1-7 Perawat Cinta

1 Akademi Perawat

Masuk di sebuah sekolah kesehatan seperti Akademi Perawat, merupakan sebuah perjuangan sendiri bagi Artika Hasta Dewi.

Disana dia belajar, Ilmu Kesehatan, ilmu Dasar Keperawatan, Biomedik, Antropologi Kesehatan dan. berbagai ilmu kesehatan lainnya

Ilmu seperti anatomi alat alat tubuh manusia.

Dia belajar bagaimana sistem pencernaan dan pernapasan manusia bekerja.

Mempelajari tentang penyakit syaraf dan perawatan.

Ada juga ilmu komputer dan bahasa Inggris untuk memperlancar pekerjaan mereka nantinya memasuki dunia kerja.

Pekerjaan praktek dan sekolah yang melelahkan dengan banyak mata pelajaran harus pula praktek di rumah sakit, pagi, sore atau malam.

Pelajaran ilmu kesehatan yang mirip dengan ilmu kedokteran itu dipadatkan dalam waktu relatif singkat.

Sungguh sekolah yang melelahkan dan menyita tenaga.

Lalu bagaimana jika berpacaran?

Artika sudah berpacaran selama setahun ini. Umurnya yang sudah 24 tahun sebenarnya adalah sangat ideal untuk menikah.

Hormonnya begitu bergelora dan dia berkenalan dengan Yudika mahasiswa kedokteran yang lebih sibuk dari Artika.

Yudika tinggal dikamar Apartement didepan Artika. Apartemen kecil dengan luas 21 meter persegi dengan fasilitas gym dan kolam renang.

Pada pertama kali mereka bertemu di kolam renang Apartemen.

Yudika melihat Artika dalam balutan baju renang yang ketat.

Lalu lanjut dipertemuan berikutnya.

Pergaulan di Apartemen membuat pergaulan pacaran mereka terlalu bebas.

Di Apartemen Yudika ada dikamar Artika. Begitu juga Artika , suatu ketika ada dikamar Yudika. Tetapi lebih banyak waktu mereka habiskan di kamar Artika.

Kali ini dikamar Artika Yudika tidur disana dan mencium wajahnya, Artika balas menciumnya pula.

Mereka berciuman dengan penuh gairah. Banyak yang mengira mereka adalah kerabat dekat. Penghuni Apartemen sudah menganggap hal biasa untuk mereka berpasangan di apartemen.

Yudika melingkarkan lengannya di leher Artika, menarik bibir bawah dengan giginya, menggerakkan lidahnya di atasnya, menyebabkan desahan kasar napas kasar Artika.

"Selamat ulang tahun, aku sangat mencintaimu!" Yudika tersenyum,

"Aku juga sangat mencintaimu!" Kata Artika masih di tempat tidurnya.

“Ayo segera bangun, sarapan atau akan terlambat ke kampus,” kata Yudika kepada Artika dengan nada serius.

Setelah kata-kata ini, Artika masih harus bangun dari tempat tidur yang nyaman dan pergi mandi.

Ia memasak dengan cepat dengan sesuatu yang sudah disiapkannya di kulkasnya.

Meletakkan di meja dan buru buru berpakaian perawatnya.

Setelah itu, Artika masih harus menata rambutnya.

" Mmm, apa itu yang aku pikirkan?" Artika mendekati Yudika dari belakang dan memeluknya, Yudika berbalik dan menyentuh bibirnya.

Yudika menciumnya dengan belitan lidahnya dalam ciuman yang hangat .

" Yudika, kita akan terlambat jika kita melanjutkan," Artika dengan enggan menjauh darinya, terus menatap matanya.

"Jadi, ayo kita sarapan," kata Artika sambil duduk di meja.

Artika dan Yudika ssarapan nasi goreng dan ada juga roti panggang dengan selai raspberry di atasnya. Mereka makan dengan cepat dan tanpa suara.

Dalam tiga puluh menit mereka sudah meninggalkan apartemen dan pergi kampus.

Kampus Akademi Perawatan dan Fakultas Kedokteran hampir menyatu di rumah sakit besar itu.

Hanya  tersisa tujuh menit sebelum jam masuk dimulai.

Artika mulai berjalan lebih cepat, dan sekarang Yudika mengikut dari belakang. Di sebuah lorong, mereka berpisah. 
Yudika melambai kepada Artika, gadis itu juga mengangkat tangan.

Artika berlari ke kampus Akademi Perawat tempatnya kuliah.

Begitu juga Yudika di Fakultas Kedokteran bergegas masuk.

Pelajaran pertama Indri adalah ilmu Neurologi, setelah itu Teknik perawatan, Nursing Art atau ilmu kecakapan perawatan.

Artika sangat suka pelajaran itu.
Guru mereka Nyonya Noor Daltias, memasuki ruang kelas.  Pelajarannya sangat cepat dan menarik.

Ada tempat tidur didepan kelas; untuk praktek bagaimana melipat kain dan membersihkan tempat tidur pasien dengan lipatan tertentu sehingga tempat tidur menjadi rapi.

Ada lagi cara memandikan pasien dalam keadaan bedrust total, agar pasien tetap nyaman dalam perawatan.

Setelah itu pelajaran sejarah perawatan, ibu Florence Nigtinghale putri berdarah bangsawan yang mengabdikan diri merawat pasien miskin.
Perawat yang meminta dikirim ke medan pertempuran untuk merawat pasien yang sakit.

Saat istirahat,  Artika pergi ke teman sekolah terbaiknya, Tati saling bergosip.

"Hai, Tati " Artika tersenyum pada sahabatnya.

"Hai juga selamat ulang tahun,"  dia tahu temannya itu ulang tahun kemaren tapi tidak merayakannya.

"Apa yang diberikan Yudika untuk ulang tahunmu?"

Tati bertanya pada Artika.

“Tidak ada,” kata Artika  tertawa,

Mendekati siang dikantin rumah sakit  Yudika datang ke kampusnya.

"Aku sudah bosan, " Yudika berkata dan Artika tersenyum.

Pelajaran dan praktek berlangsung sangat cepat hari ini. Yudika masih saja mengikuti mata kuliah kedokterannya yang padat.

***

Malam harinya, baru Yudika pulang, Artika menyiapkan makan malam.

Butuh waktu sekitar dua jam untuk menyelesaikan pekerjaan itu ketika    Yudika menjenguk ke kamar apartemen Artika.

"Jadi hari ini kita memiliki makan malam yang meriah, ayam dengan saus asam manis, dua salad ringan,"

Mereka duduk di meja, makan malam, berbicara tentang segala hal dan tentang apa saja.

Betapa tiba-tiba Yudika menjadi serius, Artika bahkan menjadi tegang.

Yudika bangkit dan berjalan ke arah Artika  dan mengulurkan sebentuk cincin.

"Selamat ulang tahun, kemaren tidak sempat;" ujarnya.

"Kenapa dengan cincin?" Tanya Artika.

"Maukah kau menikah denganku? Ini cincinnya."

Artika tertawa. Jantungnya berdegup kencang seperti tidak bisa bernapas.

Artika menatap matanya. Mengapa Yudika begitu menawan?

Yudika sayang kepada Artika, gadis itu menarik napasnya dan menghembuskannya.

"Aku mau," sahut Artika mencoba serius.

"Tapi kita belum akan menikah sekarang," ujarnya lagi. 

Lalu Artika menuju ke kamar tidur, menyimpannya di sebuah tempat.

Yudika datang lebih bergairah, dia mencium Artika.  Saat dia menyentuh bibir Artika memiringkan kepalanya agar dapat menikmati.

Kemudian dia meraih  blus Artika dengan tangannya dan menyentuh dada.

Saat Yudika menanggalkan pakaianku, dia mencium dari perut ke leher saat lidahnya menyentuh dada Artika mengusap putingnya.


Artika ingin membantunya, ketika Yudika sendiri mulai melepas kemeja dan celananya.

Yudika tidak bisa menahan senyum saat menatapnya. Dia mencondongkan tubuh ke arah Artika dan menyentuh leher gadis itu dengan bibirnya.

Artika melanjutkan dengan ciuman di tubuh dan dia menikmati belaian Yudika.

Yudika meninggalkan ciuman lain di bibir Artika dan mulai memasuki dirinya. Dia mulai bergerak perlahan pada awalnya, 

Tubuh mereka menyatu dalam kebersamaan yang sangat indah melayang layang seperti di surga. 

Setelah selesai dengan tubuh berpeluh yang diserap aircon.

Setelah itu Artika berbaring tengkurap, memeluk Yudika mendengarkan detak jantungnya dan setelah beberapa saat Artika tertidur lelap. 

Artika menjadi pacar Yudika. Mengunjunginya setiap waktu di Kampus pada waktu istirahat atau makan di Cafe rumah sakit. Semua orang mengenalnya sebagai orang yang beruntung. 

Artika beruntung karena menemukan pacarnya yang sebentar lagi jadi dokter. 

 

***

 

Tapi di Apartemen sesuatu terjadi pada Artika. Gadis itu gelisah. 


Mata Artika meredup.
"Apa yang kamu pikirkan?"

Yudika bertanya pada Artika dengan berbisik.

"Tidak ada apa-apa," kata Artika.  sambil tersenyum.

Dia masuk kampus seperti biasa dan mengikuti pelajaran. 

Di pelajaran berikutnya, Artika merasa tidak enak badan.

Sekarang adalah pelajaran pendidikan jasmani, Artika tidak terlalu mementingkan ini.
Jadi dia sudah pulang lebih cepat ke Apartemen.

 2. Hamil 


 Setibanya di Apartemen dia muntah dan merasa mual. Yudika baru pulang ketika malam menjelang. 

"Artika, " ketukan di pintu,  ketukan lagi, tapi lebih kuat.
Artika malas sekali untuk bangun namun kemudian menemukan kekuatan untuk membuka pintu.

Artika pergi keluar dan tanpa bicara sepatah kata pun menatap Yudika. 


"Kamu kenapa?" Yudika masuk kedalam. Ia memeluk gadis itu. 

Artika meletakkan kepalanya dibahu Yudika  dan mulai menangis.


"Aku merasa mual, sakit kepala dan kelelahan," sahut Artika.

"Artika, ada apa denganmu? Katakan padaku," kata Yudika dengan perhatian.

"Aku tidak mengerti, tapi saya merasa sangat buruk, " ujar Artika.

 Artika mencoba menenangkan Yudika 

"Tapi sekarang sudah lebih baik," sambungnya lagi. 

Tetapi  saat Artika berlari ke toilet, lagi lagi dia merasa tidak enak badan. Yudika mengejar Artika dan menunggu di luar pintu toilet.

"Ada apa denganmu?" Tanya Yudika.

Artika mendengar suara Yudika melalui pintu.

Artika keluar dari bak mandi dan menuju ke kamar.
"Sebentar," ujar Artika.

 Ia mengambil sesuatu dan kembali ke kamar mandi, Artika mengunci diri lagi. 

Yudika tidak tenang, mengetuk pintu bilik mandi dan mencoba memahami apa yang salah dengan Artika.

Dan saat di kamar mandi, Artika smelihat dua strip pada tanda itu.
Pikirannya menjadi berkecamuk dan ketakutan. 


“Apa yang harus kulakukan? Aku masih ingin kuliah, dan kini..? " Ia berteriak untuk dirinya sendiri. 

Yudika terus  mengetuk pintu.
Untuk beberapa detik, Artika mengangkat wajah yang berlinang air mata ke arah Yudika.

Yudika melihat wajah Artika ketakutan, Artika menangis lebih keras lagi, menundukkan kepalanya. 

Yudika mendatangi Artika memeluk dan mencium dan berbisik kepada gadis itu.

Ia melihat sesuatu ditangan Artika. Tentu saja ia tahu benda apa itu. 

"'Kita akan punya bayi, bukan?" Yudika terus menenangkan Artika menarik  dan memeluknya lebih erat. 


"Tidak Yudika," Artika mulai histeris dan  terisak, 

"Kita masih sekolah, bagaimana dengan sekolahku?"

Tapi Yudika tidak membiarkan Artika menyelesaikan bicaranya. 


" Artika lihat aku."

Yudika mengangkat wajah Artika yang berlinang air mata.

Yudika tidak memiliki rasa takut atau terkejut. Diwajahnya hanya kegembiraan dan cinta.

"Kita bisa mengatasinya, karena aku sangat mencintaimu,"

Yudika mulai mencium pipi Artika dimana air mata mengalir, hidung dan mata yang merah.

" Yudika, aku juga mencintaimu!"

Artika mulai menangis, hanya kali ini dengan kebahagiaan.

Seminggu lagi berlalu. Ia bertahan dengan penyakitnya. Artika duduk di sofa dan menonton serial tv, Lalu tertidur.

Seseorang menggendongnya, dia membuka mata dan melihat bahwa orang itu adalah Yudika.

"Kamu tertidur disofa," Yudika mulai tertawa. Yudika mencium di matanya yang setengah terbuka.

"Yudika aku benar-benar tertidur. Kamu membangunkan aku ketika bermimpi enak.'"

"Ceritakan mimpimu."
Artika mencibirkan bibirnya  seperti anak kecil.

 

'"Jadi Artika kita  bisa saja pergi menemui ibumu, aku akan secara resmi melamarmu, " kata Yudika memberitahunya dengan tegas.
"Ibuku pasti belum bisa," ujar Artika.

"Artika, tapi aku ingin menikahimu," katanya dan berbaring di tempat tidur, berbaring di samping Artika  dan mencium pelipisnya.

"Kau tahu ibuku?" Artika menahan napas.

" Dia terlalu sibuk dengan suami bulenya dan dua anak yang lahir dari mereka," Artika melepaskan sesak didadanya.

"Jadi bagaimana memberi kabar ibumu, atau dia menghubungimu dari Amerika?"

"Dia cuma sekali sekali menelponku, bisa jadi jarang sekali."

"Tapi hidupmu senang," ujar Yudika pula. 

"Kau tidak perlu bekerja mencari uang dan semuanya tersedia," kata Yudika pula.

"Ayahku sebelum meninggal mewariskan uang dan aku harus belajar investasi, deposito dan obligasi," ujar Artika lagi.

"Itu juga bekerja," Artika tersenyum dengan kening berkerut. 

"Lalu kenapa kamu masuk ke Akademi Perawat, seharusnya fakultas yang bergengsi begitu, " tanya Yudika lagi. 

"Tadinya begitu, kedokteran seperti cita-cita ayahku. Tapi aku tidak bisa, karena aku tidak pintar matematika."
"Jadi?"
"Ayah sebelum meninggal ingin aku di kesehatan, membuka rumah sakit dan belajar manajemen rumah sakit. "
Artika diam sebelum melanjutkan. 
"Aku juga suka menjadi Perawat," ujarnya. 

"Tapi jurusannya berbeda," ujar Yudika pula. 
"Nantinya kesana, aku akan belajar program studi manajemen rumah sakit," berkata lagi Artika.

Yudika belum puas dengan kehidupan Artika yang sedikit rumit. 

"Sebenarnya kamu tak perlu susah, ikut saja ibumu dan ayah bulemu ke Amerika."

Jadinya Artika tersenyum pahit.
"Mereka tidak suka memelihara anak tiri," ujar Artika pula lirih. 
Ia seperti mengenang sesuatu. 

"Nah, sekarang kamu yang bercerita," Artika mengalihkan pembicaraan. 

 Yudika menelan ludah. 

"Aku? Ayahku seorang mantri kesehatan. Dia menjadi Perawat setelah tamat SMP."

"Waktu dulu masih mudah untuk menjadi Perawat," kata Artika.
"Iya, bekerja di rumah sakit, namanya sekolah pengatur rawat."
Kata Yudika pula. 
"Aku sering melihat ayah mengobat pasien, mereka belum merasa berobat kalau belum disuntik, jadi ayah sering menyuntik vitamin."

Setelah itu Yudika berkata lagi.

"Aku masih saja dibiayai orang tua, mereka mengeluarkan biaya cukup besar," ujar Yudika.

"Kita bisa hidup berdua dengan uangku," kata Artika pula.

"Tidak, sama sekali tidak, aku tidak mau hidup dengan uang perempuan."

"Kalau kita sudah menikah?"
"Tetap saja tidak," kata Yudika dengan tegas.

***


Setelah berbaring diam sekitar lima menit, Yudika bangun dan pergi ke kamar mandi untuk mandi.

Dia pergi ke Apartemen Artika dan melihatnya di dapur.

Yudika memeluk dan mencium pipinya.
"Apa yang kamu masak,"
"Biasa, sebentar lagi kita makan."

Sedang makan, Artika terus dengan kekhawatirannya.

"Kita masih sekolah, kita adalah anak sekolah Yudika, apakah anak ini bisa bertahan?" Artika masih saja kawatir dengan kehamilannya. 

"Jangan dipikirkan, kita akan mengatasinya," kata Yudika dengan percaya diri, memeluk pinggang Artika yang masih kawatir dengan kehamilannya.

Dan bagaimana dengan orang ibunya?  Artika bahkan tidak  memberi tahu sesuatu apapun kepada ibunya.

Ibunya dengan suami bulenya dan tidak begitu peduli padanya.

Jadi dia mungkin masih tetap  berahasia.  kepada ibu yang  disayanginya. 

Dia tahu ibunya pasti setuju, tapi dia tidak akan punya waktu untuk pulang ke Indonesia .

"Artika saya ingin menikah denganmu secepatnya!" Desak Yudika.

Artika diam dan melihat ke lantai sementara Yudika tidak sabar. 

"Baiklah dan terima kasih," ujar Artika.

 Yudika menciumnya dengan lembut di bibir.

Jadi,  mereka harus pergi  segera ke kantor Agama yang akan meresmikan pernikahan mereka. 

"Saya akan menata rambut dan riasannya," kata Artika. 

Dia berkata dengan nada sambil tersenyum.
"Jangan menangis," ujar Yudika

“Aku tidak pernah menangis sebanyak ini ?!" Kata Artika. 
"Boleh saja, menangis sedih dan bahagia, itu yang kuinginkan."

Artika mengenakan pakaian islami, menata rambut dan merias wajah.

Artika meninggalkan kamar, tanpa khawatir lagi. 

Yudika berdiri dengan setelan biru dan kemeja putih.

Mereka meninggalkan apartemen dan dalam waktu sekitar tiga puluh menit.

Pejabat Agama itu menikahkan mereka dengan Artika setelah melafaskan kata kata pernikahan. 
Dari pejabat Agama mewakili orang tua Artika sebagai wali gaib karena ayahnya sudah meninggal. 

Mereka resmi menjadi suami istri dan mendapatkan buku pernikahan.

Segala galanya begitu cepat, karena Yudika telah mengurusnya dengan berbagai cara. 

Setelah itu mereka pulang dan resmi menjadi suami istri dan tinggal bersama. 

 3. Wisuda
 
 
 Hari itu Artika kuliah dari seorang profesor.

Disebuah ruangan kuliah umum dengan judul "War and Nursing"

Perawat spesialis daerah konflik dan bencana alam berkarya, khususnya terkait dengan daerah konflik. 

Pada bagian awal kuliah Prof. Satami menjelaskan secara singkat mengenai konsep-konsep umum terkait kondisi perang, bencana alam, dan serangan teroris. 

Semua peristiwa tersebut menimbulkan jatuhnya korban, baik yang meninggal dunia maupun yang masih bisa diselamatkan. 

Korban yang masih hidup itulah yang menjadi fokus 
dalam memberikan pertolongan.


Sebagai perawat atau tenaga kesehatan, Prof. Satami mengingatkan, bila suatu saat memiliki kesempatan menjadi bagian tim penolong bagi korban perang maupun bencana, pastikan untuk selalu memegang teguh prinsip etik; menjadi penolong yang adil bagi semua orang; dan tidak ada diskriminasi.


Keterampilan yang perlu dimiliki seorang perawat dalam kondisi perang dan bencana, tidak beda jauh dengan kompetensi seorang perawat gawat darurat. 

Setiap orang diharapkan mampu memilah pasien sesuai dengan kondisi kegawatannya dengan tepat. 

Merawat luka, menangani patah tulang, bedah minor seperti nekrotomi atau memotong jaringan tubuh yang sudah mati, dan kegiatan perioperatif.

Pada bagian-bagian akhir presentasinya, Prof. Satami menunjukkan foto atau gambar ketika dirinya bergabung dengan tim Red Cross di daerah konflik Pakistan dan Afganistan.

Kondisi rumah sakit darurat yang didirikan  di daerah konflik seperti itu, tentunya tidak memenuhi standar yang seharusnya. 

Mulai dari bangunan gedungnya, fasilitas dan peralatan medis tidak semuanya tersedia. 

Karena itu, Profesor mengingatkan agar perawat mampu berpikir kritis untuk mencari solusi lain dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di tempat tersebut.

Saat foto-foto korban ditunjukkan, mahasiswa yang tampak serius menyimak langsung dan ada perawat yang menjerit pelan. Terlihat ada tungkai yang putus; jari-jari tangan yang hancur; seorang gadis remaja yang kehilangan kakinya; dan masih banyak gambar tragis lainnya. 

Termasuk anak-anak yang menunjukkan muka murung, menunjukkan bukan hanya terjadi luka fisik, tapi batinnya juga ikut terobek.

Kuliah yang berlangsung kurang lebih 2 jam itu diakhiri dengan sesi diskusi.

***

Meski sudah diwisuda dan diangkat sumpah sebagai seorang perawat, tetapi perawat tidak bisa langsung bekerja dan terjun merawat langsung pasien.

Para perawat harus kembali melaksanakan uji kompetensi  untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi agar bisa bekerja di dunia kesehatan.

Uji kompetensi sendiri menjadi sulit bagi para perawat,  dan bisa jadi mengikutinya hinga berkali-kali.

Adanya uji kompetensi adalah sebagai pertimbangan untuk menyaring tenaga-tenaga perawat yang berkompeten.

Perkuliahan D3 Keperawatan berlangsung selama enam semester dengan beban studi sekitar 116 SKS. 

Beberapa matakuliahnya antara lain Anatomi Fisiologi, Biokimia, Etika Keperawatan, Ilmu Gizi, Keperawatan Profesional, Mikrobiologi dan Parasitologi, Patologi, Praktek Keperawatan Mutakhir, serta Riset Keperawatan.

Namun Artika meneruskan ke program D4. 

Karena Alumni D4 dapat langsung bekerja tanpa harus mengikuti pendidikan profesi sebagaimana alumni S1 atau D3.

 Alumni D4 Keperawatan dianggap lebih cekatan dan terampil daripada alumni S1 Keperawatan. Selama delapan hingga 10 semester perkuliahannya, program D4 Keperawatan memang lebih banyak terfokus pada praktik.

***

Kehamilan Artika sudah berumur empat bulan, perutnya sudah mulai terlihat meski masih bisa disembunyikan. 

Agar tidak ada seorang pun di sekolah yang akan menebak tentang kehamilan, Artika mengenakan pakaian perawat yang longgar selama sebulan terakhir.
Kini dia akan diwisuda.

"Apakah kamu sudah?" kata Yudika melihat Artika berdiri di depan cermin  memeriksanya dengan teliti. 

"Saya sudah selesai, apakah saya terlalu gemuk," tanya Artika. 

"Iya, kamu kelihatan gemuk, tapi kelihatan tidak hamil."
Ujar Yudika menguatkan hati gadis itu. 

"Ayo pergi, aku mencintaimu!" Yudika mulai menciumnya, tapi Artika menjauh dari dirinya. 

"Aku mencintaimu juga! Sekarang ayo, bersiap-siap," ajak Artika.

"Cium saja keningku, lalu sentuh perutku dan kita pergi." Artika tertawa melihat Yudika yang ingin selalu berciuman dibibir. 
Tapi ke aula, Artika sendirian karena harus minta izin dari kuliah dan mengisi absen. 
Melambai lagi dengan rutinitas.

Berjalan ke aula pertemuan, tempat upacara kelulusan  akan berlangsung. 

Kamar ini didekorasi dengan indah dengan meja untuk makanan ringan dan minuman. 

"Hai Artika, kamu tampak gemuk, ” kata Tati  menghampiri Artika memeluk dan mencium pipinya.

"Dimana Yudika? Apakah dia tidak datang?"
"Tentu saja dia datang," ujar Artika.
"Mungkin sebentar lagi, dia masih kuliah."

Tati pergi untuk menyapa teman-temannya yang lain.

Berdiri selama sepuluh menit lagi, sampai  ke panggung dan acara mulai dibuka.

"Lulusan kami yang terkasih, kami mengucapkan selamat kepada Anda atas masuknya kamu semua ke masa dewasa"

Artika mencari Yudika di sekitar aula, dia tidak bisa ditemukan, dia gelisah. 

Tapi kemudian seseorang mendatangi Artika. Dia adalah teman perempuan kuliah Yudika dan selalu ingin mengganggunya. 

Mungkin ini bercanda atau bersungguh sungguh karena Artika tahu gadis itu ingin jadi pacar Yudika. 

"Artika, aku akan memberi tahu kepadamu."

"Mana mas Yudika mbak?" Tanya Artika.

“Kamu benar-benar tidak tahu?" dia berhenti sebentar, dan kemudian melanjutkan bicaranya. 

"Yudika tidak akan datang dan meninggalkan kamu."

Tentu saja dia tidak tahu, bahwa Yudika adalah suami Artika.

Yudika tidak akan melakukan itu. Jadi Artika tertawa saja dalam hati.

Lebih mungkin Yudika sibuk dan tidak akan melewatkan acara ini.
Artika akhirnya kembali ke aula.

" Artika," Ia mendengar suara Yudika tercinta dan berbalik, berlari ke arahnya.


'"Kamu kawatir iya, maaf aku terlambat,"

 "Aku menghubungi ponsel kamu dan tidak menjawab," kata Artika. 

Sambil tertawa Artika berkata lagi,

"Ada yang mengatakan kepada saya bahwa kamu memutuskan untuk meninggalkan saya."

"Pasti Sarah, temanku. Dia bercanda."

Yudika menatap Artika lebih dekat, dan lebih erat.

"Kamu adalah hal terbaik yang dalam hidupku," kata Yudika pula.
"Cepatlah masuk ruangan," ajak Artika. 

Artika berlari kedalam ruangan. Ada beberapa saat lagi acara akan dimulai. 

Artika duduk bersama Yudika menunggu. 
 
Semua lulusan diberikan sertifikat, dan sekarang giliran Artika. 

"Artika Hasta Dewi tampil untuk kedepan," seru pengatur acara.

Artika  pergi ke panggung untuk mengambil ijazahnya dan menjalani prosesi wisuda. 

Artika  mengambil dokumen dan  teman sekelas dan guru menyalaminya. 

Artika tersenyum dengan riang dan meninggalkan panggung.

Tidak ada yang tahu bahwa Astika dan Yudika sudah menjadi suami dan istri.

Satu satunya keinginan Artika adalah pulang. 
"Ayo kita pulang saja, apakah masih  kuliah?" Tanya Artika.
"Tidak lagi, sudah izin." Seru Yudika.
Tapi mereka masih saja bersalaman dan berbicara.
Dengan diam diam mereka pulang. 

*** 

Di Apartemen Artika sudah lelah.  Ia meraba perutnya dan mengelusnya. 
Yudika juga, melihat perut yang sudah membulat. 
"Si kecil itu mungkin capek juga," komentar Yudika. 

Tapi dia mulai mencium Artika  di kamar tidur.
Yudika duduk di tempat tidur dengan Artika dalam pelukannya. 

Yudika mulai dengan tangan 
masuk ke bawah baju Artika dan membelai punggung Artika. 

T-shirt itu naik lebih tinggi dan lebih tinggi, memperlihatkan punggung, perut, dan kemudian dada Artika.
"Aku ingin menjenguk si kecil didalam," guraunya ingin memasuki diri Artika. 
"Kamu kuat? Apa selalu bergairah seperti itu. Bagaimana kalau kehamilanku sudah besar?"

"Tidak ada halangan suami istri," kata Yudika tertawa. 

Artika menjauh dari Yudika agar dia bisa melepas bajunya sama sekali, dan kemudian membuang pakaian yang tidak dia butuhkan.

4.Keluarga dan si Kecil


Yudika memeluk, mencium dengan sungguh-sungguh, menekan lebih dekat pada tubuh Artika. 
Kemudian dia dengan lembut merebahkan istrinya ke tempat tidur.
Yudika melepas sisa pakaian Artika. Dia mulai mencium kaki Artika, naik lebih tinggi.
Yudika menatap mata Artika saat dirinya tenggelam di samping Artika di tempat tidur.
Yudika mencium lagi, pertama bibir, leher, lalu turun dan terus turun. 

Saat Yudika mencapai perut Artika,  dia dengan lembut membelai .
Artika mengusap pundaknya dengan telapak tangan.
Yudika bangkit lagi dan mencium bibir Artika saat dia mulai memasuki tubuh Artika dengan lembut.

Artika memutar mata pada gerakannya lambat, sensual.
Artika ingin lebih cepat.
"Lebih cepat, Yudika," teriak Artika dengan mata sayu. 
Tidak perlu bertanya berkali-kali, Yudika mulai bergerak lebih cepat, lebih kuat. 

Dengan setiap dorongan baru dalam diri Artika, erangannya menjadi semakin keras. 
Yudika bergerak cepat dan  selesai menghembuskan napas dengan menyebut nama Artika.

Yudika tenggelam di samping Artika dan mencium dahi, pipi, leher, bibir Artika.

Yudika menariknya lebih dekat, Artika meletakkan kepalanya di dadanya.
Yudika meletakkan tangannya di perut Artika.
 ***
Perkawinan sudah terjadi, pikiran Artika menjadi galau. Sebaiknya dia memberi tahu ibunya. 

Artika mengambil telpon genggam, mulai menelpon ibu.
"Apa kabarmu nak, bagaimana kuliah Kamu?" Tanya ibunya. 
"Sudah selesai bu, mungkin dilanjutkan lagi," jawab Artika dengan lemah. 
"Kamu tidak menelpon iya, selamat," ujar ibunya sedikit dengan nada gembira. 

Artika mengatur napas, sebelum bicara lebih lanjut.

"Aku akan minta izin bu," Artika langsung mengatakan kepada ibunya. 
"Katakan saja Artika, ibu mendengarkan," suara ibunya terdengar lirih. 
"Umurku sudah 25 tahun bu, aku memerlukan teman," kata Artika hati hati. 
"Apa maksudmu teman?"
"Aku ingin menikah bu," suara Artika tersendat di kerongkongan . ibunya tertegun. 
"Apa yang harus ibu bantu Artika?"
"Aku minta restu ibu, itu saja," ujar Artika pula. 
"Tentu aku akan merestui kamu, bisa hubungi paman kamu?"
"Itu terlalu jauh bu, sederhana saja."
Ibunya terdiam sebentar. 
"Siapa calon suamimu Artika?"
"Masih kuliah kedokteran, mungkin 3 atau 4 tahun lagi selesai."

"Baiklah, jaga dirimu baik-baik dan salam untuk menantu ibu iya," ibu Artika menutup telepon. 

***

Hari ini adalah hari ulang tahun Yudika. 
Dia sudah berumur dua puluh tujuh tahun. Artika menyiapkan kejutan untuknya malam itu.

Dia ingin mengadakan pesta acara sedikit, namun Yudika melarangnya.

Keinginannya menyewa restoran besar dan kepada teman temannya belum disetujui Yudika .

 Itu masih menjadi rahasia sampai orang tua Yudika tahu dan merestui mereka.
"Kita pergi makan saja diluar, aku tidak mau kamu menjadi lelah," ujar Yudika. 
"Aku tidak lelah, tapi baiklah. " Artika mengalah. 
Namun perasaannya mulai tidak nyaman. Ini mungkin bawaan dari kehamilan pertama.

Tapi kemudian dia mengerti, ini sebuah masalah dari pernikahan mereka. 

Pernikahan yang belum diketahui kedua pihak orang tua Yudika. 
Dia harus bersabar, mungkin juga dia terlalu perasa Yudika akan mengabaikannya.

Setelah lulus Artika  bersembunyi di apartemen menyembunyikan kehamilan.

Tidak perlu juga, namun ia tidak mencari temannya sesama kuliah dulu. Hampir semuanya sudah bekerja. 

Kecuali Artika yang belum membutuhkan pekerjaan.


***

Setelah lulus kuliah, menunggu kelahiran anak membuat Artika merasa bosan dirumah saja. 
Disamping itu, tubuhnya merasa lemah dan sering pusing.
"Kamu tidak sehat iya?" Tanya Yudika kawatir. 

"Aku kurang berolah raga," ujar Artika pula. Ia melihat tubuh yang kurus.

"Kurang gizi juga, kita sudah membeli banyak obat agar kamu kuat."
Artika diam, kehamilan pertama memang membuat kondisinya merosot.

"Aku ingin pergi, apakah kamu
mau mengajakku?" Tanya Artika.
"Tentu saja, aku akan perkenalkan kamu, kepada teman temanku," kata Yudika pula. 

 

Artika diajak Yudika kekampusnya. Perutnya sudah mulai tampak namun ia masih memakai baju longgar menyembunyikan kehamilannya. 

"Tak perlu disembunyikan," ujar Yudika.
"Kamu akan diledek teman kamu menikah tanpa memberitahu mereka," kata Artika mengingatkan.

Artika melihat baju longgar dan pinggangnya yang gemuk. 
"Aku tidak cantik iya?"
"Kamu cantik, aku selalu kagum dengan kecantikan kamu," Yudika berkata lagi. 

Berjalan menyusuri koridor menuju kampus Yudika  temannya mulai menyapa.

"Jangan takut gosip,  saya bisa menangani semuanya! Ini bukan urusan mereka, ” Yudika menyemangati Artika.

Yudika mendatang banyak  orang. Sepasang wanita dan pria, mereka segera memperhatikan Artika.


Seorang pria dan seorang gadis. Pria itu tinggi, berambut hitam, atletis, dan gadis itu memiliki tubuh yang sangat bagus dan rambut hitam yang panjang.

"Hai, saya Sinta, teman mahasiswa Yudika" gadis itu memperkenalkan dirinya.
,"Ini Edward, teman lelaki saya." Dia memperkenalkan pacarnya.

"Istri saya Artika, senang bertemu denganmu, " kata Yudika sambil tersenyum kepada pacar Sinta Edward.

'"Ya, kami juga senang,"  pria itu mengangkat tangan menatap Artika. 
Ia tersenyum ramah. 

Beberapa gadis yang sedikit lebih tua darinya melihat Artika dan tersenyum.
“Hai,” katanya pada Artika.
“Hai juga,"  jawab Artika. 

"Kami akan mengadakan pesta  ini untuk ulang tahun perkawinan kami
Ayo, saya undang, kamu."

"Saya akan memikirkan undangan anda, " jawab Artika.

Artika merasa perutnya yang sudah agak besar.

"Maaf, aku tidak langsung menyadarinya," kata wanita yang mengundang sambil menunduk. 

Yudika memasuki ruangan kampusnya. 

Seorang lagi menyapanya. 
"Hai, tampan, kita ada pesta, saya mengundang semua orang," dia berteriak kepada Yudika. 

Sementara dia mengatakan itu, Yudika sudah mendekati Artika 
lebih dekat. 

"Tampan, jadi bagaimana dengan pestanya, kami mengundang kamu?" Gadis itu menatapnya dengan saksama.

" Aku akan memikirkannya, " Yudika menjawab undangan itu dengan singkat.

Ketika keluar dan menuju pintu keluar, mendengar seseorang memanggil.

"Yudika? Apakah itu kamu?" Artika berbalik dan melihat Sarah.

"Sarah?" Artika menatapnya  dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Dia mulai tertawa.

"Hai, "  Artika mulai menyapa meski dia tidak suka 
"Bagaimana kabarmu ?" Sarah melanjutkan sapaannya. 

"Maaf, tapi kami harus pergi, " kata Yudika memegang tangan Artika  dan berbalik ke pintu keluar.
"Sampai jumpa lagi," Sarah sudah berteriak di belakang mereka. 

 

 5. Masalah. 


Setelah agak jauh sebelum sampai di mobil, Artika kelelahan. 

"Yudika mari kita duduk, aku merasa pusing."

Artika duduk dan melihat bayangan hitam dikepalanya.  Ia merasa lemas, kemudian semuanya gelap. 

Artika pingsan tidak sadar diri. Ketika terbangun, dia sudah berada dirumah sakit.
Ia mendengar suara Yudika. 

"Artika,  bisakah kau mendengarku?" 

Artika mencoba untuk membuka matanya. Semuanya menjadi jelas. 

Yudika duduk di sebelahnya dan memegang tangan Artika. 
Gadis itu mencoba menggerakkan tangannya.

"Yudika, apa yang terjadi? Di mana saya? " Artika  sadar dari pingsannya.

"Kamu sudah bangun, " Yudika mulai mencium setiap inci wajah Artika. 
"Sudah semuanya baik-baik saja, saya di sini," lanjutnya.
"Istri kamu kelelahan, bisa jadi kurang darah "
Tentu saja Yudika tahu. 
"Ini kehamilan pertama, bisa jadi ada sedikit kesulitan." 

Artika melihat dengan penuh semangat, berpaling dari gadis berjas putih itu. Dokter dan perawat dirumah sakit. 

“Kamu kelelahan dan kamu akan tinggal di sini selama satu jam lagi, tidur dan kemudian boleh pulang,"
Dokter mulai mendekati pintu, membukanya dan pergi keluar.
Yudika mengusap rambut Artika dan menyuruhnya tidur memulihkan diri. 

Setelah satu jam mereka pulang. 
 
***

Kandungannya juga sudah membesar, perut bagian bawah Artika mulai sering sakit.
"Ini sudah hampir dekat,
 melahirkan. " Kata Artika.
"Aku akan lebih sering dirumah," Yudika memberikan jaminan. 

"Tidak perlu, aku akan menelpon ambulance dan juga kamu kalau waktunya."

Yudika dengan tekun terus bersamanya memperhatikan Artika. 

Ia harus membagi waktu dengan kuliahnya. 
 Artika juga membatasi dirinya membawa mobil. 

Ia secara rutin memeriksakan dirinya kedokter Kandungan. Meski ia banyak tahu dengan kesehatan. 

Waktu kelahiran segera tiba, malam itu Yudika menghantarkannya ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit Artika menemui dokter  dan memeriksa bukaannya.

Mereka memasukkan dia ke ruangan bersalin.

"Jadi Artika, tenanglah. Saya menunggumu."

Yudika memeluknya, membelai punggungnya.
Kata-kata dan tindakan Yudika membuat Artika merasa sedikit lebih baik.

Setelah beberapa jam yang menyakitkan, ketika melahirkan keduanya memegangi tangan  putra mereka yang lahir dengan sehat.

"Yudika lihat, aku sangat senang," Artika berteriak dalam tangisan yang melelahkan. 

Artika menatap mata Yudika dan menangis bahagia, orang-orang terdekatnya sekarang adalah Yudika tercinta dan putra mereka yang baru saja lahir. 
"Anakku, aku juga senang memilikimu! Terima kasih atas kebahagiaan kami, " Yudika mencium hidung anaknya.
"Siapa akan kita beri nama si kecil ini?" Tanya Yudika.
"Kita beri nama Arry saja," jawab Artika.
"Itu terlalu pendek'," bantah Yudika.
"Nama lengkapnya, Arri Yudika Putra," sambung Artika pula.
Mata Yudika bersinar. 
"Baiklah, aku suka itu. Arri Yudika Putra," ujarnya lagi mengulang.

"Dia akan segera mewarnai hidup kita," mata Yudika berbinar binar. 
"Lalu, kapan kita memberitahu kakeknya?" Tanyaku.
Yudika tidak segera menjawab. Setelah berpikir sebentar berkata. 
"Segera, setelah kamu siap, juga ibumu." Katanya pelan. 
"Aku akan memberitahu ibuku, setelah beberapa bulan."

"Kamu tahu, orang tuaku tinggal ditempat yang jauh dan aku ingin cepat menyelesaikan studiku baru memberitahu mereka " Ujarnya lagi.
***
Di pagi hari Michael membangunkan Artika dengan ciuman yang tidak biasa dan penuh gairah. 
Artika memperdalam ciumannya, lalu sentuhannya di sekujur tubuh. 
Yudika suka dengan leher Artika dan menggigitnya, lalu menciumnya, menjulurkan lidahnya di lehernya. 
Artika tidak bisa menahan erangan. Dia melepas pakaian, menyentuh dada Artika, membuka bra membelai satu persatu dengan lidahnya.
Kembali ke bibir, mencium dengan longgar, menarik bibir atas atau bawah. 
 Langkahnya cepat, tidak terkendali. Artika mengerang di bawahnya, mencoba menahan  menggigit bibir terlebih dahulu.
Dia menyelesaikan dengan lambat dan berirama.
 
Artika semakin tenggelam di dalamnya. Dia sangat mencintainya! "
Dengan senang Artika  tertidur dalam pelukan tercinta.
Artika berbaring diam, dua puluh menit kemudian, dia memutuskan  untuk bangun. 
Setelah mencuci, dia pergi ke dapur dengan kejutan kecil.
Lagi lagi Yudika mendatanginya dan mencium di bibirnya.
Artika juga menghampiri  dan mencium suaminya di sudut bibir. 
Senang juga ketika anak Artika sudah 3 tahun. 
Ia membuatkan  bubur lunak. Dengan tersenyum Arri anak Artika  melihat kepadanya.
"Jaga si kecil itu, aku akan memasak," kata Artika sambil bangun dari tempat tidur,.
"Aku akan pergi ke kamar mandi dan pergi. Aku tidak akan lama, " kata Artika dan pergi ke kamar mandi.
Artika keluar dari kamar mandi dalam waktu sekitar dua puluh menit dan pergi ke dapur.
"Pergilah menonton TV, sementara aku akan mencuci piring," kata Artika mengumpulkan piring dari meja dan mendorongnya ke pintu keluar.
Dalam sepuluh menit dia sudah bergabung dengan ayah dan anak menonton kartun.
Setelah menghabiskan satu jam Arri tertidur di sofa.

***

Aula itu sangat besar, didekorasi dengan indah. 
Ada banyak orang, kenalan, dan mereka yang saya lihat untuk pertama kalinya. 
Yudika membimbing anaknya berjalan, langkah kecilnya terlihat lucu.
Dia mendukung Arri membawanya keluar membeli es krim.

Artika ditinggal dalam ruangan.
Di antara kerumunan, Artika melihat Sarah, orang yang suka usil dan mengganggunya. 

 "Hai, saya sudah lama tidak melihat kamu." Ujar Sarah kepada Artika.

Artika tidak suka dengan Sarah. Tapi dia teman baik Yudika.
"Akhirnya aku tahu, bahwa kamu sudah menikah," ujarnya pula dengan suara kering. 

"Apa kabar  Sarah," sapa Artika kepadanya.
"Aku baik saja, tapi engkau lebih beruntung dariku. Kita akan lihat seberapa baik keberuntungan kamu," ujarnya sambil tersenyum yang sulit diartikan.

"Apa maksud kamu?" Tanya Artika.
"Apa kakek dan neneknya sudah datang," tanya Sarah yang membuat  Artika terdiam. 

"Kami akan segera pulang, menemui kakek dan nenek anakku," jawab Artika.

"Apakah mereka akan menerima kamu?" Lagi lagi Sarah menghunjamkan sesuatu di jantung Artika.
"Tentu saja; tidak akan kesulitan," jawab Artika pula.
"Cukup jauh juga tempat kakek dan neneknya, tapi pada waktu wisuda Yudika dia pasti datang. Itu hanya beberapa bulan lagi."
Artika terdiam dengan berbagai perasaan yang menggumpal dalam dirinya. 
"Maksud kamu apa iya? Kamu merasa kami tidak diterima iya?" Artika mulai marah. 
"Bukan urusan kamu mencampuri hidupku," Artika mulai menunjukan perlawanan. 
Sesuatu yang tidak diduga Sarah dengan mulut usilnya.

BAB 6 Masalah


Apa kabar  Sarah,'?" sapa Artika kepadanya.
"Aku baik saja, tapi engkau lebih beruntung dariku. Kita akan lihat seberapa baik keberuntungan kamu," ujar Sarah sambil tersenyum yang sulit diartikan Artika.

"Apa maksud kamu?" Tanya Artika.
"Apa kakek dan neneknya sudah datang?" Tanya Sarah yang membuat  Artika terdiam. 

"Kami akan segera pulang, menemui kakek dan nenek anakku," jawab Artika.

"Apakah mereka akan menerima kamu?" Lagi lagi Sarah menghunjamkan sesuatu di jantung Artika.
"Tentu saja, tidak akan ada kesulitan," jawab Artika pula.

" Pada waktu wisuda Yudika dia pasti datang. Itu hanya beberapa bulan lagi." ujarnya lagi.

"'Apakah mereka setuju?" Seru Sarah.

Artika terdiam dengan berbagai perasaan yang menggumpal dalam dirinya. 

"Maksud kamu apa iya? Kamu merasa kami tidak diterima iya?" Artika mulai marah. 

"Bukan urusan kamu mencampuri hidupku," Artika mulai menunjukan perlawanan. 
Sesuatu yang tidak diduga Sarah dengan mulut usilnya.

Iya , waktu Wisuda Yudika tidak lama lagi. Dia akan menyelesaikan Sarjana Kedokteran. 

Meski fakultas kedokteran favorit 
karena masa depannya jelas karena ada segudang benefit kesehatan akan didapatkan dari rumah sakit tempat mereka nanti bekerja.

Namun,  untuk menempuh pendidikan kedokteran bukanlah sesuatu yang mudah.

Menyelesaikan studi Kedokteran 144 SKS, yang  waktunya bisa antara 4 hingga 7 tahun.

Ilmu teori maupun praktek dalam bentuk praktikum. 
Mengikuti ujian atau UTS dan UAS, sesuai dengan tingkat semester saat kuliah. 


Setelah menyelesaikan tugas akhir mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran atau S.Ked. 

Namun, gelar ini belum bisa digunakan untuk menjadi dokter. 

Selanjutnya harus menjalani pendidikan profesi sebagai ko'as.

Sebagai dokter muda  praktek dan terjun langsung ke rumah sakit, bertemu pasien dibawah pengawasan dokter senior.

Mereka membantu dokter untuk mengerjakan tugas-tugasnya. 

Di tahap akhir koas nanti menjalani lagi ujian  Mini Clinical Evalution Exercise (mini CEX). 

Setelah ujiannya lulus,  kembali mengikuti wisuda dan berhak mendapat gelar Dokter (dr). 

Lakukan lagi ujian Kompetensi Dokter Indonesia atau  sertifikasi kedokteran untuk dapat mengobati pasien menjadi dokter.

Terdapat dua jenis tes yang harus diikuti, yaitu ujian tertulis  dan praktek.


Setelah selesai, pada saat inilah Yudika akan mengucapkan Sumpah dokternya.

Semuanya itu telah dijalani oleh Yudika dan menunggu pekantikannya 


Untuk dua bulan ini ia harus libur untuk bertemu orang tuanya ditampung mempersiapkan wisudanya lagi. 

Inilah masa masa sulit bagi Artika. Suaminya itu tidak membawanya pulang untuk bertemu dengan ibu dan neneknya Arri Yudika Putra, anak semata wayang mereka yang telah berumur 3 tahun.


"Aku tidak bisa membawamu pulang, jadi izinkan aku pergi," kata Yudika.

Artika hanya dapat pasrah, karena Yudika memutuskan demikian.
"Ada masalah dengan perkawinan kita?" Tanya Artika.
"Mungkin sedikit, tapi aku akan mengatasinya."
"Orang tua kamu tidak setuju iya?" 
"Jangan pikirkan itu," Yudika mengelak.
"Ceritakan saja," desak Artika.
"Ayahku ingin aku pulang ke desa dan bekerja disana, apa pendapat kamu?"
"Aku setuju saja, tapi tidak sekarang. Aku tidak siap meninggalkan Jakarta."
"Jadi tunggu saja, orang tuaku akan datang. Kita akan memutuskan. " 

Artika melepas Yudika pergi. Hilang segala cinta dan segala permainan mereka yang biasa menggairahkan. 

Dua bulan setelahnya Yudika akan kembali. Namun Artika telah tahu apa yang terjadi.

Sandra Gadis yang cemburu dengan kebetuntungannya bertemu pada suatu pagi.
"Kamu ingin berita dariku?" Tanya Sandra.
"Katakan saja," jawab Artika dengan dada berdebar.
"Suamimu kawin lagi," ujar Sandra pendek.
"Jangan membuat fitnah," kata Artika tidak percaya.
"Tanyakan saja," jawab Sandra berlalu.  Ia cukup puas mengatakan berita pendek itu untuk Artika.

***

Hal itu terjadi. Orang tua Yudika ketika datang memilih untuk tidak bertemu dengan menantunya Artika.


"Apa yang terjadi? Kenapa aku tidak bisa menemuinya?"
"Tenang saja, aku masih mencintaimu."
"Cinta saja tidak cukup, aku ingin tahu seutuhnya." 
"Kamu sudah menikah lagi, tanpa seizinku." Ujar Artika.

 Yudika mulanya memilih diam. Lelaki yang katanya mencintai itu bungkam.


Namun tuduhan terakhir itu membuat dia buka suara.
"Apakah Sandra memberitahu kamu?"
"Iya," jawab Artika  
"Perempuan itu memang bermulut ular," Yudika mengatupkan gigi.

"Katakan saja kebenarannya!" Desak Artika. Yudika diam, sulit sekali mengeluarkan kata kata.
"Aku bisa menuntut kamu."

Teriak Artika.


"Tapi kamu adalah istri pertama," ujar Yudika tiba tiba.
Artika tersentak.
"Jadi benar bukan? Kamu mengkhianatiku?"
"Hanya menikah siri, "
Mata Artika terbelalak dan sinar matanya berkilat. 
"Jadi pergi saja kamu sebelum aku melempar kamu."
"Dengar penjelasanku Artika."
"Pergi..!!" Teriak Artika dengan suara serak.

***


Artika tidak datang ke acara wisuda Yudika.

Ketika wisuda berlangsung adalah nestapa bagi Artika. Tidak ada yang mengharapkan dia hadir disana.

Malamnya si kecil ditemani hanya pembantu, ketika Yudika juga tidak pulang.


Artika merasa jijik melihatnya. 

Artika tenggelam dalam kemeriahan lantai klub dansa malam itu.

Ada lelaki tampan yang ditemuinya dilantai dansa.

Jika Yudika berkhianat, jangan salahkan wanita berbuat hal yang serupa.

Kepalanya terasa berat karena memikirkan banyak masalah. Minum dan musik bisa menyelesaikan masalah itu. 

 Yudika dengan keluarganya berakhir dengan cara menyakitkan bagi Artika.

Salah satu cara bisa menghilangkan stres itu adalah, dengan menenangkan saraf . 

Musik dengan volume suara penuh.

"Yeah yeh..huh!" Artika meneriakkannya keras-keras, tumpang tindih, bergerak dalam lautan dansa di sebuah Klub malam. 

Artika bahkan tidak menyadarinya. Mabuk dan kepalanya yang berat. 
Pergaulan bebas telah menjadi miliknya saat itu.

Dia berkenalan dengan lelaki atau siapa saja di klub itu. Artika tidak peduli.

Ada Andris yang membungkuk dan mengangkatnya ke dalam pelukannya.

Andris yang gagah, dengan kemeja gelap dan mahal menemaninya.

Artika minum terlalu banyak, sehingga ia tergeletak begitu saja di didepan meja Andris. 

Andris membawanya dalam keadaan mabuk.

Sebuah hotel adalah persinggahan terdekat  mereka.  Artika   telanjang di balik selimut.

Pakaian yang memisahkan mereka tidak menghalangi Andris untuk merasakan kelembutan menggoda dari daging wanita yang subur.

Artika sudah menebak apa yang akan terjadi pada saat berikutnya.

Ciuman yang langsung menyelimuti Artika tanpa batas.

Lidah Andris menembus bibirnya yang terbuka, menuntut kemesraan yang lebih.

Namun dengan terengah-engah Artika akhirnya menarik bibirnya dari bibir Andris.

Lelaki itu menatap gadis itu dengan mata kabur dan menciumnya dengan ganas. 

"Aku membayarmu," ujar Andris.
"Simpan saja uangmu, aku tidak membutuhkannya. 
"Benar tidak? Aku punya banyak uang."
"Aku juga, apa kau pikir aku wanita panggilan?"
"Jadi tidak?" Andris berhenti mencium Artika.
Dia melemparkan puluhan lembar ratusan ribu kepada Artika.
"Kamu butuh ini," teriaknya.
Artika melemparkan uang itu kembali. 
"Uangku lebih banyak." Ujarnya.
Andris memperhatikan wanita itu, tas mahal dan pakaian yang mewah.
Dia kehilangan nafsunya. 

"Aku seharusnya tidak menciummu." kata Andris merasa menyesal.

"Apakah kamu sudah menikah?"
" Iya," ujar Artika.
"Kalau begitu, maaf aku membawamu ke-ranjang ini."

"Kamu tidak perlu meminta maaf," kata Artika dengan suara terengah-engah.
"Aku tidak berhubungan dengan wanita bersuami."

Artika menahan dorongan bawah sadar karena itu adalah ciuman yang juga diinginkannya setelah dua bulan tidak disentuh Yudika.

 Itu berakhir dalam penantian yang mengecewakan.

Andris membuatnya gemetar , dan Artika tahu  jika Andris mencoba mendapatkan sesuatu yang lebih, dia tidak akan menolak. 

7.Selingkuh


Bab 7 Selingkuh .


Ciuman Andris membuatnya terkejut dalam kegembiraan yang memabukkan.

Tiba tiba, pertanyaan  keluar dari bibir Andris.

"Mengapa kamu mau kucium, pada hal kamu sudah punya suami?"

"Jangan tanya itu," sahut Artika.

Bibir tebal Artika melengkung membentuk senyuman menggoda. 

"Kamu menarik, " ujar Andreas pula.

Dan Artika senang pria yang sangat tampan ini menganggapnya menarik. 

"Apa pekerjaanmu? " Artika bertanya dengan nada santai.

" Keuangan,  menghabiskan sepanjang hari di meja dan angka. Pekerjaan yang cukup membosankan."

Andris masih ingat rasa bibir  dan keinginan  merasakan kembali kelembutan lembut tubuh wanita itu. Namun hatinya juga menolaknya .

Aku tidak akan mengganggu wanita yang bersuami ,  pulang saja," ucapan terakhir itu agak melukai Artika dalam dingin dan sejuk kamar hotel.

"Apa pedulimu, kalau bersuami dan sekarang dia kusebut mantan suami?"

"Apa?"

"Aku menceraikannya. Lelaki tidak setia kepada pasangannya."

Dia mencondongkan tubuh ke

Andris  dan menempelkan bibirnya ke bibirnya dalam ciuman panjang.

Jari-jari Andris membuka kancing kemejanya.

"Kau yang memaksaku," suara serak Andris.

Bagi Artika, setelah menikah dengan Yudika sekarang ada takdir untuk merasakan manisnya dosa.

Ia mendesak lelaki tampan itu. 

Andris membuka kancing bra-nya dan, lelaki itu mengagumi kebulatan payudara Artika yang subur dalam cahaya yang redup.

Artika telah merawat dirinya dengan baik. Fitness, nge-Gym, perawatan kecantikan, yoga dan kegiatan lainnya yang membuat tubuhnya tetap kencang. 

Jari-jari pria itu mulai membelai lembut payudaranya, memainkan dada merah muda lembut dan langsung mengeras. 

Artika tidak memperhatikan bagaimana pinggulnya mulai bergerak dengan sendirinya. 

Seluruh dunia di sekitarnya menghilang, hanya ada Andris dan kasih sayang yang dia berikan padanya.

Mulutnya yang berseni terus mengelus dadanya membuat tubuh Artika berdebar-debar penuh gairah. 

"Teruskan," dia mengerang memohon ketika dia akhirnya menyentuh titik yang paling dia dambakan untuk kasih sayang.

“Tahan sedikit lagi…” kata Andris tiba-tiba, kelelahan karena keinginan yang terpuaskan.

Wajah Andris kabur di depan matanya. Kedua tubuh itu menyatu dengan erangan.

Menembus daging yang panas dan kejadian tidak terduga.

"Jangan berhenti," bisik Artika memeluknya.

Andris, dengan patuh, membimbingnya melewati gairah yang berpendar.

Dengan hati-hati membungkus wanita itu dengan selimut  memeluknya dan mencium keningnya.

"Ini tidak apa," gumam Artika membenamkan wajahnya di bahunya.

"Sekarang ini urusanku," kata Andris, mengangkat dagu Artika dengan jarinya dan menatap wajahnya .

"Kamu akan menjadi kekasihku," ujar Andris.

" Mengapa aku mau menjadi kekasihmu? Apa yang kamu tawarkan? Uang? Aku juga punya" Artika membanggakan diri. Dia tidak butuh laki-laki untuk hidup bersama saat ini.

Andris melengkung menjadi seringai percaya diri, menatap Artika. 

Ia mengagumi rambut hitam Artika di bagian belakang kepalanya dan menyentuh sampai hampir kepinggang.

Kedua insan itu tertidur dalam lelap. 

Ketika Andris tertidur, Artika membenahi dirinya memakai pakaian dan sebelum pergi mengambil ponselnya dan mengklik lelaki yang tidur lelap itu. 

Meski hari sudah terlalu malam, Artika pulang ke Apartemen untuk beristirahat. 

***

Artika mendengar deringan telpon dari ponselnya dan melihat nama Yudika. Ia tidak menjawabnya.

Ada lagi nomor tidak dikenal, ia juga tidak mengacuhkan.

Dirinya kini merasa tidak berharga, setelah kejadian semalam.  Lelaki yang diharapkan telah mencampakannya.

Ia tidak boleh larut dalam kesedihan. 

Ia mulai berpikir untuk rencananya kedepan. Wanita itu penuh cita-cita. 

Ia telah menyelesaikan program  D4 program vokasi perawatan.

Program vokasi yang diikutinya pada keahlian tertentu dibidang perawat, belum cukup dan ia harus menambah lagi.

Pendidikannya setara dengan S1, tapi tak sama. Itulah program D4 –   bergelar S.Tr.Kep (Sarjana Terapan Keperawatan). 

Belum bekerja karena belum membutuhkan tapi punya uang, Artika ingin melanjutkan ke program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit . 

 Ia ingin meng-ujutkan cita cita ayahnya agar dia dapat mendirikan atau menjadi pemimpin, pengelola,  manajemen rumah sakit.

Ada beberapa aset orang tuanya untuk modal atau bekerja sana dengan rumah sakit swasta besar.

Modal juga bisa dari Bank dengan jaminan.

Kini mungkin dia bisa berbicara dengan ibunya di Amerika, namun Artika sangsi untuk membicarakan kegagalannya.

"Apa kabar ibu?" Tanya Artika menelpon ibu.

"Kamu menelpon ibu, apakah ada masalah?" Tanya ibunya.

"Tidak ada, aku cuma rindu ibu," jawab Artika. 

"Kau tidak pandai berbohong Artika, pasti kamu punya masalah."

"Tidak juga, tapi menantu Yudika sudah menyelesaikan seluruh study kedokterannya dan mau menetap ke desa."

"Kamu tidak siap iya? Semua dokter baru kabarnya begitu."

"Tapi aku ingin terus jadi perawat, mungkin aku terus saja ke pendidikan lanjut."

"Apakah kamu mau disini? Amerika?"

"Aku sudah punya anak bu,"

"Ibu bisa membantumu."

Tapi usul ibunya boleh juga. Bersekolah di Amerika. 

Ia harus menyelesaikan beberapa persyaratan terlebih dahulu seperti TOEFL dan persyaratan lain.

Lebih baik begitu, daripada terperosok dalam pergaulan bebas dan panasnya kota serta klub malam.



 ***


Michigan merupakan sebuah negara bagian Amerika Serikat. Negara bagian ini terletak di bagian tengah.


Michigan paling indah di sepanjang garis pinggir Danau Michigan dan Danau Huron.

Citra perkotaan menjadi hidup dengan cakrawala kota Detroit dan denyut  industri transportasi Amerika.

Pemandangan dan warna Michigan  pohon sakura yang mekar dan ladang lavender di musim panas.

Ada begitu banyak tempat indah untuk  di Michigan .

Sebuah Universitas yang memiliki rumah sakit tempat study Artika bekerja dengan siswa internasional dari seluruh dunia. 

Program  keperawatan,  dan peneliti internasional untuk menjadi bagian dari komunitas belajar study keperawatan. 

Dari mahasiswa doktoral  pengalaman klinis di Universitas Michigan dengan peluang pendidikan.

University Hospital adalah rumah sakit  berlantai 11 dengan 550 tempat tidur.

Rumah sakit ini memiliki peralatan diagnostik, laboratorium klinis, ruang operasi dan unit rawat inap.

Artika tiba di awal bulan Juli lalu memulai studynya.

Ia sekolah dan praktek di bangsal rumah sakit yang berbeda dan pada giliran lain  belajar diruangan. 

Dalam belajar mahasiswa mendiskusikan teori kebijakan, pengalaman sosial dan mengambil bagian praktek dalam kelas simulasi. 

Mahasiswa belajar saat diawasi kamera oleh sesama mahasiswa dan dosen. 

"Apa pelajaran kita sekarang?" Tanya Artika kepada temannya Deborah.

Mahasiswi kulit putih berambut pirang itu menegaskan kepalanya. 

"Praktek di klinik RAM '' 

Para mahasiswa di Universitas itu menjalani praktek lapangan dan juga kerja sosial. 


 RAM memberikan bantuan perawatan medis bagi pasien, untuk gigi, kesehatan wanita dan mata.


Pasien yang datang ke klinik dan pada hari yang sama meninggalkan klinik dengan kacamata baru atau mencabut gigi secara gratis. 


Tempat pasien adalah kemah di tempat parkir .

Mereka dirawat ditempat itu atau mengantri berjam-jam sampai mereka dapat giliran.


 9. Liburan Musim Dingin 
 
 
 Musim dingin bukan hal yang menyenangkan bagi Artika. Ia tidak biasa dengan suhu yang sangat rendah.

Wajahnya terasa kering dan kasar .

Ibu Artika sudah mmengingatkan untuk memakai moisturizer dan foundation setiap malam.

Walau sudah pakai krim, tetap saja di beberapa bagian terutama pipi dan sekitar dagu terasa kering.

Ia membungkus dirinya dengan pakaian tebal. Itu masih ditambah lagi dengan piyama, sweater, atau baju luar lainnya. 

Sementara itu untuk bawahannya Artika sudah pakai legging yang nyaman. Dia memakai lagi kaos kaki. Makin tebal kaus kakinya makin bagus dirasakan oleh Artika.

Ibu Artika menyuruhnya memakai bahan kulit sintetis yang lumayan tebal disertai topi wol dan ear muffs.
Alat anti kebisingan Atau ear muffs  itu berguna untuk meredam dinginnya telinga.
Kalau pergi, ia memakai sepatu boot yang dibuat khusus untuk kondisi winter. Long boot yang bahannya dari kulit  dan  terasa hangat dikaki. 


Main ski biasa di atas tanah yang melandai lalu melesat dan meluncur turun .

Sementara cross country skiing dilakukan di tanah datar . Bisa dilakukan di mana pun, tidak harus ke ski resort. 

Di hutan atau taman nasional pun dapat dilakukan. 

Pengalaman musim dingin  yang klasik adalah berseluncuran di es bersalju. 

Tapi Artika hanya melihat saja ketika teman temannya meluncur di es bergerak lincah. 
"Aku tidak bisa, aku akan melihat saja kalian bersenang-senang," ujar Artika.

Meski ia sudah membawa masker, pembersih tangan, sarung tangan, dan pelindung wajah tetap saja ia merasa kedinginan dan limbung dengan sepatu skinya.

Albert yang sabar mendampingi  Artika. Keduanya memilih berbincang bincang ditempat duduk yang bagus.

"Kenapa kamu memilih aku menjadi  Perawat ketika kamu dirawat di rumah sakit ?" Tanya Artika.
'"'Ingin saja," jawab Albert. 
"Sesuatu yang berbeda "
"Dinegeriku pasien tidak bisa memilih perawat," 
Albert tertawa.
"Aku tidak tahu Indonesia, temanku pernah ke Bali dan Thailand tapi belum Indonesia."
"Bali adalah Indonesia," ujar Artika. 

"Begitu iya, temanku bercerita yang menarik tentang Bali. Suatu kali aku  akan pergi kesana," kata Albert antusias. 

Albert menemaninya duduk, tapi kemudian mungkin dia jenuh.
"Kamu mau bermain? Pergilah. Aku akan duduk atau berjalan sedikit." Ujar Artika. 

Artika bangkit dan berjalan mencoba sepatu ski-nya, namun ia merasa gerah sendiri karena malu belum ahli. Jadi dia lebih banyak duduk dipondokan resort itu. Albert bergabung dengan mereka bersenang-senang. 

Artika menunggu teman temannya selesai dan beristirahat.

Selesai mereka kembali kepondok resort. 

Laura dan Richard sangat mesra dan kadang kadang mereka  berciuman. 
Tapi Mailini tampak malu malu dengan David.

Artika dan Albert hanya berteman dan belum pernah berkencan. 

Belum ada hubungan spesial diantara mereka. 


Artika akhirnya hanya meluruskan kaki di salah satu tempat pondok resort.
"Besok kemana lagi'?" tanya Laura.
"Aku ingin memancing dan bermain di Danau." Sahut Albert.
Richard dan David setuju. 

Michigan memang memiliki banyak pilihan untuk memancing dan melewati musim dingin.

Malam begitu panjang dan siang hari menjadi pendek.

Wisata memancing dari Albert, Richard dan David Seagal membawa mereka ke danau St Clair.

Lake St Clair terletak di antara Danau Huron dan Danau Erie, yang terhubung melalui St Clair River dan Detroit River. Kedua sungai jernih yang memasuki danau.

Air tawar yang banyak  memastikan populasi ikan juga banyak .

Itu adalah tempat indah untuk tujuan memancing.

Ikan lele raksasa, pike dan bass largemouth adalah beberapa ikan yang mungkin  temui.

Kejernihan air yang sangat baik menarik banyak pemancing sepanjang tahun, dengan memancing es juga populer di musim dingin.

Namun sekarang danau membeku, garis pantai Danau suhu turun hingga minus  20 derajat . Orang bisa  berjalan diatas danau .

Es menutupi garis pantai Danau ketika suhu turun sangat rendah.

Lapisan es terbentuk di sepanjang pantai Danau Michigan.
Mereka dapat menginjak Danau yang luas diselimuti es.


 

***

Setelah itu untuk selanjutnya Artika ada dirumah bersama anaknya
Arri Yudika Putra.
"Lebih aman dirumah, musim dinginnya melelahkan, " ujar ibu Artika .

Ayah tirinya Charles dan adiknya Alvin serta Angel tidak setuju.

Mereka juga ingin menikmati liburan musim dingin. 

tertawa melihat Artika menderita dalam musim dingin. 

Charles ayah tirinya mengajak wisata keluarga.
"Lebih menarik lagi mendaki Air terjun di Eagle River, " berbicara Alvin.
Ia menceritakan Air terjun membeku dan mendakinya dengan mudah.
"Artika dan semuanya pergi menikmati puncaknya winter di Eagle River. 

Ketika kekuatan besar dari air terjun yang deras dan berjatuhan menjadi berbeda dimusim dingin .

Tempat itu menjadi tontonan karena membeku membentuk dinding es dari atas kebawah dan sebaliknya

Di musim semi dan musim panas air terjun menderu-deru, tetapi di musim dingin mereka mengeras dan tidak bergerak.

Ketika  winter di Michigan dan juga dibenarkan tempat 
 panjat es air terjun itu adalah salah satunya yang menarik.

Dinding es bisa jadi tembok besar dengan es utuh.

Tergantung pada cuaca dan suhu, es yang Anda temui bisa keras, lunak, rapuh, keras

Penurunan suhu yang ekstrem dapat menyebabkan es terbentuk dalam 48 jam, tetapi belum tentu memiliki banyak kekuatan atau  untuk memanjat. 

Satu ayunan kapak es bisa runtuh dengan segala kerapuhannya. 


Beri waktu untuk membentuk ikatan yang kuat.


 Michiganders, Pendakian Es Peabody di Fenton, Michigan merupakan tempat pelatihan yang lebih mudah diakses .

 Es yang rapuh  dapat pecah di saat mengayunkan alat es ke dalamnya. 

 

 

"Tidak boleh mendaki yang terlalu tinggi," kata Charles ayah tirinya kepada anaknya Alvin.


Beberapa air terjun kecil mudah diakses dari sisi jalan, sementarabyang lain terselip di hutan .

Para pengunjung mengikat sepatu salju  mendapatkan pemandangan indah air terjun.

Paling tinggi Air Terjun Eagle River: Terletak di setinggi 40 kaki  di sepanjang sisi jalan tepat di pusat kota Eagle River.

Memanjat tebing air terjun membeku membutuhkan banyak perlengkapan dan keterampilan.

Dibutuhkan peralatan khusus seperti kapak es yang dipegang dengan tangan untuk menggali es , dan crampon yang menempel pada sepatu bot .

Alas kaki yang runcing untuk memberi kaki cengkeraman lebih pada permukaan yang licin.
"Apa kamu bisa?" Tanya ibu Artika. 
"Lihat cucu ibu, aku akan mencoba kegiatan yang menarik ini."
 Charles Edwin ayah tirinya memperhatikan.
"Saya bisa, kakak juga bisa. Ini tidak sulit," ujar Alvin.

Pengalaman memanjat es bagi Artika dimulai dari adiknya Alvin yang sudah meningkat remaja. 
Setibanya diatas, melihat betapa menakjubkannya pemandangan dari atas sana,  Danau Superior tanpa daun di pepohonan.

Artika dan Alvin serta ada pemandu mengajarkan cara "mengait" atau meletakkan kapak es. Bagaimana menempatkan kaki di es .

Menariknya dalam kegiatan ini Artika mendaki es beberapa kali tanpa jatuh, juga dia bisamelintasi beberapa area yang lebih sulit. 
Ibunya melihat dengan berdebar-debar. 
Charles memperhatikan kedua mereka memanjat es, Artika yang kedinginan. 

Itu adalah hari yang luar biasa untuk mendaki es di Upper Peninsula bagi keluarga Charles. 

Artika bersama keluarganya sudah cukup bersenang-senang.

Dengan sedikit jiwa petualang, panjat es di Pictured Rocks National Lakeshore adalah kegiatan menarik.

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Jepang dan Amerika

13 Cerita Anak-anak yang Menyenangkan Dari Seluruh Dunia

PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN PERANAN MAEDA