedikit rendah. Mengagumi juga dada yang bidang lelaki itu.

Ia tampak mempesona, tanpa diragukan lagi dia pria muda yang sangat menarik. Membuat darahku bergetar.

"Maaf mengejutkan, Kamu baik baik saja ?"

"Kamu melamun." Ia mendongakan kepalanya.

Melamun? Hatiku panas.
"Siapa yang ngelamun, kamu bawa motor yang kurang hati hati, penyeberang itu raja tahu?!"?

"Tapi kamu nyebrang jalan bukan di zebra cross," kata lelaki itu ringan . Tapi kemudian dia mengalah.

"Baiklah, aku juga salah, mungkin kesalahan itu bisa kutebus. Itu Cafe didepan, aku ajak kesana. Minuman ringan akan menyejukan, " suaranya ramah menenangkan.

Seperti tahu saja jalan pikiranku yang akan kesana, ia mengajakku.

Tentu saja aku tidak akan memenuhi ajakan lelaki itu, meski langkahku memang kesana.

Pria itu tersenyum, dan napasku hampir tercekat di tenggorokan.
Aku ingat Cinderela dan pangeran tampan . Lelaki itu adalah lelaki tampan . Mungkin ia lelaki yang diidamkan banyak gadis .

Cerita masa kecilku menyelinap dalam ruang pikiranku.

Tapi tidak cukup untuk melupakan begitu saja.
Aku mengingatkan diriku tentang ketentuan kontrak selama 4 tahun lagi. Sudah 2 tahun berlalu. Aku belum berniat memperpanjangnya. Tapi ingin menyelesaikan secepatnya.

Jadi tentu saja selama itu aku  tidak boleh tertarik dengan pria manapun.

Aku menghela napas panjang.

"Aku baik-baik saja, terima kasih," jawabku pendek.

Lelaki itu masih ragu dan mungkin penasaran denganku. Ia melihat sepatu tinggiku.

"Saya berharap dapat bertemu kembali," seperti apa yang kupikirkan, itu juga yang diucapkan lelaki itu.

Aku membiarkan lelaki itu pergi, dan aku merasa seperti gadis kecil yang mainan favoritnya hilang.
Aku memeriksa dan menyadari bahwa sepatuku hanya sedikit rusak. Masih normal untuk dipakai.

Aku tertatih tatih masuk ke restoran itu. Melepas sepatu dan memesan makanan sambil melamun.

Tiba tiba saja suara lelaki itu membuyarkan lamunanku.

"Kita ditujuan yang sama, boleh aku duduk? " Pria yang tadi menyita hatiku muncul kembali.

Tanpa dipersilahkan ia sudah duduk didepanku.

Mungkin itu lancang, tapi entah mengapa aku membiarkannya.

Langkah selanjutnya pasti basa basi.

Aku agak gugup memikirkan, bagaimana kalau Rafki tahu dan cemburu!

Tapi hal itu 'kutepis sendiri. Hal yang biasa jika lelaki dan wanita bertemu, tidak selalu ada penyelewengan.

"'Nama saya Ronald. Ronald Arry Jaya.Terlalu panjang iya?" Aku hampir tertawa melihat cara lelaki itu memperkenalkan dirinya.

"Dan anda?"

"Apa perlu, sebut siapa saja?" Jawabku.

"Pelit, nama itu tidak rahasia. Aku akan menanggilmu honey."

"Panggilan apaan itu. Jangan bercanda."
"'Jadi perkenalkan dirimu."

Aku belum mau memperkenalkan diri. Aku cuma tertawa saja dengan cara yang paling manis aku bisa.

"Aku cuma mau menebus kesalahan , karena telah membuat kamu kaget," ujar pria itu lembut.

"Tidak apa apa, " sahutku dengan agak dingin.

Lelaki itu pasti tidak mau mengalah, ujung ujungnya ingin kenalan. Kerja dimana tinggal dimana', sudah punya pacar atau belum dan segudang ucapan pertanyaan klise lainnya.

Aku menduga duga dan aku akan menjawabnya dengan ketus .

Tapi tidak juga, lelaki itu tidak bertanya sejauh itu. Ia cuma menatapku saja sambil menduga duga.

Ia suka menatap mataku kalau berbicara, sehingga diriku menjadi jengah. Aku menilai itu tidak sopan.

Untungnya dia berbicara pendek pendek saja. Bisa jadi ia gugup dan aku mungkin lebih gugup lagi.

Pelayan datang membawakan makanan untuk pemuda yang di depannya. Sebenarnya tidak sopan duduk di meja yang sudah dipesan tamu.

Namun sepertinya pemuda itu agak kebal, pelayan tentunya mengira aku dan dia sudah saling berkenalan. Jadi dia mengantarkan pesanan makanan dimeja yang sama.
Terakhir lelaki itu menawarkan diri untuk membayar bill makanan mereka.

Tentu saja aku menolak.

" Tidak usah dan tidak perlu, " ujarku.

"Aku memaksa," katanya. Lagi lagi aku hampir terkikik mendengar caranya memaksakan diri.

Aku tetap menolak.

"Menebus dosa," sahutnya tertawa ringan.

"Maafkan juga telah lancang duduk di sini, semoga kamu tidak marah."

Kali ini aku yang membuat wajah tidak senang, meski aku suka, namun bodoh kalau aku tiba tiba meladeninya.
Pembicaraan itu seharusnya  berakhir dalam waktu cepat.


****

Dikantor aku bekerja lebih cepat. Selama dua tahun aku bekerja dengan tombol dan layar kecil komputerku.

Aku membawa pekerjaan dari kantor. Untuk membetahkan diri.
Aku bisa saja pulang pada akhir pekan, tetapi Dato Raf suka membuat janji pada hari-hari libur.

Ia datang kapan saja setelah menelponku terlebih dahulu.
"Aku rindu Anna. Apakah kamu tidak?"
" Aku rindu juga," jawabku. Dato Raf suka dengan jawabanku.
" Jadi kamu siap?"
" Iya aku siap."

Aku mengerti apa yang diinginkan Dato Raf. Ciuman dibibir dengan pembuka dan kemudian beralih ke braku. Membuka braku dan mendaratkan ciumannya.

Disitulah titik kelemahanku. Karena aku akan terkulai layu ingin menikmati permainan Dato Raf.
Aku selalu ingin menolak keinginan Dato Raf memainkan bibirnya di area paling sensitifku. Diantara kedua pahaku aku terlalu malu.
"Tidak apa apa, aku suka dengan wanita yang bergelora."

Meski enak, tapi cairan yang keluar dari tempat itu bisa jadi akan menjadi gangguan bagi Dato Raf.


Tapi kata Dato Raf tidak apa apa, aku masih saja malu.

Dia berbuat lebih jauh dengan menggigitnya seolah oleh itu bibirku.

Ia menggigitnya dengan pelan membuat perasaanku jadi tidak keruan.

Meremas bantal, Dato Raf tertawa dan tersenyum.
"Aku senang melihat itu," teriaknya bersemangat.

Setelah itu semuanya jadi mudah ketika juniornya yang memang cukup besar itu menyerangku sampai kedalam. Aku merintih dalam dekapannya dan mencakar apa saja dengan tanganku.

"Mendesahlah, keluarkan desahanmu karena aku ingin mendengarnya, sayang."

Aku tidak berpura pura dan tidak perlu malu lagi dan mengerang sekuat yang aku bisa.

***

Suatu hari Minggu Aku pergi ke kampung, karena Dato Raf mengunjungiku sehari sebelumnya.

Biasanya dia tidak datang selama dua hari berturut-turut, tapi saat kembali dia menelepon dan memarahiku.

Itu terlihat sangat memalukan. Aku merasa tertekan di depan Dato Raf.

Aku tidak bisa menelpon, kepada Dato Raf. Istrinya Dato Raf mungkin mengontrol semua percakapan telepon.

Dan Dato Raf seharusnya menyesal karena dia adalah seorang lelaki yang takut istri .

Bagaimanapun, aku merasa, aku bukanlah budaknya.

Namun hal buruk bisa terjadi, pelanggaran ketentuan kesepakatan, aku akan kehilangan banyak, kemewahan dan Apartemen yang sangat kusukai.

Hanya persetujuannya yang menentukan. Posisi ini membatasiku dalam banyak hal, tetapi juga memberi beberapa keuntungan.

Dan sementara itu selama tidak mengganggu, aku menahan diri dengan ketidak nyamanan.

Selama tiga tahun, aku berhasil melekat pada Dato Raf.

Aku mempelajari kebiasaannya, memahami keinginan meramalkan, setidaknya di tempat tidur, tahu tubuhnya Dato Raf sesaat sebagai milikku, ditempat lain aku berbagi lelaki dengan istrinya yang kuharap tidak diketahui.

Aku berkata pada diriku sendiri bahwa ini bukan yang terbaik dan kuimpikan.

Tetapi seluruh esensinya menuntut pengetahuan tentang orang yang berbagi ranjang denganku.

Terkadang Dato Raf membuatku takut. Dia datang ke rumah, biasanya saat larut malam, duduk diam di depan TV sebentar, memelukku di dekatnya, hanya mengganti saluran, lalu bercinta.

"Hanya sebentar, dan kau pergi lagi?" Tanyaku.

"Masih banyak pekerjaan," ujarnya pendek.

Lalu ia pergi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Jepang dan Amerika

13 Cerita Anak-anak yang Menyenangkan Dari Seluruh Dunia

PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN PERANAN MAEDA