11-15. Berbagi Cinta

11.Cinta Dato

Selesai dengan pekerjaan, aku mulai melamun. Teringat hidup yang kujalani, tidak semuanya berjalan mulus.

Aku teringat istri Dato Raf yang pertama kali kulihat di salon.

Aku merasa ada jejak cinta antara aku dan Dato Raf yang tidur denganku. Jejak yang.
mulai terasa.

Aku telah merebut Dato Raf dari istri syahnya.

Bagaimana kalau wanita itu tahu?Tiba tiba aku merasa dunia ini tidak adil kepada wanita. Aku merasa kasihan kepada istrinya Dato Raf.

Apakah aku cukup menanggapinya saja dengan maaf dan ucapan ringan atas perbuatan itu?

Aku tersenyum, yang sangat jarang kulakukan, dan sesaat wajahku maka aku mengingatkan pada sesuatu yang lain.

Aku memikirkannya, sampai Dato Raf mengejutkan dengan teleponnya yang berdering .

"Sabtu siang aku akan mengunjungi kamu," lalu dia menutup telepon setelah berbasa basi sedikit.

"Aku tidak kemana mana," jawabku.

Sabtu siang itu Dato Raf datang. Aku menyambutnya. Tapi ada sesuatu yang ingin disampaikan Dato Raf.

"Aku akan melakukan perjalanan bisnis, selama satu bulan.Ke Amerika." kata Dato Raf.

"Dan ibu Betty? " Aku tiba tiba saja menebak.

"Ikut, dia mau ikut juga." jawab Dato Raf pendek.

"Tentu saja, dia tidak mau ditinggal, " ejekku.

"Apa maksudmu," suara Dato Raf meninggi dengan aroma tidak senang.

Aku diam.

"Kau cemburu?"

"Aku juga istri Dato, " kataku seperti peluru, tajam menuntut dan sengit.

"Kita dalam perjanjian, ingat?"

Tentu saja aku ingat. Perjanjian yang tidak adil, protesku. Tapi itu cuma kukatakan dalam hati.

Lalu ritual yang biasa dimulai. Dato perlu menenangkan aku dulu sebelum memulai.

"Aku juga bingung, membagi hati ini sulit."
Matanya tampak sayu sehingga aku merasa kasihan.

Sebelum ia meminta, aku mencium bibir Dato Raf. Aku sudah mempersiapkan diriku dengan pakaian seksi dan tubuh wangi.
Dato Raf kembali bergairah, memelukku.
Dato Raf mencium bibirku, lalu bermain main didadaku. Aku menikmati ciumannya yang panjang dan menuruti permainannya mengeluarkan suara gairah dan sedikit berdesah. Namun itu tidak lama karena kemudian aku betul betul bergairah.

Aku tidak berputar pura, bibirku terasa panas ketika Dato melahapnya.

Tangannya yang mengusap seluruh tubuhku. Kini aku betul betul mengerang dan meminta.

Dengan pelan pelan Dato melepas sisa kain yang terakhir ditubuhku dan siap menerima apa saja yang dilakukannya.

Dato Raf menggerakan pinggulnya, naik dan turun.

Aku terus meminta, sampai aku puas dan Dato ereksinya dan merasa yuniornya sudah mulai kendor.

Namun disaat yang bersamaan aku juga telah puas, terkapar di ranjang kelelahan.

"Dato kuat sekali, dan aku puas." bisikku tersenyum. Aku tahu Dato Raf senang aku mengatakannya.

Siang itu aku tertidur, kepuasan ini tidak setiap hari kurasakan. Mungkin gairahku sedang bangkit dan sangat membutuhkan.

Ketika aku terbangun, aku menginginkannya lagi. Namun Dato Raf tampaknya enggan.

Ia masih tidur lelap, sampai malam dan ketika aku mengguyur badan dishower. Aku membayangkan mandi berdua. Namun Dato Raf tidak melihatku dishower. Malam terasa hambar.


Besok siangnya Dato Raf pergi. . Aku menghela napas panjang. Aku tak tahu, apakah merasa senang tidak diganggu Dato Raf selama 1 bulan, atau cemburu kehilangan pelindungku.

Entahlah

***

Aku duduk lagi di kafe pavoritku.
Kopinya masih panas. Aku  terus mengaduknya dengan sendok.

" Hai, " suara yang kukenal bergema.Suara gembira Ronald seperti dalam mimpi yang membuat tubuhku melayang.

"Istirahat dan saatnya untuk datang," ujar Ronald.

Seperti sudah janjian, duduk satu meja didepanku.

Ronald  memesan ayam dan kentang, lalu salad dan kolak buah kering.

Pelayan mengomentari setiap hidangan , menyarankan sebuah pilihan lain, tetapi pria itu memberinya senyuman yang mempesona menolak tawaran yang ditujukan kepadanya.

Aku ditawari, aku juga menolak.

"Pacarku lagi diet," jawabnya untukku.

Minum kopi dan aku terus mengaduknya dengan sendok seolah olah belum cukup tercampur.

Sebenarnya aku sedang uring uringan, berbarengan dengan kesal. Entah kepada siapa. Aku juga tidak tahu. Mungkin pada diriku sendiri. Aku  hanya tersentak dengan perkataan Ronald terakhir.

Dia menyebutku pacar.

"Siapa ? pacarmu, aku?"

"Tidak, aku bercanda, kecuali kalau kamu mau."

"Aku bukan pacarmu." Kataku.

Lalu aku menanyakan lagi tentang Mirna, ketika aku menjadi pacar dadakan.
"Akan menikah, omku tidak mendesakku lagi."
Aku tersenyum sambil berdehem.
"Engkau menculikku, dan sekarang tentunya semua sulit."

"Benar, pamanku adalah orang tuaku disini. Dia ingin melihat kita bersama. Untungnya aku tidak tinggal disana."
"Dimana kamu tinggal?"
"Apartemen, aku mau mengajak kamu kesana."
"Aku tidak akan pergi ke apartement bujangan." Kataku.

Lalu dengan serius aku bertanya,

"Apa kamu tidak kerja, hidup enak dan pakai motor gede  setiap hari..."

" Aku juga bekerja, mungkin kini lebih keras, karena paman ingin istirahat dan melepas usaha itu sepenuhnya  kepadaku."

"Kamu kerja dimana?"
"Lihat saja pekerjasnku!"Ujarnya.

Ronald mengedikan matanya, kulitnya bergerak makan siangnya.


"Aku ngaku, hanya kamu, dari pada terus mimpi , bagus kalau bertemu kamu."

Lalu diam. Aku ingin tahu lebih.

"Ayo, buktikan. Kau kerja dimana,."

Ronald tiba tiba mengeluarkan dompetnya, mengambil kartu nama.Tapi tidak jadi. Ia menarik diri dan memasukan dompetnya kesaku celananya kembali.

"Ayo, pergi bersamaku."

"Tidak"

."Sebentar saja."

"Aku tidak mau naik motor."

Aku membayangkan penampilanku menjadi awut awutan.

" Tidak? Betul.betul tidak?" Tanyanya.

"Bagaimana kalau dengan mobil? Kamu mau?"

Lalu dengan senyum riang dia berkata.

"Aku beruntung, selalu beruntung. Aku bawa mobil, ayo ikut aku."

Aku celingukan, lagi lagi aku terpesona mengikuti kemauannya. 

Akhirnya memutuskan untuk pergi setelah menelpon Mia bahwa aku ada keperluan dan terkambat 

Keinginan ini lebih jauh mengalahkan ketakutanku.Tenyata ada mobil mitsubishi  sport, aku masuk kedalam mobil.

Berseliweran di beberapa jalan, aku sampai disebuah kantor. Satpam  berlari menyambut dia dengan penuh hormat. Mereka masuk kantor. Ternyata itu adalah kantor sebuah perusahaan kontraktor Pembangunan dan tidak disangka, kantor itu milik Ronald.

"Ini hasil karyaku," kata Ronald.
"Milik ibuku dulunya sebelum pergi, tapi lebih banyak dibantu pamanku."

"'Iya, lebih banyak yang membantuku, karena aku tidak suka dikantor."

Kekaguman tampak dimataku. Kekaguman berubah menjadi  simpati.

Mugkin inilah pangeran impian itu. Pangeran berkuda yang menjadi impian setiap Cinderella.

Bibit bibit cinta yang lain timbul dalam diriku.

Bibit bibit yang sekaligus pengingkaran perasaan yang tidak bisa kulawan.

"Ayo masuk."

Aku  masuk, seorang sekretaris cewek bersibuk dan membawa map surat. Meletakan di meja Ronald dan pergi.

Sekretaris cantik berwajah imut itu membuat aku membandingkan dengan dirinya.

"Maaf, aku kerja sedikit. Nyamankan dirimu, mungkin  minum atau apa saja, ada kulkas." Aku melihat kulkas didekat itu.

Aku menatap sekeliling, memperhatikan sejenak. Lalu membiarkan lelaki muda itu bekerja .

Menanda tangani surat sebelum mengajakku pergi lagi.

Seorang pria masuk dan melaporkan sesuatu. Proyek dan Ronald tidak terlalu menanggapi.

"Selesaikan melalui pak Jody, dia sudah biasa menangani. Ikuti kebijakannya," kata Ronald.

Pekerjaan yang membosankan, kata Ronald.

"Ayo, kita pergi lagi."

"Melihat sesuatu yang lain. Merasakan sensasi."

 


12.Ronald

Aku mengikuti Ronald. Mengikuti langkahnya.

"Kau tidak suka naik motor ? Rasakan sensasinya. Inilah kebebasan."
"Aku tidak mau naik motor," aku menolak.
"Betul tidak?" Tanyanya.
"Tidak, duduk mengangkang lagi?"
"Sayang sekali, kau rasakan sensasinya ketika duduk diatas motor. "

Motor gede dan helm di parkiran dan penjagaan satpam yang hormat.
Dia menawariku naik motor gede itu lagi. Aku tetap menggeleng.
"Baiklah, naik mobil lagi."

Aku melupakan Dato Raf. Melupakan duniaku. Perasaannya dan entah apa lagi sampai ke sebuah apartemen.

"Pergi ke apartementku ?:

"Tidak," kataku.


"Atau ketempat kamu?"

"Aku harus kekantor."

"Baikkah.Terima kasih atas waktunya."

Mobil itu pergi dan melaju sampai ke kantorku.

"Direktur yang eksentrik." kataku.


"Aku punya hobbi. Kau tahu? Kalau  diatas motor ini seolah olah kebebasan tidak terbatas. Aku suka kebebasan."

Ronald seperti bersajak. Aku  hanya mendengar saja.

Kebebasan tanpa batas? Ini seperti menyindir dirinya, ketika kebebasannya terjual. Ia tidak berhak bahkan untuk dirinya sendiri. 

Pasti lebih baik jadi diri sendiri.

Aku mulai membenci diriku. Masuk ke parkiran mobil yang ditatap satpam sore itu. 

Rekan sekantorku tidak ada lagi dikantor. Jam kerja telah usai dan aku membolos pergi.

Aku  juga tidak konsentrasi.  Beberapa kali mobilku hampir menabrak sesuatu .

Aku  sampai di Apartemen ketika malam  sudah jatuh.

Malam menjelang, kebebasannya mungkin menanti lebih awal dengan kepergian Dato Raf satu bulan lebih.


***

Sudah 3 hari ini aku  tidak ketemu Ronald. Aku tetap duduk dikafe  seperti menunggu. Rasa sepiku muncul dan Dato sudah pergi. 

Kali ini aku  sengaja duduk di dekat jendela. Kopinya benar-benar dingin. Porsi makan sudah kuhabiskan sejak tadi .

' Halo!" Suara Ronald yang aku kenal ssngat nyaring.

"Apakah kau menungguku?" Tanyanya.

Aku mengangkat kepala menatapnya.

"Tidak, aku tidak menunggu siapa siapa," sahutku.

"Aku duduk didepanmu, gadis pengelamun, semoga kamu tidak keberatan. "

"Tidak ada alasan untuk melamun, " jawabku tanpa mengalihkan pandangan di jendela. Membiarkannya duduk didepan. Mobil lewat dengan sibuk.

"Kamu gadis misterius?" Ujarnya lagi.

"Apa? Mengapa kamu katakan aku misterius?'"


"Iya.iya, tapi mungkin engkau bisa berbagi beban agak sedikit. Kamu agak sedikit rahasia, mungkin ada beban." Ia mulai lagi. 

"Beban apa?" Tanyaku bersikap tak acuh.

Ronald itu berpikir dan menghela napas dalam dalam.

"Saya tahu sesuatu telah terjadi dengan kamu entah apa, kamu, memikirkan sesuatu. Dan sesuatu itu mungkin cukup berat "

Mataku makin membesar, seberapa tahu dia bebanku. Aku mulai memperlihatkan sikap tidak senang .

"Maaf, aku cuma menduga."

"Apa yang kamu duga?" Hatiku berguncang.
"Kamu."
"Aku?" Dia kelihatan ragu ragu. Ia menahan bicaranya.

"Baiklah aku cuma menduga, mungkin aku salah, lupakan saja ?" Ronald tidak  mau membuatku marah. Tapi dia meneruskan juga ucapannya .

"Aku tidak tahu alamat kamu, identitas kamu disebuah alamat disuatu tempat, tapi kamu tidak tinggal disana."

Kali ini detak jantungku lebih cepat.

"Kau mememata mataiku terlalu jauh." Mukaku merah.

"Aku cuma ingin berkunjung, karena aku ingin mengenal kamu lebih dekat."

Ronald  mulai kepada titik yang tidak kumau.

"Jangan memata mataiku."  Ujarku lagi, pikiranku melayang jauh.

"Apakah kamu betul betul tidak tahu diri? ." 
"Maksudmu memata mataimu? Salahkah itu? Salahkah kataku tadi? Karena aku sayang kamu?"

"Apa definisimu untuk sayang ? Kalimat itu mungkin banyak kau gunakan untuk merayu gadis, sudah berapa banyak korbannya?"

"Merayu ? Apa aku merayu?" Ronald  pura pura bodoh.

"Tentu saja, bego."

"Baiklah, baiklah, aku mengaku, tapi itu tidak salahkan?"
"Salah!" Jawabku.
"Apanta yang salah?"

Aku diam.

Tiba tiba saja, hatiku berdebar lagi.
Aku berkata.

"Apa aku mudah percaya? Banyak gadis lain, cantik dan kau mau tertarik dengan gadis biasa ini? "

"Kau bukan gadis biasa, tapi gadis istimewa."

"Kamu seorang Direktur, dapat punya gadis dengan mudah, sekretaris kamu juga cantik.."

"Apa yang kamu tahu dengan aku,? tidak bisa dihubung hubungkan seperti itu, aku punya perasaan sendiri."

" Perasaan?" Aku terguncang.

"Perasaan yang mencintai, dan itu kamu." kata Ronald cepat cepat.

Sesungging senyuman menghias bibirku. Senyuman tapi juga tidak manis, karena aku memonyongkan bibirku.

Cinta mungkin bisa menemukan jalannya sendiri, meski aku  saling berbantahan, namun sebenarnya aku membayangkan dia dalam hidupku.

Dua hati yang  bertemu, tidak seharusnya terjadi. Masih ada jurang yang membatasiku. Mestikah aku  melompati jurang itu?

"Mumpung lagi libur, aku mengajak keluar kota."

"Apa ada tempat menarik?" Hatiku mulai melunak. Rasa kesepian dan butuh hiburan mulai kurasakan.  Bosan dengan kesepianku.


"Tenang saja, aku tahu tempat menarik."

" Tidak bermalam?"

"Ini libur panjang."

"Aku tidak punya libur panjang."

Aku  tidak menolak, ketika  diajak keluar kota oleh Ronald. Aku merasa lemah. 

Aku mau saja ketika Ronald mengajaknya keluar kota.

Mobil keluar kota dihari libur panjang, Ronald  berbelok disebuah bangunan dua lantai .

Restoran pinggiran jalan, dan pemandangan indah.  Ada rumah besar tempat keluarga bisa hidup - bahagia dan ramah.

Aku  bermimpi  tentang itu. Bukan hidup yang kujalani saat ini.

Aku  menatap Ronald di sampingku dan Ronald itu juga menatap tepat tepat ke mataku.

Pria itu, dada, bibir, yaitu dari mata sampai ke tubuhnya  sangat menarik hatiku.


Aku  tidak bisa  menyembunyikan ini, jadi aku  hampir tidak meragukan daya tarik lelaki itu di hadapanku.

Bagaimanapun, aku hanyalah seorang wanita. 

Mungkinkah bertemu Ronald adalah semacam ujian bagiku. Atau mungkin juga hukuman.

Aku lupa bahwa aku  sebenarnya tidak bebas. Aku hidup  seperti boneka dalam bayang bayang Dato  Raf. Aku bisa jadi telah melanggar kontrakku. 

Aku menyembunyikan pikiran itu. Ronald tidak boleh tahu atau menebak apa masalahku. Apa yang terjadi padaku, aku akan menyelesaikan sendiri.

Aku merasa dengan Dato Raf seperti dalam "perbudakan" yang penuh ketidak adilan. Aku merasa materi dan pengorbananku sebagai perawan sebelumnya tidak sebanding dengan yang aku terima.

Ya benar, aku baru menyadari hal ini ketika aku  berada jauh dari Dato Raf yang kini bersantai dengan istri dan anaknya.

Ditempat ini, dimana aku berada bertemu dengan sang pangeran.

Aku menarik jepit rambut dari rambutku dan menggelengkan kepalaku.  Aku menyisir rambut dengan untaian  jari-jari tanganku.

"Apakah kita kita bisa bepergian? Apa kamu tidak bosan di kantor? Kamu  memerlukan refreshing!" kata  Ronald.

Semula aku tidak menanggapi.

Ronald merangkul bahuku dan mengarahkannya pandangan kebukit yang indah didepannya. Aku  membiarkan tangan Ronald bermain dibahuku.

Aku  punya semangat hidup dengan Ronald dan suka pergi kesuatu tempat.

Aku menyadari betapa bahagianya aku  dengan Ronald  yang tampan.

Hatiku mulai berbunga .

Ronald tetap  tidak melepaskan  bahuku dan aku juga tidak menolak, meski ia sebelumnya aku menegaskan, tidak ada pacaran diantaraku dengan diam

Ronald sering menatap mataku dan  menyadari bahwa aku juga tertarik .

Mengapa perasaan ini tidak membuatku takut ?

Apakah Kepergian Dato Raf selama sebulan membuatku terasa bebas?

"Saya ingin kita  bersama. Saya tidak tahu banyak tentang kamu , tetapi pilihan harus dibuat." ujar Ronald.

13.Wisata

Tidak lama setelah aku duduk, pramusaji telah membawakan  pesanan.

Ayam yang digoreng dua jenis saus, berbagai makanan  menungguku di atas meja  yang lebar. Terasa nikmat karena perutku sudah lapar.

"Lupakan diet hanya untuk satu hari," kata Ronald, seolah olah mengajakku makan sepuasnya.

Aku menyukai semua hidangan itu. Aku  mengambil sendoknya dan makan dengan cukup lahap.

Aku meninggalkan tempat wisata itu setelah bersantai cukup lama.

Berjalan di semak mawar, kedalaman hutan Ronald  mengambil sekuntum bunga dan meletakkannya di belakang telingaku.

Aku merasa seolah-olah terpesona, mengikuti gerakan lengan berotot yang lambat dan pada saat yang sama percaya diri.

Suatu ketika, ditempat sepi,  Ronald menciumku - dengan lembut .

Aku tidak menolak, mungkin  karena aku juga mengharapkannya. Aku terhanyut.

Ronald berhasil menemukan momen tepat ketika dalam diriku yang  sedang rentan. Ketika aku memgaguminya.

Ciuman itu berakhir begitu cepat, karena aku tidak punya waktu untuk membalasnya .

Aku menatap wajah Ronald dengan mata berkaca kaca. Ronald membalasnya lagi, menciumku lagi, kali ini dengan lembut dan agak kasar kebibirku.

Aku menikmatinya dan aku dan dia berciuman cukup lama dengan wajahku yang memerah. Jantungku  berdebar dengan kencang.

Setelah itu, aku berjalan seolah tidak terjadi apa-apa. Aku  mengikuti jalan lelaki itu dan aku merasa Ronald bisa  membuatku gila dengan sentuhan demi sentuhannya.

Duduk naik mobil lagi, pergi ke suatu tempat.

Ronald mengemudikan mobilnya menuju tempat yang diinginkannya.

Dia berhenti dan memperhatikan keadaan sekeliling. Alam itu begitu indah dan pemandangan gunung.

Tersesat dalam pikiran, menutup mataku dari sinar matahari yang cerah ketika aku tiba-tiba menemukan diriku  di tempat lain yang indah.

Hijau cerah dari rerumputan segar menyenangkan untuk dilihat, dan sebuah  dinding tua dari bangunan megah menarik seperti magnet. 

Ronald mengulurkan tangannya kepadaku, dan dia meraihku tanpa ragu-ragu. Ia merengkuh  pinggangku dan merapatkannya ke tubuhnya. Terasa hangat dan bau lelaki yang maskulin.

Sedikit terengah-engah, aku mendaki bukit dengan pembimbingnya lelaki itu. Berpegangan tangan dan menatap mesra.

Aku mulai terbiasa dengan tindakan luar biasa dan perhatian yang tidak biasa dari seorang pria.

Tidak ada kekuatan yang tersisa untuk menolak hubungan semacam itu. Aku  hampir menyerah pada sekuel tak terelakkan kini dan yang akan datang.

Celakanya, aku tidak menolak ketika Ronald mengajakku untuk tidur dan menginap.


"Kita menginap di resor yang cantik nanti." Ujarnya.

"Dimana?" Tanyaku ragu.
"Lihat saja nanti," ujarnya lagi.

Suasana hati yang membuai dan diriku yang rapuh, menurut saja dengan keunginan tahu.

Aku mengingat cerita Cinderela dan pangeran berkuda dan aku  menginginkan cinta nyata dan tulus!

Aku menatap matahari lembut diudara dingin puncak,  membiarkan rambutku tergerai dengan  angin sepoi sepoi.

Aku  ingat bahwa aku tidak sendirian di sini ketika Ronald memanggil namaku.

"Kita menginap disini." Ujarnya mengajakku.

Aku diam saja, namun kaki itu melangkah tanda setuju.

Saat beranjak  memasuki kawasan resort, aku  langsung disuguhkan oleh pemandangan cantik dari villa dan bungalow yang berjejer rapi di atas kolam. 

Resort hotel yang dipilihnya.

Di belakang tampak jelas pemandangan Gunung  dengan permukaan gunungnya yang tanpa pepohonan.

Sebuah villa dan bungalow memiliki luas 6 meter persegi dengan fasilitas seperti minibar, kulkas, televisi, dispenser, toilet, shower dan hair dryer.

Masuk kamar, aku merebahkan diri kelelahan dan mulai berfantasi.
Ronald meraih pinggangku dan mencium lagi dengan bebas. Dia ingin lebih lanjut. Sesuatu hal yang ingin kutolak.

Aku betul betul lelah dan tidak ingin berhubungan lebih lanjut.

Hari masih siang dan akhirnya  Ronald keluar dan pergi membiarkan aku beristirahat.

"Istirahatlah, dan aku tidak mengangganggumu." Ujarnya yang membuat aku lega.


***

Handphonku berdering. Aku  melihat HP dan darahku seperti berhenti mengalir. Telpon dari jauh dan Dato  Raf menelponku dari Amerika .

Aku melirik Ronald. Lelaki itu tidak ada, Namun aku takut dipergoki. Aku mengunci pintu kamar sebelum menerima telepon.

"Apa kabarmu, " suara Dato Raf terdengar  lunak di telpon.

"Aku? Aku baik saja," jawabku mengatur napas.

Aku mencoba menjawabnya setenang mungkin.

"Bagaimana pekerjaan anda, apakah negosiasinya berjalan baik?"

Aku membayangkan Dato Raf telah menandatangani kontrak bisnisnya.

"Baik, baik saja," Dato Raf menjawab pendek. Dato Raf tidak berbicara banyak tentang pekerjaan.

Aku  juga tidak berharap
Dato  Raf bercerita tentang basa basi. Bukan urusanku menanyakan bisnis.

"Kau lama tidak menelpon," suaraku menjadi tenang karena dapat menyalahkan Dato Raf.

"Setelah 15 hari tanpa kabar dan baru sekarang menelpon," sambung seperti menyesali Dato Raf.

"Iya maafkan," itu saja kata Dato, pendek.

Tidak memberi alasan bahwa dia sibuk atau apa. Dia cuma menekankan egonya.

"Aku mengkhawatirkan kamu disana, apakah engkau baik dan  setia?"

Pembicaraan itu mulai mengejutkan diriku. Seperti Dato Raf mengetahui apa yang terjadi. Ada teropong diantara aku dan dia.

Apakah  Dato Raf menduga sesuatu atau ada sesorang yang ditugaskan untuk memata mataiku? Sopirnya Fahmi mungkin. Tapi aku jarang melihatnya.

Setelah mengatur napas, aku mengatakan dengan tenang bahwa lelaki itu tak perlu khawatir.
"Aku dapat menjaga diri Dato," 
"Bagus itu." Dato menjawab dengan pendek.

Sebuah pembicaraan yang bagus meski klise.

Lalu tiba tiba saja, aku  kembali kepada kesadarannku. Aku telah membuat kesalahan yang fatal.

Aku ingin memperbaiki  dan kembali ke apartemen dan pastinya kalau pulang, Ronald akan mengantarku sampai ke Apartemen .

Jika itu terjadi, aku membuka rahasiaku sendiri .

Aku mematikan telepon dan membuatnya dalam posisi off.

Aku takut Dato Raf menelpon lagi dan Ronald mendengarnya. Akan banyak pertanyaan yang harus kujawab.

Ketika Ronald masuk, aku berpikir, apa yang akan terjadi malam itu.
Bagaimana aku akan menghindar?

Ronald masuk kamar itu, hati aku berdebar debar. Kali ini bisa saja ia melihat lelaki itu seutuhnya diriku dan Ronald dalam genggaman.

"Aku berpikir, untuk pulang saja. Kita tak perlu menginap," kataku.

"Kenapa? Kau takut?"

"Tentu aku takut dan apa kamu tidak? Ini terlalu cepat dan aku  tidak siap!"

"Aku tidak akan mengangganggu kamu, kita bisa membuat kesepakatan."

"Apakah kesepakatan bisa kita tepati jika kita cuma berdua dalam kamar yang sama?" Tanyaku.

Ia menatapku dengan wajah yang dimiringkan.

"Maksud kamu, aku harus pesan kamar lagi ? Dan kita tidak tidur dalam kamar yang sama? "

"Mestinya begitu," ujarku lunak.

"Itu lucu ketika resepsionis  mengira kita pasangan yang menikah" Ronald tertawa sedikit.

"Katakan saja kita akan kedatangan tamu, kamu memerlukan reservasi lagi, atau apa saja, " kataku memberinya usul.

"Baiklah."

Ronald keluar  dengan sikap uring uringan setelah sebelumnya mungkin dipenuhi fantasi. Aku juga.

Hatiku akan berdebar debar merasakan seorang lelaki muda tampan, membawaku dalam kamar dan hanya berdua.

Namun tidak ada kamar yang bisa dipesan lagi . Seluruhnya overboking.

Sebenarnya juga , dia berpikir untuk menaklukanku. Pastinya begitu, karena aku telah memberinya kesempatan.

Bermesraan sedikit, disamping keinginanku untuk  menjaga martabat diri  sebagai seorang wanita.

Dia tidak akan menodaiku,  itu bisa saja dia lakukan. Aku harus menjaga diri.

14.Cinta di Tempat Wisata 

Makan malam diselesaikan dihotel itu tanpa banyak pembicaraan.

Tak ada canda, Ronald pasti merasakan itu.

"Kamu sepertinya pendiam." Katanya.

Dia mencoba mrmbuat lelucon, namun tidak lucu bagiku, karena aku tetap saja diam.

Aku berpikir untuk tidak hanyut dalam Sebuah petualangan bersama Ronald meski terasa sensual dan menyenangkan.

"Jadi kita sudah setuju,  kita tak akan saling  menganggu. Tidak ada  kesalahan," kataku meminta jaminan.

"Kau tidur diatas dan aku di sofa saja," tambahnya.

Ronald mengangkat dua jarinya.

"Kita saling berjanji," Ronald pasrah dan aku juga mengangkat dua hariku.

"Tidak, aku yang disofa dan kau di ranjang."
"Lelaki harus mengalah, wanita lebih dahulu."

Aku dan dia saling berbantahan dan berakhir ketika Ronald meringkuk di Sofa kamar itu.

Ronald tidur di sofa. Apakah dia masih  berpikir? Sementara hatiku sudah berdebar debar.

Malam itu hasrat cinta yang meluap siang tadi kucoba melupakannya. Banyak hal yang harus kupikirkan.

Banyak yang mesti kutakutkan, terutama  karena aku  bukanlah seorang gadis seperti yang disangka lelaki itu.

Telpon Dato Raf sangat berpengaruh kepada diriku. Entah apa yang dipikirkan Dato Raf seandainya dia menelpon dan telpon genggamku  mati.

Mungkin nanti aku perlu memberi alasan yang masuk akal. Berbohong dan meyakinkannya. Jika dia cinta kepadaku, tidak akan ada kesulitan merayunya.

Malam itu aku bermimpi lagi. Hasratku yang bergelora dan sensual memikirkan Ronald.

Ronald datang kepadaku seperti pangeran berkuda, tampan dan gagah.

Aku berada ditaman bunga dan sebuah pondok mungil di taman. Disitu pangeran dan aku cuma berdua saja.

Ronald  menarikku dengan lembut. Aku pasrah saja ketika jari jari lelaki itu melucutiku pakaianku lalu membawaku ke pondok.

Pakaian Cinderela, dari putri yang diberikan peri labu dilepasnya dengan tidak tergesa gesa.

Ada ranjang yang bagus dan Ronald menggendongku.

Dimimpi itu Ronald adalah suamiku, tak ada keraguan untuk itu.

Aku menyambutnya dengan tangan terbuka. Tidak menolak apapun ketika sebuah ciuman mendarat dibibirku. Di seluruh tubuhku.

Aku membantunya melepas bajuku yang tersisa. Ia asyik bermain di dadaku. Dada itu sudah menegang dan membulat. Aku menikmati permainannya diarea sensitifku.

Aku sedang  bergairah, apalagi yang dapat kuimpikannya ketika aku juga mendambakan hasrat itu?

Aku bergumul dan hari begitu indah ketika ia menekan tubuhku sampai dalam.

Ronald ingin mencapai titik dimana ia bisa mendapat  kepuasan.

Dan ketika terbangun, aku mendapati  semua itu nyata.

Ronald ada diatasku. Aku tersenyum dan membalasnya  dan saling mencari kenikmatan.

Mataku  begitu lemah dan sayu  meminta lagi dia menjamah seluruh tubuhku.

Dia membenamkan miliknya lebih dalam.

Jika dua insan berlainan jenis saling tertarik dan malam begitu dingin, apalagi yang dapat dilakukan?

Aku  telah memberikan dia kesempatan  menuntaskan kenikmatan baginya dan juga aku. Kenikmatan itu milik kami berdua.

Mataku  menatap langit kamar dan seperti  bermimpi menikmati pangeran berkuda diatasku. 

Mungkin hormon lagi berperan sangat kuat. Jadi hasrat tidak bisa dibendung dan aku melupakan benteng diriku.

Setelah selesai, Ronald menatap ke manik manik mataku. Lelaki itu seolah olah bertanya. Namun kemudian hanya keheningan yang terjadi diantara aku dan dia.

Tak ada yang saling menyalahkan,
Ronald tertidur disampingku. Aku melihat tubuhku tidak lagi memakai apa apa. Tubuhnya juga. Aku menyelimutinya dengan diam.

Meski lelah, namun mataku tetap terjaga. Aku menatap wajah lelaki disampingku sambil mulai membenahi diriku.

Menatap tubuhnya yang kekar dengan dada bidangnya.

Hari sudah menjelang pagi, aku ingin melupakan sejenak. Duduk di tepi tempat tidur dengan banyak pikiran.

Aku mengenakan celana yoga dan T-shirt - dan itu terasa nyaman. Menghangatkan tubuh dari udara dingin yang bertambah dingin.

Aku melangkah keluar kamar  pergi dengan langkah yang panjang mengitari jalan di hotel yang mirip bungalow itu. Ada keindahan lain disekitar hotel itu.

Aku  dapat bebas sejenak dalam pikirannya dan alam, udara pagi yang  sangat menyegarkan.

Berolah raga melenturkan otot otot aku  mengharapkan bisa melonggarkan perasaanku. 

Sebelum kembali ke hotel,  aku masih bertanya kepada diriku sendiri.

Apa tanggapan Ronald ketika aku bukan seorang wanita yang tidak perawan?

Mungkin semuanya akan berakhir disini.

Biarlah, karena itu kenyataan yang harus kuterima.

Mungkin aku sepenuhnya milik Dato Raf dan melupakan pangeran berkudaku.

Mendapati dirinya ketika kembali,  Ronald sudah bangun dan dia menatapku.

"Kamu sudah bangun, aku tidak tahu."

"Bangun dan sedikit olah raga baik. Kita pergi lagi. Kau mau menemaniku?"

"Kita sudah berolah raga semalam." Ronald mencoba bercanda.

"Aku capek karena kamu membuatku lelah,  tapi kamu tidak marahkan?" Tanyanya lagi.

Mataku sedikit sayu. Manik manik mataku menutup.

"Kamu tidur menggairahkan dan malam begitu dingin."

Aku diam saja, ingin segera mengguyur badan di shower.
Aku menghindari pertanyaannya yang satu itu.

Aku mandi dengan air dingin saja, agar tubuhku menjadi segar.

Pasti dia mengingat hal semalam yang terjadi, seperti apa diriku. Aku bukan seorang gadis yang masih perawan.

Dia pergi melihatku di shower, tapi aku mengunci pintunya.
"Ayo, kita mandi bersama. Itu romantis." Katanya.
"Tidak mau!" Teriakku.
"Apa kamu malu? Tubuhmu indah."
" Engkau akan nakal."
 Ronald terdengar tertawa. 
"Siapa yang tidak tahan melihat bidadari cantik didepan mata? Aku tidak. Ayo, buka pintunya"

Aku tidak mau membuka pintunya. Aku hanya menyelesaikan ritual mandiku lebih lama dari yang seharusnya.

Setelah itu, baru aku keluar berbalut handuk. Ronald tetawa. Ketika aku lengah ia menarik handukku.

Membuat aku gelagapan dan lelaki itu cuma tertawa melihat diriku tanpa busana.

"Mesum." teriakku.
Setelah tertawa, baru dia melemparkan handuk itu ketubuhku.


***


"Apa yang kita lakukan semalam?" Tanyaku seolah olah juga  kepada diriku sendiri. 

"Kau tidak sadar iya'? Maafkan aku.   Pengalamannya sangat erotis."
"Kita melakukannya iya?"
"Iya, tentu saja, aku akan bertanggung jawab kalau terjadi sesuatu."
"Itu juga salahku."
"Aku melihatmu, dengan pakaian tersingkap. Engkau ceroboh iya?"

"Tidak juga." Sahutku.
"Mungkin kamu saja yang nakal."

Tapi sepertinya Ronald sengaja  bercerita.

"Pertama aku menatap kamu. Napas kamu yang lembut dan kamu menyebut namaku."

"Tidak mungkin," bantahku malu.

Aku  mencium keningmu saja, sumpah. Tidak maksudku melanggar janji. Lalu kamu yang  merangkul bahuku. Kamu yang  mencium bibirku"

"Sudah, engkau sengaja menggodaku dengan kalimat erotis." Aku makin malu.

"Ia, kamu mendesah dan bibir kamu membasah dan hangat." lagi lagi ia menggodaku.

Dia tidak tahu, apakah aku  bermimpi atau  pastinya dia   menyadarinya.

***

Desah napasku menggelorakan perasaanku.

Dia menyentuh bibirku  dan aku  membalasnya. Aku mengingatnya juga.

Tak ada kesulitan untuk itu , sampai aku sadar apa yang terjadi .

"Kau kecewa iya?" Tanyanya membeku.

Aku seperti menebak apa yang ada dipikiran Ronald.

"Aku tidak terlalu menuntut," jawab Ronald yang mungkin menyadari hal semalam.

"Sesuatu dapat saja terjadi , jika seseorang kehilangan miliknya yang berharga"

Ronald berharap, mungkin aku  menceritakan sesuatu.

Aku bisa berbohong, kecelakaan bersepeda, olah raga  atau apa saja .

Namun aku tidak  menceritakan apa apa. 

Aku diam tanpa penjelasan dan membiarkan semuanya mengambang.

Aku tidak mau berbohong kepadanya, pada akhirnya akan terungkap cepat atau lambat.

Atau aku setelah itu tidak akan bertemu dengan lelaki itu.

 


15.Asyik 

Pagi itu aku  dan Ronald tidak banyak bicara. Ronald bersikap seperti tidak  terjadi  apa apa. 
"Kita pulang!' Ajakku.

Ronald memperlihatkan wajah herannya.

" Libur masih lama. Tidakkah  kamu ingin lebih lama ? Saya sudah memboking bungalow  dengan dua kamar; kau boleh pakai salah satunya."
Ia terlihat tenang.
"Aku ingin liburan ini terkesan."
"Apakah itu bagus? Kamu suka?" Tanyaku
"Tentu saja aku suka," jawabnya bagiku mengambang. Semula kupikir dia juga mau pulang setelah tahu aku tidak suci lagi. Apakah pangeranku tidak peduli?

"Maaf, aku telah membayarnya dan kukira kau pasti setuju, ayo lah mau bukan?" Suaranya seperti permohonan yang membuat aku canggung.

"Baiklah," sahutku.
"Tapi kamu jangan nakal."
"Tidak," sahutnya .

Aku senang ketika kulihat  kegembiraan diwajahnya.

Iya, akhirnya aku  menyerah dan tidak peduli.

Aku  sudah lama  menginginkan liburan seperti  ini. Itulah cita citanya sejak dulu punya uang, pacar tampan dan berlibur .

Kebersamaan di tengah dinginnya hotel dan villa yang kudiami. 

Bersama kekasih atau suami tercinta. Itu anganku. Tapi tak ada suami , adanya cuma teman yang canggung. Mungkin nantinya, setelah libur lewat, hubungannya dengan Ronald juga akan berakhir.

Ronald sudah tahu, bahwa aku  bukan seorang perawan. Lebih jelek lagi, lelaki itu tidak tahu betapa menyedihkan hidupku.

Tapi disini, tempat yang indah untuk bersantai. Ronald memberi arti, bagi hidupku .

Disebelah bungalow itu, aku melihat  suatu keluarga bahagia .

" Mereka senang," desisku.

" Apa.." Ronald mendekatkan diri memusingkan wajah.
"Lihat mereka," ujarku.

Ronald menatap keluarga itu dan anak yang bermain. Ronald tersenyum kecil  .

" Kamu juga akan punya anak.." kata Ronald ringan.
"Aku ingin punya anak darimu," katanya lagi.
Aku menatapnya, apa dia serius dengan yang diucapkannya.
Bagaimana kalau aku punya anak karena malam itu aku dan dia tidak punya pengaman. Aku dan dia melakukannya.
"Akan merepotkan kalau hamil," aku berbicara dengan sedikit kekawatiran.
"Perempuan akan sempurna kalau jadi ibu," lagi lagi dia berfilsafat.

Kali ini aku  tidak menanggapi, aku diam saja.

Ronald tersenyum lagi ketika melihat anak-anak keluarga itu langsung berlarian menuju playground .

Mereka tidak sabar ingin langsung bermain ayunan atau jungkat-jungkit.
Aku memperhatikan dan ikut tersenyum.

"Senangnya mereka, masa kanak kanak, " aku ingat masa kanak kanakku. Tidak begitu menyenangkan. Keluargaku hampir tidak pernah berlibur .

Tak ada uang  yang tersisa dan  tempat hiburan menjadi mahal.

Tapi disini,   dikawasan puncak seperti  tempat ini, banyak menyediakan fasilitas wahana permainan yang  bagus .

Lagi lagi aku melihat anak anak itu bermain dengan gembira . Apakah aku akan punya anak dan sebahagia itu?

Aku menatap hamparan rumput yang luas yang terbentang didepanku. Meresapi keindahan yang dapat kunikmati .

Di bungalow dua kamar  dilengkapi dengan dapur dan peralatan masak.

Aku dulu suka memasak. Tapi sekarang tidak lagi.

Aku  berkeliling hotel sambil menghirup udara segar  gunung yang terbentang di depanku.  Gunung  Gede dan Pangrango.

" Ayo, berenang.." ajak Ronald .

"Aku tidak membawa pakaian renang," aku mengangkat tangan menolak.
'Ada di lobby dan kita bisa membelinya."

Berjalan di lobby ternyata ada baju renang. Ronald lebih dahulu memilih.
"Bikini," katanya mem perlihatkan baju renang seksi atas dan bawah, memperlihatkan perut yang terbuka .

Tentu saja aku tidak memilihnya.
Aku memilih One piece swimsuit yaitu pakaian renang yang bagian baju dan celananya menyatu.
"Tubuh ibrahim tidak perlu disembunyikan," ujarnya tertawa ringan. 
"Mesum," aku menyunggingkan bibir tidak enak.
"Tapi tidak apa juga, tubuh kamu tetap sangat asyik dipandang. " ketawa nya masih saja nakal.

Ia memperhatikan tubuhku uabg6 terbungkus baju renang dari kamar ganti.

 Aku menghabiskan waktu, berenang di pagi hari sampai tubuhku terasa segar dan bersemangat. Udara sejuk menyegarkan.

Aku menikmati liburan itu, apa lagi mendengar, suara aliran sungai yang
sayup-sayup dan riak air dari sungai 'jernih yang mengalir di kawasan Mega Mendung.

Hal yang tidak akan kujumpai bersama Dato Raf,  karena aku cuma istri yang disembunyikan.

" Ayo, kita bisa berkemah.Jangan berpikir yang lain, apa kau kira aku menginginkan seks, ? Tidak .Aku cuma ingin liburan, aku janji tidak macam macam "

Aku tidak keberatan dengan.liburan yang padat itu  .

Aku menikmati kemah malam .
 itu tanpa perlu bawa tenda dan segala perlengkapan , karena semua fasilitas  sudah tersedia  disana .

Tenda yang kokoh atau  mungkin juga menginap di bangunan berbentuk rumah mini yang berderet.

Aku berpuas hati menyusuri kanal dengan gondola,  Little Venicenya Puncak .

Iya , ada gondola disitu. Berkunjung ke kawasan Little Venice layaknya seperti di Italia.

Little Venice danau buatan yang dirancang dengan arsitektur semirip mungkin layaknya Kota Venesia.

Sebuah  danau di tengah kawasan villa.Telaga kecil ini berlatar belakang villa di atas bukit dan gunung di kejauhan. 

Ada bangunan ala Eropa lengkap dengan menara, pilar dan jembatan gaya Venesia meski juga di pojok lain ada ikon negeri Singapura “Merlion”. 


Gondola seperti aslinya di Venesia Italia digerakkan oleh seorang pendayung yang  menggunakan sebuah dayung panjang.

Berdasarkan hukum itu disana, sebuah gondola harus dicat hitam. 

Gondola disana terbuat dari 280 potong kayu yang terdiri atas 8 jenis kayu, dibuat lebih panjang dibanding sisi kanan untuk menyeimbangkan berat gondolier.


Berperahu  menyusuri telaga ini dan  gondola. 

 Gondola  menyusuri kanal pendek di tepi bangunan dan melewati kolong jembatan. 

Persis suasana Venesia dan  pendayung perahu memakai kostum T shirt bergaris seperti pendayung  dan warna gondola yang khas, hitam. 

" Ditempat aslinya naik gondola  mahal, bahkan lebih mahal dari tiket pesawat , gondola ada di sini .Di Venesia aku juga naik gondola "

" Engkau pernah ke Venesia.?" Tanyaku.

Ronald mengangguk.

" Ada nyanyian yang indah dan aku suka. Nyanyian cinta mengiringi gondola .'Sayangnya disini tidak ada" 
Ronald berhenti berbicara dan berkata.

"Tradisi Venesia menyatakan bahwa pasangan harus berciuman di bawah setiap jembatan sebagai lambang cinta abadi."
"Jadi kita harus berciuman?" Tanyaku.
"Cium aku," Ronald memejamkan matanya menunggu. Tentu saja aku tidak menciumnya tapi menyembur mukanya dengan air.

Ketawa Ronald dan aku memecah suasana diatas gondola yang cuma kami berdua dan tukang dayung.
"Ceritakan lagi tentang gondola." Kataku.
"Aku bosan," jawabnya.
"Aku ingin mrndengarmya," aku mendesak Ronald.


Venesia yang terkenal adalah “Kota Terapung” terletak di bagian utara Italia. Kota dengan banyak kanal dan jembatan yang terhubung dan ratusan pulau kecil."

Penduduknya adalah para pengungsi yang melarikan diri dari serangan bajak laut. Mereka berlindung  di pulau-pulau berpasir itu, Venesia . Rumah mereka akhirnya menjadi bangunan permanenndengan menancapkan tiang-tiang kayu ke atas tanah berpasir .

Air asin yang terus mengalir menyebabkan kayu mengeras mirip batu. 


" Kau  jadi guide saja," candaku.
"Papa tiriku orang bule," ujar Ronald. 
"Asyik punya adik bule," kataku. Ronald hanya tersenyum.
"Bagusnya engkau pergi bersamaku."
"Ke Amerika?" Tanyaku.
"Bertemu adik buleku, cantik lelaki dan perempuan."
"Venesia di Eropa, bukan di Amerika. "
"Aku akan bawa kamu ke Venesia juga."

Ajakan yang menggoda, tapi aku tidak menganggapnya serius.

Aku juga naik replika  kapal penumpang abad 18 .

Kapal yang dibuat seperti  menyusuri sungai Mississippi di Amerika sana.

Perahu  kepala naga menyusuri telaga. Perahu bebek dan juga sepeda air melengkapi liburanku.

Digondola lagi lagi,  aku  membiarkan petugas yang mendayung .

Aku cuma duduk menikmati pemandangan alam .

 "Apakah kau ingin melihat bunga sakura ? Ayo, kita kesana.."
Aku  terseret seret langkah Ronald

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Jepang dan Amerika

13 Cerita Anak-anak yang Menyenangkan Dari Seluruh Dunia

PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN PERANAN MAEDA