2 Ben, Sahabat dan Kegemaran
Ben Franklin mulai bersekolah, temannya Abraham Lincoln satu kelas dengannya.
Kesulitan keuangan keluarga memainkan peran yang menentukan. Putra tertua mereka John dan William menikah dan meninggalkan mereka.
Anak tertua yang sebelumnya membantu ayahnya di bengkel, setelah menikah, memutuskan untuk membuka bengkelnya sendiri.
William juga pergi dari rumah itu memulai hidup baru dengan istrinya.
Tak ingin bersaing dengan ayahnya, John pergi ke Rhode Island untuk memulai bisnis baru di sana. Jos Franklin kehilangan asisten, dan ini menentukan nasib Benyamin.
William tinggal dikota terdekat dan jarang pulang.
Pendidikan di sekolah baru tidak berlangsung lama. Ketika Ben Franklin berumur sepuluh tahun, ayahnya membawanya keluar dari institusi pendidikan ini.
"Apa boleh buat Ben, engkau harus bantu aku."
"Tapi aku ingin sekolah."
"Tidak ada sekolah', kuajarkan kau berbagai ketrampilan."
Dia harus meninggalkan sekolah dan menjadi asisten ayahnya.
Tugas asisten ayah tidaklah sulit. Dia harus memotong sumbu, mengisi cetakan untuk lilin yang keluar, meletakkan lilin yang sudah jadi di dalam kotak, membantu di toko, pergi mengantarkan barang ke pelanggan.
Sang ayah melihat keengganan putranya untuk bekerja di pabrik sabun membantunya.
"Kamu tidak suka dengan pekerjaan kamu?" Tegur ayahnya.
"Aku cuma bosan." Jawab Ben.
"Kamu ingin bermain? Iya sudah, pergi bermain dengan temanmu."
Ben sangat suka bermain. Dia bisa pergi seharian tidak pulang.
Tapi pekerjaan banyak, selalu bermain kucing kucingan dengan ayah.
Jadi ayahnya mengalah, berusaha untuk tidak membebani dia dengan pekerjaan.
Dia tidak ingin menghilangkan kegembiraan anak itu untuk bermain dengan teman sebayanya dari permainan anak-anak.
Selain itu, dalam semua kesenangan anak-anak, Ben selalu menjadi pemimpin.
Suatu ketika, sekelompok anak laki-laki yang dipimpin oleh Ben menggunakan batu yang disiapkan untuk membangun rumah sebagai bahan pembangunan.
Dermaga, tempat mereka bisa memancing ikan kecil dengan mudah menjadi sasaran. Batunya dipecah dan diambil. Dermaganya rusak berat.
Dermaga itu dibangun, dan cukup kokoh oleh ayahnya Jos Franklin
Tempat itu berubah menjadi masalah ketika Ben dan kawan kawannya mengotak atik mengambil batu dermaga yang sudah disemen.
Ayahnya marah dan Ben tidak bertegur sapa dengan ayahnya sebulan. Ben juga dihukum.
"Kamu dan teman kamu nakal dan merusak."
"Maaf ayah." Jawab Ben Franklin.
"Aku bermain dilaut saja."
Ben lebih sering main dan mandi dilaut.
Sejak kecil, Benjamin tertarik ke laut.
"Nantinya aku jadi pelaut, aku pergi ke Inggris. Orang Inggris adalah pelaut."
Joseph kakak Ben lari dari rumah. Anak lekaki Jos Franklin yang sudah remaja itu ingin menjadi pelaut.
Ia menjadi seorang pelaut di kapal dagang. Lalu berlayar entah kemana. Ayahnya terpukul dengan sikap Joseph itu.
"Kamu jangan ikut seperti Joseph." Kata ayahnya. Ben hanya diam saja, apa salahnya jadi pelaut? Pikir Ben.
Orangtuanya sangat takut bahwa Ben akan mengikuti jejak kakak laki-lakinya, dan melakukan segala kemungkinan untuk mencegahnya.
"Mengapa ayah mencegahku ke pelabuhan."
"Apa yang kamu lihat disana?"
"Banyak," sahut Ben.
"Kapal besar dengan teknologinya yang rumit. Asyik kalau diperhatikan."
Tetapi tidak mungkin untuk Ben melupakan laut. Kedatangan kapal-kapal besar di Teluk Massachusetts sangat banyak. Dari berbagai negara.
Kapal besar dengan beberapa layar yang mengembang ditiup angin. Angin adalah kekuatan yang dapat dimanfaatkan.
Menarik jika ingin berlayar melihat dunia lain selain kota kecil ini. Dunia yang tidak banyak dikenal ada diluar sana.
Seorang anak laki-laki yang ingin tahu memimpikan negara-negara yang jauh dan begitu menggoda, melakukan perjalanan penuh bahaya, hamparan laut dan samudera yang tak ada habisnya.
Seperti semua anak laki-laki di kota pesisir, Ben menghabiskan sebagian besar waktu luangnya di laut dan bermain main dipantai.
Dia belajar berenang lebih awal, dan tidak ada orang yang bisa menyamainya dalam kecepatan berenang dan menyelam.
Benjamin adalah ahli dayung dan layar perahu yang sangat baik. Sepanjang hidupnya, dia mempertahankan cintanya pada laut.
Sejak di masa kanak-kanak, Ben Franklin menunjukkan kecenderungannya yang besar untuk penemuan.
Teman-temannya sangat terkejut ketika suatu hari Ben datang dilaut dengan papan kecil yang dibuat sesuai tangan dan kaki.
Mengenakan sirip buatan sendiri ini, dia berenang dengan kecepatan sedemikian rupa sehingga semua saksi mata tidak percaya bahwa ini bisa dicapai dengan alat yang begitu sederhana.
Lain waktu Ben datang ke laut dengan layang-layang besar yang dibuatnya sendiri.
Ia menunggu angin yang menguntungkan, lalu meluncurkan layang-layang, memasuki air, membalikkan punggungnya dan, memegang tali dengan kedua tangan, berenang seolah-olah di bawah layar ditarik angin.
Ini menyebabkan keheranan dan kegembiraan banyak orang, seorang anak bereksperimen menemukan hal baru.
Ben benci pembuatan sabun dan produksi lilin lemak, orang tua sampai pada kesimpulan bahwa perlu menemukan sesuatu yang dia sukai.
Jika tidak, suatu hari Ben akan pergi seperti kakak laki-lakinya, melarikan diri jadi pelaut dan tidak ada khabarnya.
Jos Franklin menunjukkan kebijaksanaan seorang pendidik sejati dalam menangani masalah yang sulit ini.
Mengingat pengalaman sedih Benjamin selama dua tahun bekerja sebagai asistennya, dia takut bahwa memaksa putranya untuk mengambil spesialisasi apa pun dapat menyebabkan dia enggan membuat kerajinan baru seperti pembuatan sabun.
Ayahnya mulai mengajak Ben berjalan-jalan dan memberinya kesempatan untuk mengenal pekerjaan tukang kayu, tukang batu, tukang bubut, tukang tembaga, dan pengrajin lainnya.
Di sebuah kota kecil, banyak yang mengenal satu sama lain dengan baik, dan para pengrajin dengan hangat menyambut Jos Franklin, yang dihormati penduduk Boston.
Ini bukan hanya jalan-jalan yang menarik, tetapi juga jalan-jalan yang sangat berguna.
Ben mengawasi pekerjaan pengrajin dan dirinya sendiri mendapat kesempatan untuk bekerja di mesin bubut, selama beberapa hari dia bekerja di pabrik batu bata dan di bengkel.
Nanti itu sangat berguna baginya. Ketika Franklin memulai eksperimen ilmiahnya, dia mampu membuat sendiri banyak instrumen yang diperlukan untuk ini.
"Kamu suka pekerjaan seperti itu," tanya ayahnya.
"Pekerjaan yang menantang," ujar Ben.
"Saya bisa bereksperimen agar mesin lebih mudah bekerja. "
Ayahnya tertawa.
***
Didekat tempat mereka dihutan sering tampak orang indian.
"Ayo Luis, kita melihat orang indian," ajak Ben.
"Tidak mau, mereka sering tidak bersahabat."
"Siapa bilang, aku berteman dengan mereka. Namanya Yonimo."
"Apa kamu bisa bahasa.mereka."
" Bahasa isyarat." Kata Ben pula. Ia selalu tertarik dengan alam sekitarnya.
Luis tidak mau, jadi Petet yang menemani Ben melihat dan beraahabat dengan orang indian.
Orang Indian Navayo menatap dengan curiga, tapi karena anak anak mereka membiarkan saja.
Orang indian hidup di tenda yang diistilahkan dengan tepee yang terbuat dari kulit bison yang diregangkan.
Kerangka kayu yang mudah dipasang diatasnya ada penutup yang bisa dibuka agar asap dari api unggun bisa keluar.
"Bahasa mereka berkomunikasi?" Tanya Luis.
"Tentu dengan bahasa mereka, banyak bahasa indian dan mereka berbeda bahasa, tapi mereka punya bahasa isyarat."
Orang indian kelihatan bersahabat.
"Mereka adalah teman kalau tidak diganggu, tapi bisa perang. Kuda mereka kuat dan cantik."
Mereka memperhatikan suku Indian memakai busur dan anak panah, pisau, serta pentung, tombak, sebagai senjata.
Banyak pula yang membawa tomahawk yaitu sejenis kapak besar untuk membunuh.
Jadi Ben selalu ingin menjalin persahabatan.
Komentar
Posting Komentar