30-41 NATUNA
BAB 30 Jepang Pergi
Kapten Matsubara yang banyak bicara itu tidak berkeberatan jika Kapten Demidov dan Datuk Kaya berbicara banyak.
"Mengapa anda Jepang menjajah negeri ini? Apakah itu baik?" Tanya Kapten Demidov.
Kapten Matsubara tetawa sampai perutnya berguncang.
"Amerika yang membuat kami seperti ini." ujarnya menghentikan tawanya.
"Pada tahun 1800 an mereka datang ke Jepang dan memaksa kami menerima mereka."
"Tapi Amerika tidak menjajah Jepang..!" Bantah Kapten Demidov. Namun Kapten Matsubara terus berbicara.
"Banyak para shogun yang terbunuh, pada saat itu kami sadar, bahwa ada senjata yang lebih hebat dari keahlian tempur kami. Itu senjata api, butuh waktu yang panjang bagi kami belajar dengan cepat."
"Jadi kami membalas mereka. Apakah orang Asia tidak bisa seperti orang Eropah? Kami bisa lebih baik.! Sekarang orang kulit putih bisa melihatnya."
Kapten Matsubara menghentikan percakapan mereka.
"Sayang sekali, kami harus pergi, hari ini kalian bebas. Tapi ingat, kalian harus tetap di Natuna."
Ia memerintahkan untuk mengumpulkan semua tawanan Rusia.
Tangannya yang terikat satu sama lain dilepaskan.
Ia mengulangi lagi kata katanya didepan semua pelaut.
"Kalian semua harus disini.Tidak ada yang boleh pergi sebelum diizinkan." Ujar Kapten Matsubara dengan tegas.
Persiapan mereka sangat cepat. Perbekalan diisi ke kapal perang mereka.
Kapten Matsubara melihat semua. persiapan anak buahnya.
Pada sore hari, kapal Jepang mengambil jangkar dan segera menghilang di laut.
Mereka pergi setelah membebaskan para pelaut Rusia. Banyak beras dan bahan pokok orang Natuna yang diambil oleh Jepang.
Mereka meninggalkan tempat itu.
"Ini sebagian bisa jadi markas kita, katena orang Belanda tidak ada lagi," kata salah seorang pelaut.
"Hanya untuk tinggal, tak bisa berladang," seorang pelaut Rusia yang hobinya bertanam tidak setuju.
"Markas ke dua," putus Kapten Demidov.
"Tentunya dengan izin Datuk," Kapten Demidov melirik Datuk Kaya.
Tentu saja Datuk tidak berkeberatan. Senyum kecil Datuk menggembirakan Kapten Demidov.
Tak dapat dibayangkan betapa susahnya para pelaut. Namun mereka senang. Jepang telah pergi. Orang melayu Natuna juga.
Mereka para pelaut saling berpelukan dengan mata basah, meski masih sangsi, bagaimana jika Jepang itu kembali?
Kini mereka harus memberitahu semua penduduk dan juga Tun Awang serta para pelaut Rusia yang melarikan diri. Nazarev, Ednovokia dan Sheyna.
Mereka sudah boleh kembali kekampung dan pelaut Rusia kembali kerumah Limas tempat mereka sebelumnya.
Orang Melayu Natuna berusaha dengan segala cara untuk membantu para pelaut Rusia, setidaknya dengan cara tertentu untuk meringankan nasib mereka.
Kegembiraan para pelaut dan penduduk melayu Natuna.
"Kita harap besok semuanya kita sudah terkumpul dan hidup kembali seperti biasa." Kata pelaut.
Namun ada kecemasan, karena Jepang itu mengatakan akan kembali.
Datuk kembali kekampung, dan mengabarkan berita itu kepada semua penduduk.
"Dimana Tun Awang?" Tanya Datuk.
"Mereka lari ke hutan, bersama orang Rusia itu."
"Besok kita mencari mereka, mengabarkan hal ini. Mereka sudah aman." kata Datuk.
Anak buah Datuk dan orang melayu Natuna akan mencari. Begitu juga penduduk yang mengungsi.
Mereka akan berangkat pagi hari yang dimulai dari kampung kecil dipinggir hutan.
***
Pagi hari di tempat persembunyiannya Tun Awang dan ketiga orang Rusia telah bangun.
dan memasak bubur lagi. Api yang telah padam baranya dinyalakan.
Tun Awang pergi ke sumber air didekat itu, dan Ednovokia sudah mengingatkan meski itu air dari mata air harus dimasak dulu.
Nazarev membuat
kayu yang panjang dan lurus, dan tidak mudah patah. Ia membelah ujungnya menjadi tiga dan menajamkan masing-masing bagian belahan dengan pisau. Untuk menangkap ikan atau ular, katanya.
Ia ingin mengenali tempat itu dan tidak berani jauh berjalan. Hal hal pokok cukup tersedia seperti makanan dan beras untuk beberapa hari.
"Tapi kita harus berhemat.'" Kata Sheyna.Semuanya setuju.
Mereka terus berjaga, takut akan patroli Jepang. Kelelahan masih tampak diwajah mereka karena kurang tidur.
Mereka memeriksa sekelilingnya, buah buahan hutan apa yang bisa dimakan.
Namun pada sore hari, dari tempat itu tampak sesuatu yang luar biasa.
Kapal perang Jepang terlihat meninggalkan Natuna. Mereka melihat bersama sama dari tempat mereka yang tinggi.
"Kapal perang Jepang pergi," kata Sheyna dengan gembira.
"Jangan gembira, mungkin hanya sementara dan nanti kembali lagi," Ednovokia masih kawatir.
"Bisa jadi Jepang masih disana, tidak semua pergi dan kita masih dalam bahaya," Ednovokia masih saja dengan kekhawatirannya.
"Kita akan buktikan besok, pergi ke kampung kecil di pinggir hutan.Saya akan pergi mencari informasi." Tun Awang bereaksi.
"Sebaiknya kita pergi bersama." Sheyna mengusulkan.
"Biarkan saja aku yang pergi."
"Bagaimana kalau kamu tersesat atau tidak kembali?"
"Aku akan kembali!"
"Kalau ditangkap Jepang, kau tidak bisa kembali."
"Percaya saja." Tun Awang meyakinkan.
Setelah berdebat, panjang mereka akhirnya setuju pergi bersama dan akan menanggung resiko bersama.
Tertangkap Jepang dan itulah resikonya.
Malamnya mereka menatap kelaut dan pantai. Tak ada lampu sorot kapal perang Jepang yang biasa berpendar pendar di pantai.
Mereka melihat pantai tetap sunyi
Malam itu mereka dapat tidur dengan nyenyak dan akan pergi untuk memastikan Jepang betul betul pergi.
Pagi menjelang, semuanya berkemas. Dengan hati hati berangkat ke kampung kecil tempat terakhir mereka tinggalkan.
Mereka menatap goa yang telah memberikan mereka tempat selama dua malam. Sheyna sampai menghapus air matanya yang berlinang.
Kegembiraan mereka bertambah ketika ditengah perjalanan, mereka bertemu dengan penduduk melayu Natuna yang mencari mereka.
Dengan saling mengucapkan salam, pecahlah kegembiraan diantara mereka. Gembira mewarnai pertemuan itu.
Perjalanan pulang menjadi ringan.
Nazarev, Ednovokia dan Sheyna langsung pergi ke Rumah Limas tempat pelaut. Rekan mereka menyambut gembira .
***
Kehidupan pelaut kembali kepada rutinitasnya. Piket di batu Rusia kembali diaktifkan. Pelaut keladang dan menangkap ikan dan mencari kerang.
Pada suatu hari, pelaut Rusia yang memantau di pantai melihat sesuatu yang luar biasa.
Para pelaut Rusia melihat sebuah perahu besar dan gagah. Perahu itu tampak indah dan anggun dengan layar besarnya yang terpasang 3 buah dihembus angin.
Tidak ada mesin, tapi melaju dengan kencang.
Para pelaut Rusia melambai lambai, lambaikan tangan dibalas oleh beberapa awak kapal dengan bersahabat.
Mereka memasuki muara. Pelaut Rusia mengikuti dengan antusias.
Lalu perahu itu merapat kedaratan.
"Kami minta izin mendarat." salah satu pelaut dengan bahasa Belanda berbicara.
Pelaut Rusia berpandangan, ketika orang melayu itu bisa berbahasa Belanda dengan baik. Pelaut melayu juga', mereka mungkin menduga pelaut itu orang Belanda.
Kesalah pahaman itu segera diluruskan.
Mereka membalasnya dengan bahasa Inggris.
"Kami Rusia, senang menyambut anda disini," kata pelaut Rusia.
Pelaut melayu yang berbadan tegap itu juga tidak kalah herannya.
Biasanya ada tentara Belanda yang menenteng senjata laras panjang, tapi kini orang kulit putih yang berpakaian tidak rapi.
Pembicaraan itu menjadi ramah, mereka minta berjumpa dengan Datuk Kaya. Ada beberapa komoditas yang mereka bawa untuk Datuk. Pelaut itu mengatakan mereka dari Kalimantan.
BAB 31 Lancang Kuning
Pulau Kalimantan berjarak ratusan mil dari Natuna. Perahu kecil itu meluncur ke tenggara. Salah satu pelaut Melayu terus-menerus memimpin, mengawasi layar dan meneriakkan waktu yang ditunjukkan oleh jam air.
Jam air adalah penemuan orang Melayu. Mereka bekerja dalam cuaca yang tenang dan badai.
Sebuah tempat yang terbuat dari bambu tebal, setengahnya diisi air.
Batok kelapa yang dikerok dan dipoles mengapung di dalamnya. Sebuah lubang telah dibor di sisi yang lebih berat. Ketika cangkang berada di dalam ember, air mengalir ke dalamnya dalam aliran tipis, yang secara bertahap mengisi cangkang.
Ukuran lubang dihitung sehingga tepat satu jam kemudian cangkang tenggelam, dan ini diulang dari jam ke jam. Waktu dihitung dari matahari terbit sampai terbenam. Itu adalah waktu dan juga mungkin juga kompas pembantu pelaut melayu.
Pelaut Rusia mengamati dengan penuh minat kompas Melayu, yang terletak di cekungan lingkaran kayu besar yang mengapung di air.
Hari-hari cerah, selama pelayaran dan hanya di ujung jalan datang badai yang sedikit kuat. Awalnya, dari suatu tempat di kejauhan, angin sepoi-sepoi menyapu. Tapi bertambah lama bertambah kuat.
Ada tanda tanda badai dan angin tornado kecil yang disebut orang Natuna sebagai angin puting beliung.
Angin itu berputar putar dan udara mendung. Angin kencang sangat terasa.
Salah seorang pelaut naik keburitan dan mulut mereka komat kamit mengucapkan sebentuk doa.
Mungkin secara kebetulan, angin yang bergulung gulung itu segera menjauh dari kapal.
Perahu itu berlayar dengan kencang ditiup angin menerjang ombak yang mulai membesar.
Lalu tiba tiba laut berubah menjadi ganas. Para pelaut melayu dengan cepat menurunkan layar.
Segera angin kencang datang, kilat menyambar. Menjadi gelap dan dingin. Laut menjadi abu-abu. Angin semakin kencang setiap menit, perahu-perahu Melayu itu terombang ambing dengan dahsyat.
Sheyna dan puluhan pelaut menahan napas. Meski mereka sudah biasa dilaut, namun berlayar dengan kapal perahu layar seperti ini adalah pengalaman baru bagi mereka. Sangat takut dalam keganasan alam.
Dilingkupi kecemasan melihat alam yang ganas, mereka seperti sabut kelapa di lautan bergelombang dipermainkan ombak raksasa.
Tiang-tiangnya berderit, dilanda angin kencang. Ombak menuangkan semprotan air besar ke atas para pelaut. Air masuk dampai ke dalam perahu menimbulkan ketakutan mereka semua. Apakah mereka akan tenggelam dan berakhir disini?
Mereka membantu membuang air kelaut dan menjaga tidak terlempar kelaut yang menggila.
Namun para pelaut Melayu itu tenang saja, begitu pula nakhoda mereka. Perahu itu dikemudikan secara manual. Bergerak ditengah gelombang dengan gerakan stagnan.
Tapi kemudian ada perintah tiba-tiba dari sang nakhoda, dan orang-orang Melayu itu bergegas mencari keseimbangan. Ombak besar dengan suara dan raungan menggulung perahu. Perahu itu seperti akan lenyap ditelan samudera.
Sepertinya perahu-perahu itu akan ditelan oleh laut dalam. Namun para pelaut melayu dengan sigap menjalankan perahu.
Beberapa detik kemudian, memotong ombak yang berbusa, perahu-perahu itu kembali membubung di puncak ombak dan, memotong buih, bergegas maju. Selamat dari hempasan gelombang dengan tak kurang suatu apa.
Udara dipenuhi dengan semburan air seperti asap yang menggantung di atas laut.
Dan saat fajar matahari menyinari laut, angin sudah mereda. Ombaknya masih naik tinggi, tapi amukan mereka lambat laun melemah.
Perahu berperilaku indah di malam badai, membangkitkan kekaguman yang tulus bagi para pelaut Soviet.
"Pengalaman yang mendebarkan.Saya kira ini sekali seumur hidup." Ujar Pelaut.
"Seperti ada yang melindungi di laut, lihat ketika ada ombak sangat besar. Ketika kita merasa akan tenggelam, perahu itu mengapung dengan cepat dan selamat dari ombak besar."
Segera sebuah pulau kecil berbatu muncul. Nakhoda mengarahkan kapal ke arahnya, dan kapal mendarat ke garis pantai.
Beberapa menit kemudian, mereka mendarat. Pulau yang masih asli dan udara mulai cerah.
"Tidak berserakan, tidak tersesat di laut. Pelaut Melayu yang hebat! " seru Baidakov.
Mereka mendarat di pulau kecil itu.
Para pelaut menikmati air dingin dari pulau. Kemudian beristirahat, mengisi kembali air, kelapa, dan mengumpulkan telur penyu, dan membuat telur orak-arik yang sangat baik.
Mereka terpesona melihat penyu besar didarat. Malam itu banyak kura kura dan mereka bermain dengan binatang lucu dan lamban itu.
Mereka makan dengan nafsu makan yang besar setelah beberapa hari setengah kelaparan.
Usai beristirahat, para pelaut itu terus berlayar ke Kalimantan.
" Kalimantan tidak jauh, " jelas Tun Awang setelah berbincang bincang dengan pelaut melayu.
Layar besar lurus seperti capung, memiliki bentang yang lebar ditiup angin sepoi sepoi.
Beberapa hari setelah mereka berlayar, mereka akhirnya sampai di Kalimantan.
Perahu-perahu itu memasuki teluk, dan kemudian mulai naik ke sungai.
Sungai, berbelok tajam, mengalir di antara tepian dataran rendah, yang merupakan dinding tebal pohon bakau dengan akar udara.
Sesekali terputus oleh gundukan pasir, lalu surut, mendekati air.
Pohon yang tinggi tampak hijau di kejauhan. Di sana-sini di sepanjang pantai ada perkebunan kopi, pohon karet dengan potongan putih di kulit kayu, dan cangkir yang digantung di pohon karet.
Mendekati sebuah kota, mereka berlabuh. Pemerintahan Melayu telah tiba. Dia telah membawa para pelaut Rusia dari kapal perekopa yang ditenggelamkan oleh Jepang,
Para pelaut memperhatikan tiang-tiang tinggi stasiun radio. Menunjuk suatu tempat,
" Lihat, radio! Sekarang kita bisa memberi tahu tentang diri kita ke Rusia".
Bagi para pelaut yang ceria, hari kepulangan mereka ke tanah air sudah dekat.
Namun masalah belum berhenti.
Ketika mereka mendarat, sekelompok tentara Jepang menangkap mereka.
Segera saja interogasi yang sama mulai terjadi.
"Kami adalah pelaut kapal dagang Rusia yang kapalnya ditenggelamkan Jepang."
Orang Jepang itu memeriksa mereka satu persatu. Tapi Kapten yang memeriksa mereka kesulitan berbahasa Inggris. Tampaknya ia kurang pandai berbahasa Inggris. Namun bahasa melayunya bagus sekali.
Tentu saja ini menimbulkan kesulitan, ketika menginterogasi orang Rusia. Munculnya. Tun Awang membuat semuanya lancar.
"Anda orang melayu, mengapa anda disini?" Setelah tanya jawab selesai, Kapten Immamura bertanya kepada pemuda melayu itu.
"Saya bersama orang Rusia, saya penterjemah,'" jawab Tun Awang.
Jepang itu mengangguk dan berkata.
"Sebenarnya anda bebas, kami hanya menahan orang Rusia, anda boleh pergi setelah ini."
Namun Tun Awang meminta untuk terus mendampingi.
"Jadi kami ditawan?" Tanya Kapten Demidov.
" Rusia tidak bermusuhan dengan Jepang. Anda semuanya harus membebaskan kami!" Agak keras suara Kapten Demidov.
Tun Awang menterjemahkan perkataan Kapten Demidov. Alis mata Kapten Immamura terangkat.
"Ini perang, anda akan disatukan dengan tawanan Rusia lainnya."
Ketika hal itu diterjemahkan Tun Awang, semua pelaut terkejut.
Apakah Budarin juga menjadi tawanan? Apakah mereka akan berjumpa? Hal yang tidak diduga. Semuanya menunggu dengan hati berdebat debar. Perjumpaan dengan Budarin.
Kapten Jepang itu tidak keberatan
ketika Tun Awang ingin mendampingi orang Rusia. mungkin mereka merasa terbantu.
"Bisakah saya disini terus? Saya tidak punya siapa siapa dan tidak kenal daerah ini." Kata Awang.
" Tidak bisa. Tawanan kulit putih tidak boleh dicampur. Rumah.ttahanan bukan wewenang saya."
"Biarkan saya membantu!" Tun Awang berkeras.
Pulau Kalimantan berjarak ratusan mil dari Natuna. Perahu kecil itu meluncur ke tenggara. Salah satu pelaut Melayu terus-menerus memimpin, mengawasi layar dan meneriakkan waktu yang ditunjukkan oleh jam air.
Jam air adalah penemuan orang Melayu. Mereka bekerja dalam cuaca yang tenang dan badai.
Sebuah tempat yang terbuat dari bambu tebal, setengahnya diisi air.
Batok kelapa yang dikerok dan dipoles mengapung di dalamnya. Sebuah lubang telah dibor di sisi yang lebih berat. Ketika cangkang berada di dalam ember, air mengalir ke dalamnya dalam aliran tipis, yang secara bertahap mengisi cangkang.
Ukuran lubang dihitung sehingga tepat satu jam kemudian cangkang tenggelam, dan ini diulang dari jam ke jam. Waktu dihitung dari matahari terbit sampai terbenam. Itu adalah waktu dan juga mungkin juga kompas pembantu pelaut melayu.
Pelaut Rusia mengamati dengan penuh minat kompas Melayu, yang terletak di cekungan lingkaran kayu besar yang mengapung di air.
Hari-hari cerah, selama pelayaran dan hanya di ujung jalan datang badai yang sedikit kuat. Awalnya, dari suatu tempat di kejauhan, angin sepoi-sepoi menyapu. Tapi bertambah lama bertambah kuat.
Ada tanda tanda badai dan angin tornado kecil yang disebut orang Natuna sebagai angin puting beliung.
Angin itu berputar putar dan udara mendung. Angin kencang sangat terasa.
Salah seorang pelaut naik keburitan dan mulut mereka komat kamit mengucapkan sebentuk doa.
Mungkin secara kebetulan, angin yang bergulung gulung itu segera menjauh dari kapal.
Perahu itu berlayar dengan kencang ditiup angin menerjang ombak yang mulai membesar.
Lalu tiba tiba laut berubah menjadi ganas. Para pelaut melayu dengan cepat menurunkan layar.
Segera angin kencang datang, kilat menyambar. Menjadi gelap dan dingin. Laut menjadi abu-abu. Angin semakin kencang setiap menit, perahu-perahu Melayu itu terombang ambing dengan dahsyat.
Sheyna dan puluhan pelaut menahan napas. Meski mereka sudah biasa dilaut, namun berlayar dengan kapal perahu layar seperti ini adalah pengalaman baru bagi mereka. Sangat takut dalam keganasan alam.
Dilingkupi kecemasan melihat alam yang ganas, mereka seperti sabut kelapa di lautan bergelombang dipermainkan ombak raksasa.
Tiang-tiangnya berderit, dilanda angin kencang. Ombak menuangkan semprotan air besar ke atas para pelaut. Air masuk dampai ke dalam perahu menimbulkan ketakutan mereka semua. Apakah mereka akan tenggelam dan berakhir disini?
Mereka membantu membuang air kelaut dan menjaga tidak terlempar kelaut yang menggila.
Namun para pelaut Melayu itu tenang saja, begitu pula nakhoda mereka. Perahu itu dikemudikan secara manual. Bergerak ditengah gelombang dengan gerakan stagnan.
Tapi kemudian ada perintah tiba-tiba dari sang nakhoda, dan orang-orang Melayu itu bergegas mencari keseimbangan. Ombak besar dengan suara dan raungan menggulung perahu. Perahu itu seperti akan lenyap ditelan samudera.
Sepertinya perahu-perahu itu akan ditelan oleh laut dalam. Namun para pelaut melayu dengan sigap menjalankan perahu.
Beberapa detik kemudian, memotong ombak yang berbusa, perahu-perahu itu kembali membubung di puncak ombak dan, memotong buih, bergegas maju. Selamat dari hempasan gelombang dengan tak kurang suatu apa.
Udara dipenuhi dengan semburan air seperti asap yang menggantung di atas laut.
Dan saat fajar matahari menyinari laut, angin sudah mereda. Ombaknya masih naik tinggi, tapi amukan mereka lambat laun melemah.
Perahu berperilaku indah di malam badai, membangkitkan kekaguman yang tulus bagi para pelaut Soviet.
"Pengalaman yang mendebarkan.Saya kira ini sekali seumur hidup." Ujar Pelaut.
"Seperti ada yang melindungi di laut, lihat ketika ada ombak sangat besar. Ketika kita merasa akan tenggelam, perahu itu mengapung dengan cepat dan selamat dari ombak besar."
Segera sebuah pulau kecil berbatu muncul. Nakhoda mengarahkan kapal ke arahnya, dan kapal mendarat ke garis pantai.
Beberapa menit kemudian, mereka mendarat. Pulau yang masih asli dan udara mulai cerah.
"Tidak berserakan, tidak tersesat di laut. Pelaut Melayu yang hebat! " seru Baidakov.
Mereka mendarat di pulau kecil itu.
Para pelaut menikmati air dingin dari pulau. Kemudian beristirahat, mengisi kembali air, kelapa, dan mengumpulkan telur penyu, dan membuat telur orak-arik yang sangat baik.
Mereka terpesona melihat penyu besar didarat. Malam itu banyak kura kura dan mereka bermain dengan binatang lucu dan lamban itu.
Mereka makan dengan nafsu makan yang besar setelah beberapa hari setengah kelaparan.
Usai beristirahat, para pelaut itu terus berlayar ke Kalimantan.
" Kalimantan tidak jauh, " jelas Tun Awang setelah berbincang bincang dengan pelaut melayu.
Layar besar lurus seperti capung, memiliki bentang yang lebar ditiup angin sepoi sepoi.
Beberapa hari setelah mereka berlayar, mereka akhirnya sampai di Kalimantan.
Perahu-perahu itu memasuki teluk, dan kemudian mulai naik ke sungai.
Sungai, berbelok tajam, mengalir di antara tepian dataran rendah, yang merupakan dinding tebal pohon bakau dengan akar udara.
Sesekali terputus oleh gundukan pasir, lalu surut, mendekati air.
Pohon yang tinggi tampak hijau di kejauhan. Di sana-sini di sepanjang pantai ada perkebunan kopi, pohon karet dengan potongan putih di kulit kayu, dan cangkir yang digantung di pohon karet.
Mendekati sebuah kota, mereka berlabuh. Pemerintahan Melayu telah tiba. Dia telah membawa para pelaut Rusia dari kapal perekopa yang ditenggelamkan oleh Jepang,
Para pelaut memperhatikan tiang-tiang tinggi stasiun radio. Menunjuk suatu tempat,
" Lihat, radio! Sekarang kita bisa memberi tahu tentang diri kita ke Rusia".
Bagi para pelaut yang ceria, hari kepulangan mereka ke tanah air sudah dekat.
Namun masalah belum berhenti.
Ketika mereka mendarat, sekelompok tentara Jepang menangkap mereka.
Segera saja interogasi yang sama mulai terjadi.
"Kami adalah pelaut kapal dagang Rusia yang kapalnya ditenggelamkan Jepang."
Orang Jepang itu memeriksa mereka satu persatu. Tapi Kapten yang memeriksa mereka kesulitan berbahasa Inggris. Tampaknya ia kurang pandai berbahasa Inggris. Namun bahasa melayunya bagus sekali.
Tentu saja ini menimbulkan kesulitan, ketika menginterogasi orang Rusia. Munculnya. Tun Awang membuat semuanya lancar.
"Anda orang melayu, mengapa anda disini?" Setelah tanya jawab selesai, Kapten Immamura bertanya kepada pemuda melayu itu.
"Saya bersama orang Rusia, saya penterjemah,'" jawab Tun Awang.
Jepang itu mengangguk dan berkata.
"Sebenarnya anda bebas, kami hanya menahan orang Rusia, anda boleh pergi setelah ini."
Namun Tun Awang meminta untuk terus mendampingi.
"Jadi kami ditawan?" Tanya Kapten Demidov.
" Rusia tidak bermusuhan dengan Jepang. Anda semuanya harus membebaskan kami!" Agak keras suara Kapten Demidov.
Tun Awang menterjemahkan perkataan Kapten Demidov. Alis mata Kapten Immamura terangkat.
"Ini perang, anda akan disatukan dengan tawanan Rusia lainnya."
Ketika hal itu diterjemahkan Tun Awang, semua pelaut terkejut.
Apakah Budarin juga menjadi tawanan? Apakah mereka akan berjumpa? Hal yang tidak diduga. Semuanya menunggu dengan hati berdebat debar. Perjumpaan dengan Budarin.
Kapten Jepang itu tidak keberatan
ketika Tun Awang ingin mendampingi orang Rusia. mungkin mereka merasa terbantu.
"Bisakah saya disini terus? Saya tidak punya siapa siapa dan tidak kenal daerah ini." Kata Awang.
" Tidak bisa. Tawanan kulit putih tidak boleh dicampur. Rumah.ttahanan bukan wewenang saya."
"Biarkan saya membantu!" Tun Awang berkeras.
BAB 32 Bertemu Budarin
Jepang itu semula akan marah. Namun lelaki melayu itu tidak tampak takut. Kemudian berubah sikap.
"Kamu bisa bahasa Inggris dengan fasih?"
"Iya, saya bisa berbicara dan menterjemah dengan sama baiknya." Ujar Tun Awang menjelaskan.
"Kamu mungkin tertarik untuk membela negaramu."
"Apakah saya nantinya akan berperang?"
Kapten Immamura tertawa.
"Kamu mempertahankan negeri ini dari serangan orang kulit putih.Tentu saja kamu berperang. Tapi kamu ikut kami sebagai pemenang."
Perwira Jepang itu seorang kapten yang masih muda. Bahasa Inggrisnya tidak begitu baik. Jadi Tun Awang beruntung untuk menjadi anak buah dan teman lelaki Jepang. Bagi Jepang, itu bisa banyak membantu banyak pekerjaan mereka.
Namun tetap saja dia tidak boleh mendampingi orang Rusia untuk selanjutnya.
Dengan perasaan berat ia melihat orang Rusia itu digiring ketempat tahanan.
"Saya akan tetap ada disini," kata Tun Awang menguatkan pelaut Rusia.
"Kamu orang bebas, lebih baik dari pada jadi tahanan." Kata Nazarev.
Mata Sheyna dan pelaut basah, namun kemudian semuanya melihat Tun Awang.
Ternyata ia diizinkan bersama tentara Jepang mengantar mereka ketempat tahanan di kota Pontianak.
"Baiklah, engkau bisa ikut saya." Kapten Immamura berubah sikap.
"Tidak boleh terlalu dekat," ujar Immamura.
Mereka berjalan mengantarkan para tahanan.
Penjara itu ada ditengah kota. Banyak tahanan orang kulit putih yang disatukan.
Tun Awang berjalan bersama orang Jepang mengiringi tahanan Jepang.
Ia berbicara dengan Kapten yang bersamanya. Kapten itu tampak berkesan dengan Tun Awang.
"Kamu bisa masuk guygun, kami melatih orang melayu."
"Tapi saya ingin membantu anda dengan orang Rusia ini."
"'Bersama orang Rusia?"
"Benar, Apakah bisa?" tanya Tun Awang.
"Tidak bisa, di tempat penahanan bukan wewenang saya lagi mungkin setelah dilatih jadi guygun kamu bisa bantu di Barak tempat saya."
'"Baiklah, saya bisa menjadi guygun." Tun Awang 'menerima hal itu.
"Iya, kamu memenuhi syarat. Orang Pontianak tidak menyukai kami."
"Mengapa begitu?"
"Mereka menganggap kami kejam telah membunuh orang Pontianak."
Kapten Immamura cukup bersahabat dan berbicara dengan Tun Awang tidak berjarak.
***
Bagi orang Rusia, tidak ada upaya untuk mengirim radiogram ke tanah air.
Semua yang ditangkap dan ditahan Jepang itu merasa risau. Harapan untuk menelpon tanah air mereka menjadi sirna
"Tidak mungkin, sebagai tahanan dan tidak diakui sulit untuk berhubungan dengan Rusia." Keluh Kapten Demidov.
Para pelaut Rusia sangat kecewa. Kedatangan mereka ke Kalimantan tidak menimbulkan harapan baru.
"Jepang menguasai pulau itu, dan stasiun radio ada di tangan mereka. Tidak mungkin dapat untuk meminta bantuan."
"Hanya kapal Jepang yang datang ke sini, dan kebanyakan militer." kata pelaut yang lain.
Hanya beberapa jam, para pelaut Soviet hidup bebas. Jepang menahan mereka dan memenjarakan mereka di kamp tawanan perang.
Sore itu merupakan kejutan ketika bertemu Budarin di rumah tahanan.
Budarin terlihat kurus dan melihat semua yang datang dengan tertegun.
Tentu saja ia tak menyangka akan bertemu lagi dengan teman dan atasannya.
"Selamat datang Kapten." Budarin menyapa komandannya Kapten Demidov.
"Kamu datang kesini untuk ditahan. Kita semua dipermalukan Jepang." Ujar Kapten Demidov pula dengan kesal.
"Tempat ini lebih buruk." Kata Budarin.
"Lebih baik di Natuna."
"Mungkin juga tidak, mereka akan merekrut orang untuk membuat landasan pesawat di Pulau Subi. Bukan tidak mungkin kita kerja paksa disana." Kata Nazarev.
"Jadi bagaimana nasib orang Natuna? Pekerja paksa?"
"Entahlah, tapi kasihan Datuk Kaya bangsawan. Mereka membantu kita di Natuna dan ancaman Kapten Matsubara. Datuk Kaya membahayakan diri sendiri."
"Mudah mudahan Kapten yang sombong itu tidak pernah kembali ke Natuna."
Semua pelaut Rusia berharap demikian.
Pertemuan dengan Budarin, Bakhirev dan temannya berlangsung dengan bercerita tentang pengalaman mereka berlayar ke Kalimantan.
"Semua awak kapal Perekopa bergabung lagi." Bakhirev berbicara dengan mata berlinang linang.
" Tidak semua, Anna Nikolaevna, Adrianov dan Usechenko yang ke Singapura belum ada khabarnya?"
"Tidak tahu ada berita, apakah memang sudah tewas," lalu para pelaut menceritakan berita yang disampaikan Kapten Matsubara.
" Mereka bohong." Budarin pula yang tidak percaya.
"Dia mengatakan Jepang memperlakukan 'kami dengan baik', nyatanya kami ditahan," Budarin kesal dan mengepalkan tangannya.
Segera mereka bergabung dengan sekelompok pelaut Rusia.
Tahanan lelaki dan wanita dipisah, meski masih ditempat yang sama.
Di tahanan wanita, terdapat wanita Belanda.
Tanpa dapat mengucapkan selamat tinggal, tapi cuma melihat dari kejauhan Tun Awang melambai kepada Sheyna, dan Ednikova. Mereka berdiri ditempat yang dibatasi pagar kawat yang tinggi.
Setelah itu Kapten Jepang mengizinkan Tun Awang pergi.
"Kamu bebas pergi, atau kembali kesini memikirkan untuk jadi Guygun." katanya.
Tun Awang mencari tempat tinggal dan kemudian akan direkomendasikan menjadi siswa guygun bentukan Jepang.
" Saya Immamura menunggu kamu, karena kamu bisa bahasa Inggris."
"Terima kasih kapten." jawab Tun Awang.
Ia berharap menjadi anak buah dari Immamura, itulah nama Kapten Jepang itu.
Untungnya dia dibekali Datuk dengan uang dan sedikit emas untuk hidupnya selama di Pontianak.
***
Berada di Pontianak kota itu dalam keadaan yang memperihatinkan. Kepercayaan orang Pontianak kepada Jepang mulai runtuh.
Kehidupan orang Pontianak lebih menderita dan kebencian kepada Jepang meningkat dengan tajam.
Penyerangan Jepang awal tahun 1942 membuat penderitaan panjang. Ribuan pemduduk Kalimantan yang tewas, ditembak pesawat tempur Jepang.
Di pusat kota Pontianak 1.500 penduduk sipil dan melukai banyak orang lainnya. Anehnya itu terjadi tanpa peringatan.
Setelah menduduki Pontianak, Jepang masih ingin menarik hati orang Pontianak untuk membantu mereka.
Giyugun adalah tentara sukarela yang nantinya diikuti oleh pelatihan lainnya seperti Heiho dan Peta ( pasukan pembela tanah air)
Tak banyak yang dipercayai oleh Jepang untuk membantu mereka, penduduk Pontianak yang militan mulai anti dan membuat masalah dan berani menyerang Jepang.
Jadi mereka akan selektif memilih pemuda yang masuk Guygun.
Pelatihan yang diikuti oleh Tun Awang dengan Jepang tak banyak manfaatnya. Mereka dilatih baris berbaris dan senam taiso setiap pagi."
Berdiri dalam panas pagi menghormati matahari.
Pelatihan keras selama lebih dari sebulan.
Di Kalimantan adalah pemerintahan Militer Angkatan Laut yang pusatnya di Makasar .
Angkatan laut diberi tugas untuk pengamanan di daerah Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Barat.
Dengan sistem militer yang dilaksanakan oleh tentara pendudukan di segala bidang diterapkan sistem militer.
Sebelum dimulai terlebih dahulu dimulai dengan senam “Taiso” kurang lebih setengah jam dengan iringan musik lewat siaran radio.
Mereka juga mengikuti kebiasaan orang dengan kepala gundul memakai pet atau topi model serdadu Jepang dan ikut latihan barisda atau perang-perangan.
Di pelatihan yang ditanamkan Semangat Kebaktian (Hokoseisyin) yang melipti tiga hal yaitu mengorbankan diri, memepertebal persaudaraan dan melaksanakan sesuatu dengan bukti.
Pelatihan para pemuda di Seinen Kuurensyo (pusat latihan pemuda) diawasi dengan ketat.
Setelah selesai pelatihan singkat itu, Tun Awang ditempatkan di barak tempat markas Jepang letnan Immamura. Namun tetap saja tidak boleh pegang senjata. Di Barak, ia cuma pesuruh.
Pekerjaan berat dirumah kecil Immamura atau ditempat lain.
Letnan Jepang itu tampak kesepian dan suka berbicara dengan Tun Awang.
Dalam berbagai kesempatan, ia ingin mengetahui tawanan Rusia.
Namun rencananya untuk melihat teman Rusia tidak bisa didapatnya.
BAB 33 Di Pontianak
Setelah selesai pelatihan, Tun Awang ditempatkan di Barak Jepang dan rumah Kapten Immamura.
Menjadi sahabat Immamura tentunya menimbulkan harapan untuk bertemu dengan tahanan orang Rusia di Pontianak.
Suatu hari Immamura memanggilnya ke kantor di Barak Jepang.
"Apakah kamu mau kembali ke Natuna?"Tanya Kapten itu.
"Tentu saja saya mau, tapi di sini juga bagus. Saya ingin berada disini dan jadi tentara untuk tanah air saya."
"Itu bagus, cinta tanah air. Engkau harus mencontoh Jepang. Mereka rela mati karena membela negaranya. Kamu apa hubungannya dengan Rusia?"
"Tidak ada." Tun Awang menyembunyikan perasaannya mengingat Sheyna yang telah membawanya ke Pontianak.
"Lalu kenapa engkau ngotot untuk melihat mereka ditahanan?"
"Mereka teman saya." Jawab Tun Awang pula.
Kapten Immamura tersenyum menyeringai. Dia menatap lagi Tun Awang.
"Bagaimana pelatihan Guygun yang kamu rasakan?" Tanya Immamura lagi.
"Tidak banyak, terlalu singkat." Jawab Tun Awang pula.
"Baris berbaris, selesai pelatihan tidak ada senjata,"
"Senjata api terbatas, kamu juga belum menunjukan semangat untuk memiliki senjata." Ujar Kapten Immamura pula.
"Lagi pula pelatihan kamu sebagai guygun ( =pasukan sukarela) belum selesai. Harusnya ada 3 bulan, mungkin nanti bisa lanjut."
"Saya ingin lanjut." Menjawab lagi Tun Awang.
"Tapi mungkin kita ditugaskan dengan kapal ke Natuna. Tidak dapat dipastikan kapan pelatihan selanjutnya dimulai, mungkin jika beruntung setelah kembali"
"Mengapa ke Natuna?" Tanya Awang.
"Semua pelaut Rusia akan dikembalikan ke Natuna. Ada perintah." Kapten Immamura tidak melanjutkan perintah apa yang diterimanya.
Pernyataan kapten Immamura mengejutkan Tun Awang. Tentu saja dia ingin ikut.
'"Kalau begitu saya siap ke Natuna."
"Tapi setelah itu kamu harus kembali."
"Siap," ujar Tun Awang.Meski ia ragu dengan kata katanya sendiri.
"Saya merekomendasikan kamu kesana, karena kamu dari sana."
"Apakah anda juga pergi?"
"Iya. Kamu ikut saya."
Berbicara dengan Kapten Immamura cukup ramah dan tak segan segan menceritakan pengalaman tempurnya. Ia bercerita banyak bagaimana dia menjadi perwira angkatan laut Jepang.
Angkatan Laut Kekaisaran Jepang adalah Angkatan Laut paling kuat di dunia, serta paling modern.
Mereka berperang dengan 2 Angkatan Laut lain yang terbesar pada masa itu, Amerika Serikat dan Inggris. Mereka memiliki lebih banyak kapal induk dari Amerika.
Paling berkesan ketika ia menceritakan pendidikan militernya di Jepang.
Immamura dan temannya bernama Hithasi menyamar sebagai pedagang sayur di Balikpapan.
Mereka memberikan banyak informasi untuk kepentingan militer Jepang dalam mengalahkan rencana mengalahkan Belanda.
Tak ada yang menyadari tugas mereka disana. Mereka hanya tahu dia cuma orang sipil biasa yang berdagang seperti orang China.
Sebelum invasi Jepang, mereka sebagian diperintahkan kembali.
Para mata-mata itu kemudian memakai seragam militer Jepang.
Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda mereka kembali perwira Jepang.
Kapten Immamura sendiri sebenarnya adalah angkatan laut yang dididik di akademi angkatan laut. Namun kemudian juga direkrut di sekolah intelijen Nakano Gano.
Imamura lulus sekolah Nakano Gakko (sekolah intelijen tentara) sebelum ditugaskan sebagai mata markas Jepamg.
Sekolah intelijen itu mencetak ribuan agen intelijen tentara yang disebar ke sejumlah negara termasuk di Asia Tenggara.
Mereka bertugas dengan menyamar sebagai diplomat, sebagai wartawan, dan pedagang dan juga pengusaha.
Itu terjadi beberapa bulan sebelum Perang dan Jepang menyerbu Asia Tenggara.
"Semua tentara Jepang siap mati!" kata Immamura.
"Itu sangat berani." Tun Awang yang akrab memuji.
"Itu tidak seberapa, banyak lagi yang bergabung dengan kamikaze dan Kaiten. Kamikaze adalah pasukan bunuh diri dengan menabrakan diri ke pesawat musuh dan Kaiten adalah torpedo yang dikendalikan manusia untuk menabrak kapal perang.'" Kata Immamura pula.
"Kami senang ketika Kaisar menginjungi sekolah dan menyalami semua siswa. Kami menghormati kaisar dan kami bersedia mati untuk kaisar."
Namun kemudian Immamura bersedih.
"Saya merindukan rumah dan orang tua saya, tapi semuanya harus berkorban untuk tanah air." Ujarnya lagi pelan.
Kapten Immamura menceritakan rindu dengan keluarganya.
"Tapi sebelum berangkat, saya membuat surat perpisahan untuk mereka. Karena saya bisa saja tidak akan pernah kembali. Saya adalah untuk Jepang, itu semangat bushido."
Banyak hal yang diceritakan oleh Kapten Immamura dirumahnya tempat dia tinggal sendiri. Kadang kadang ajudannya mendampingi.
Tun Awang mendapat pekerjaan dari yang paling kasar, membersihkan rumah dan pekarangan.
Hal itu membuat Tun Awang tertekan.
***
Di Kalimantan Barat, suasana makin mencengkam. Sejak Jepang mendarat tanggal 22 Februari 1942, secara resmi menyatakan bahwa Kalimantan Barat berada di bawah administrasi kependudukan Jepang.
Semua pemerintahan Belanda dihapuskan. Belanda juga telah melarikan diri dengan kucar kacir. Beberapa pejabatnya lari ke Australia.
Jepang menyerang Pontianak dengan tiba-tiba melakukan serangan bertubi-tubi dengan menembakkan serta menjatuhkan bom lewat serangan udara, di pusat Kota.
Ada 9 pesawat yang meluluhlantakkan Kota Pontianak. Ribuan warga kota Pontianak tewas akibat serangan itu.
Kota Mempawah dibakar, Kota Ngabang juga dijatuhi bom, Sanggau, Pemangkat juga.
Belanda meninggalkan kota Pontianak dengan taktik bumi hangus, agar tempat-tempat yang penting secara strategis, tidak bisa digunakan Jepang.
Pada bulan Juli 1942, Kalimantan bersama dengan Sulawesi, kawasan Sunda Kecil atau Nusa tenggara, kawasan bagian Timur, berada di bawah kekuasaan NipponTeikoku Kaigun atau Angkatan Laut Jepang.
Nippon Teikoku Kaigun Kekaisaran Jepang. dengan simbol jangkar di sebelah kanan.
Nippon Teikoku Kaigun berisi tentara-tentara yang mayoritas perwira-perwiranya adalah anak-anak muda Jepang.
Mereka berani mati dan yakin untuk memenangkan perang Asia Timur Raya.
Jepang ingin membuat sebuah pertahanan rakyat yang pro Jepang, yakni dengan mendidik Gyugun atau barisan sukarela yang patuh terhadap kekaisaran Jepang.
Tidak banyak yang mau mengikuti pendidikan itu.
Karena banyak yang menolak bekerja sama, karena rakyat di Kota Pontianak banyak yang menjadi korban keganasan Jepang.
Mereka dipaksa untuk menyerahkan perhiasan, hasil panen. Orang China menjadi sasaran penindasan Jepang. Harta mereka dirampas dan para wanita mereka diculik.
Rakyat Pontianak yang berani mulai menyerang Jepang. Kota tidak aman dan Jepang meningkatkan patrolinya.
Pengungsian besar-besaran penduduk Kota Pontianak segera saja terjadi dengan menjauhi medan pertempuran.
Pihak militer Belanda yang memerintahkan membumi hangusan milik mereka agar jangan dikuasai Jepang.
Sebagian dari mereka menuju barak-barak pengungsian di pedalaman. Mereka bergerilya di hutan.
Dan sebagian lagi ke utara kemudian berlayar memasuki Sungai Mahakam menuju pedalaman. Orang Pontianak bersembunyi dari keganasan Jepang.
Pihak Belanda merencanakan perang gerilya di hutan-hutan Kalimantan. Namun semuanya itu tidak efektif dan mereka tidak punya pengalaman sementara rakyat tidak mau membantu Belanda. Mereka dengan mudah dikalahkan Jepang.
Jepang pun membagi dua wilayah administrasi di Kalimantan.
Angkatan Darat (AD) Jepang menguasai wilayah Malaysia dan Brunei dari Inggris.
Wilayah ini disebut "Kita Boruneo.” Sementara Angkatan Laut (AL) Jepang menguai wilayah Kalimantan yang sebelumnya dikuasai Hindia Belanda. Bagian ini disebut “Minami Boruneo.”
“Pembagian administrasi ini dilakukan berdasarkan tingkat wilayah.
Angkatan Darat Jepang mengemban tugas mengatur wilayah lebih padat penduduk dan kebutuhan administrasi yang rumit.
Sebaliknya Angkatan Laut Jepang memerintah wilayah Pontianak.
Administrasi sipil ini memang sejalan dengan rencana mengintegrasikan Kalimantan ke dalam Kekaisaran Jepang.
BAB 34 Kekalahan dan Kemenangan
Di waktu senggang, para pelaut Jepang mendengarkan radio di barak mereka.Itu adalah kegiatan menarik bagi tentara Jepang.
Mereka mendengarkan pertempuran Midway dalam Perang Pasifik Juni 1942, Laksamana Chuichi Nagumo, dengan bersemangat dalam radio mengatakan komandan armada Jepang yang menyerang Pearl Harbor, menggelar serangan besar-besaran ke Pulau Midway milik Amerika.
'"Serangan ini akan mematikan Amerika yang pernah memaksa Jepang membuka negeri mereka untuk orang kulit putih.
"Kita akan menyerang pulau pulau Amerika, pulau Midway." Berita radio Jepang.
Pulau itu sebenarnya adalah pulau karang kecil yang tidak luas antara Asia dan Amerika Utara. Pada mulanya mereka tidak akan merasa kesulitan menguasai pulau itu.
Jepang berupaya untuk menghancurkan armada Amerika Serikat agar benar benar lumpuh.
Salah satu strategi yang dilakukan Jepang adalah menyerang pulau-pulau yang dikuasai Amerika Serikat di lautan Pasifik.
Pulau pulau yang dikelola Amerika Serikat seperti Kepulauan Aleut di Alaska dan Midway di Pasifik.
Armada Ametika Serikat yang masih terluka pasca-serangan Pearl Harbor akan mudah dihabisi, demikian pendapat Jepang.
Mereka telah mendapati laporan, Armada Amerika Serikat dengan kapal induk yang rusak di Pearl Harbour hanya diperbaiki ala kadarnya saja.
Perbaikan selama tiga hari dan digunakan kembali bersama USS Enterprise dan USS Hornet.
Ketiganya adalah kapal induk yang tersisa setelah Pearl Harbor diluluhlantakkan Jepang pada 7 Desember 1941.
Pad 4 Juni 1942 pagi, Laksamana Nagumo menggelar serangan perdana dengan mengirim 108 pesawat tempurnya.
Serangan fajar ini mengakibatkan kerusakan yang hebat terhadap instalasi militer AS di pulau karang itu. Pada mulanya Amerika Serikat tidak menduganya. Lalu mereka bereaksi dengan cepat.
Amerika Serikat tidak tinggal diam dan balik menyerang Jepang.
Kebencian orang Amerika meluap luap dan tidak tertahankan lagi.
Namun, kerusakan yang diakibatkan serangan balasan ini amatlah kecil. Tidak menemukan hal yang besar bagi Jepang.
Amerika bahkan harus kehilangan 65 pesawat tempurnya dalam serangan itu.
Kegagalan awal Amerika Serikat ini membuat Nagumo meremehkan kekuatan dan kegigihan dua perwira Amerika Serikat yaitu Laksamanan Chester Nimitz dan Laksamana Raymond Spruance.
Laksamana Nagumo juga salah memperhitungkan taktik dengan mengirimkan gelombang kedua serangan pesawat pengebom untuk menyelesaikan apa yang dia pikir sebagai sisa-sisa armada Amerika Serikat.
Ternyata Amerika Serikat menyembunyikan keberadaan armadanya.
Setelah mengetahui posisi dan rencana Angkatan Laut Jepang terhadap Midway Amerika Serikat balas menyerang.
Dalam serangan berikutnya yang menggunakan 55 pesawat pengebom tukik menuai hasil luar biasa. Tiga dari empat kapal induk Jepang yaitu Akagi, Kaga, dan Soryu tenggelam bersama dengan ratusan pesawat tempurnya.
Armada AS yang lebih besar sudah muncul untuk memberikan pukulan akhir.
Di sisi lain, kapal induk terakhir Jepang, Hiryu rusak parah. Namun sebelumnya, pesawat-pesawat tempur Hiryu berhasil menenggelamkan kapal induk USS Yorktown.
Saat pertempuran berakhir lebih dari ribuan Angkatan Laut Jepang tewas masing-masing di kapal induk Akagi , Kaga , Horyu, dan Soryu orang.
Sementara kapal perusak berat Mikuma tenggelam dengan korban mengakibatkan 700 orang tewas di kapal itu.
Kapal perusak Mogami mengalami kerusakan berat dengan korban 92 orang tewas. Tak hanya itu 322 pesawat tempur Jepang juga hancur dalam pertempuran itu. Pukulan telak sekutu bagi Jepang.
Di pihak Amerika Serikat, kapal induk Yorktown dan sebuah kapal perusak tenggelam.
Kapal ini menewaskan ratusan pelaut Amerika Serikat termasuk didalamnya Mayor Jenderal Clarence L Tinker, komandan Angkatah Udara ke-7 yang gugur saat pesawatnya jatuh di dekat Midway.
Pertempuran Midway adalah titik balik Perang Pasifik, sekaligus kemenangan pertama Sekutu atas Angkatan Laut Jepang.
Meski kekuatan Amerika Serikat saat itu jauh di bawah Jepang, kemenangan di Midway ini membuat kekuatan Angkatan Laut Jepang menurun tajam akibat tenggelamnya tiga kapal induk miliknya.
Usai kekalahan di Midway ini, nampaknya kekuatan Angkatan Laut Jepang tak pernah pulih. Beberapa bulan setelah Midway, Angkatan Laut Jepang juga menelan kekalahan di Pertempuran Solomon Tomur dan Pertempuran Kepulauan Santa Cruz.
Setelah ketiga pertempuran besar itu, kapal induk Angkatan Laut Jepang yang tersisa adalah Shokaku dan Zuikaku, selain Taiho.
Di saat Jepang kesulitan membangun kembali angkatan lautnya, Amerika Serikat malah menambah lebih dari dua lusin kapal perang berbagai jenis.
Pertempuran Midway juga memperlihatkan pentingnya kekuatan udara dalam sebuah konflik bersenjata. Saat Jepang kehilangan kapal-kapal induknya, seketika itu dia kehilangan superioritas kekuatan udaranya.
Hari itu, peringatan bagi angkatan lautnya yang tewas di pertempuran Midway diperingati di pelabuhan Pontianak dengan penuh kesedihan.
Kapten Imamura mengheningkan cipta dan bertekad semua tentara Jepang akan membalas kekalahan itu.
Tun Awang yang berada dibarak Angkatan Laut Jepang melihat semua kesibukan Jepang dan juga berita radio. Berita kekalahan itu menggelorakan semangat tentara Jepang di Pontianak.
***
Tetapi tentara di barak itu juga memperingati keberhasilan mereka di Malaya pada awal 1942.
Orang-orang Malaysia dan Singapura mempertahankan tanah air mereka dari serbuan Jepang tapi Jepang mengalahkan mereka dengan cepat.
Pertempuran di Malaya serangan Jepang dimulai awal pagi 7 Desember 1941
Pasukan Dai Nippon di Asia Tenggara itu dari Thailand, menuju Semenanjung Malaya.
Lebih dari 500 unit pesawat tempur, ditambah tidak kurang dari 200 unit tank dan peralatan perang mutakhir lainnya, serta puluhan ribu serdadu menyerbu AsiaTenggara.
Pergerakan Jepang yang mulai menyerang tidak bisa ditahan Inggris dan sekutunya.
Sebenarnya Jepang sejak tahun 1937 sudah membangun pangkalan militer di Thailand .
Negara ini menerima Jepang dengan suatu bentuk kerja sama pemerintahan.
Awal Desember 1941, tentara Jepang mulai memasuki area kekuasaan Inggris di Malaya dari Thailand.
Pertama kali mereka mendarat di pantai barat dekat Sarawak.
Inggris di Malaya mencoba mempertahankan diri sendiri dari serangan pertama Dai Nippon.
Dimulai pada 8 Desember 1941. Di bawah komando Letnan Jenderal Tomoyuki Yamashita, Jepang menghancurkan pangkalan militer Inggris dan Australia di pantai utara di Kelantan melalui laut.
Jepang juga menggerakkan pasukan infanteri ke pantai barat Malaya .
Tentara yang masuk melalui perbatasan Thailand merangsek ke Malaya.
Ribuan serdadu Jepang dengan mudah memenangkan pertempuran karena dilindungi puluhan pesawat tempur dari udara.
Di Malaya sendiri, pasukan Sekutu yang merupakan gabungan pasukan Inggris, Australia, Melayu, dan serdadu kiriman dari India, semakin kewalahan menghadapi gempuran-gempuran masif yang terus-menerus dilancarkan Dai Nippon.
Pemerintah Inggris di Malaya memiliki kesatuan-kesatuan militer yang berisikan orang-orang pribumi, yakni Resimen Melayu, yang dibentuk sejak 1933.
Pada awal Desember 1941, dua kapal perang Inggris ditenggelamkan pesawat-pesawat tempur Jepang.
Empat hari, pasukan Jepang telah mencapai Johor dan pertempuran sengit melawan Sekutu.
Jepang memang kehilangan 600 orang serta 9 unit tank dalam perang ini. Namun, serangan balasan membuat pihak Sekutu dan Malaya menderita kerugian yang lebih besar lagi.
Tidak kurang dari 3.000 orang menjadi korban, baik tewas maupun luka-luka.
Serangan militer Jepang di Malaya kian gencar dan tak pernah berhenti. Kuala Lumpur pun jatuh ke tangan Dai Nippon pada 31 Januari 1942.
Hanya butuh waktu satu bulan bagi Jepang untuk mengambil alih negeri singapura. Dai Nippon menduduki Singapura.
BAB 35 Pangkalan Pesawat Tempur
Kapal Perang yang meninggalkan Natuna, dipimpin Kapten Matsubara menuju Pulau Subi.
Perintah dari atasannya sudah jelas. Lapangan pulau Subi di dekat Natuna harus direalisasi.
Daerah itu sangat strategis, sebagai pangkalan tempur dan dekat dari Vietnam, Philipina dan seluruh negara di Asia Tenggara.
Kapten Matsubara membayangkan ratusan pesawat militer Jepang akan mendarat di Subi kalau selesai dibangun', meski ia juga menyangsikan keberadaan pesawat tempur karena jumlahnya berkurang banyak semenjak Amerika Serikat meningkatkan kekuatannya melawan Jepang.
Kekalahan Jepang dimulai di Midway. Setelah itu di beberapa tempat di Philipina. Ratusan pesawat tempur Jepang rontok.
Pagi itu Matsubara melihat mercusuar di Pulau Subi berkelap kelip. Di mercusuar yang dibangun Belanda itu ada penjaganya.
Kapal perang Kapten Matsubara berlabuh agak jauh ditengah laut karena pantainya dangkal.
Kapten Matsubara tetap waspada.
"Pasukan Belanda tidak ada disini, tapi semuanya juga harus bersiap."
Orang Kaya Indra Pahlawan dan Orang Kaya Indra Mahkota adalah bangsawan pulau Subi.
Mereka semua dikumpulkan Jepang. Pagi itu ia berdiri di pantai melihat Jepang mendarat.
"Mereka bersenjata, tidak boleh melawan Jepang." Datuk Kaya Indra Pahlawan sudah mengingatkan penduduk pulau Subi.
Selain itu masih banyak keyakinan Jepang adalah sahabat tua yang akan membebaskan negeri itu dari Belanda.
Tentara Jepang memerintahkan mereka semua menuju ke mercusuar.
Kapten Matsubara segera mengetahui siapa yang bertanggung jawab dan punya pengaruh dipulau itu.
"Ayo semua, berkumpul di mercu suar."
Lalu dengan cepat tentara.
Jepang itu membuat markas disana.
Bangunan mercusuar baru di Pulau Subi setinggi 62 meter dengan lampu di ujung menara berdiri dengan angkuhnya di sebelah Timur pulau tersebut.
Kapten Matsubara segera berbicara dengan Datuk penguasa pulau Subi.
Saya bertanggung jawab disini," jawab Datuk Kaya Indra Pahlawan.
"Bagus, semua orang melayu adalah teman Jepang. Apakah ada tentara Belanda?"
"Tidak ada, mereka di Bunguran Natuna, beberapa kali kesini." Jelas Datuk Kaya Indra pula.
Kapten Matsubara mengajak Datuk penguasa pulau Subi berbicara di markasnya.
"Bagaimana pendapat Datuk tempat ini akan menjadi pangkalan pesawat tempur?" Tanya kapten Matsubara.
"Disini perkampungan, semua menjadi ladang getah dan kelapa penduduk." Datuk Kaya pulau Subi menjelaskan.
"Tanah Datuk dimana? Saya tahu Datuk menguasai perkebunan dan tanah yang sangat luas."
"Sekarang tidak lagi, kekuasaan itu sudah diambil Belanda."
"Itu kita kembalikan lagi, Datuk harus menyetujui pembangunan ini.
Menjadi pangkalan pesawat Jepang!"
Semua orang berpandang pandangan.
Tahap pertama pembangunan lintasan pesawat sepanjang 1.500 meter segera dimulai. Tempatnya sudah ditentukan oleh tentara Jepang.
Kebun kelapa dan karet langsung dirampas paksa oleh tentara Jepang.
"Masyarakat Subi haruslah membantu'," kata Matsubara yang berbicara dalam bahasa melayu.
"Kami tidak cukup tenaga, kami juga harus berkebun
'" kata Datuk Kaya Indra pula.
"Saya akan mendatangkan banyak orang dari pulau lain, juga dari Natuna." Jawab Kapten Matsubara.
Lalu ia menempatkan 20 orang prajurit di rumah mercusuar.
Kapten Matsubara bertolak ke Jemaja.
Disitu ada pula Datuk Kaya Jemaja.
Orang-orang besar memerintah di wilayah Pulau Tujuh dari Sultan Riau Lingga. Kapten Matsubara memerintahkan sedikitnya 100 orang penduduk pulau Jemaja dibawa ke Pulau Subi.
Demikian juga pulau pulau lain didekat itu.
Ia membicarakan kemungkinan salah satunya di Jemaja yang akan menjadi pangkalan Angkatan Laut Jepang.
Datuk Kaya pulau Jemaja hanya dapat menyetujui. Namun sekarang adalah pembangunan lantaran pesawat tempur lebih dahulu. Itu adalah perintah langsung dari markas besar di Thailand.
Kapten Matsubara membawa ratusan pemuda dari pulau Jemaja dan beberapa pemuda lain yang akan bekerja membuat landasan pesawat terbang di Pulau Subi.
Pembangunan lapangan udara Subi dikerjakan dengan membagi para pekerja menjadi beberapa kelompok.
Sesuai daerahnya menurut asalnya. Kelompok kerja Serasan, Midai dan Sedanau dan menyusul nantinya kelompok Natuna.
Setiap kelompok, diketuai seorang mandor dan di bawah pantauan 3 orang pegawas dari tentara Jepang.
Perencananya adalah Tanit-Chi, Chika dan Yama-Guchi yang ditempatkan disana. Pasukan Jepang mengawasi pembangunannya.
Ketiga pengawas ini dikenal sangat keras dan kerap menyiksa para pekerja.
Pembangunan lapangan udara Subi, Jepang menerapkan kerja paksa siang dan malam.
Para pekerja juga diperintahkan membuat barak militer, kelong dan tempat pertahanan.
Karena masih kekurangan pekerja dan persediaan makanan Kapten Matsubara berangkat ke Natuna.
'***
Dipagi hari kapal perang Jepang yang dipimpin kapten Matsubara Kembali mendarat di Ranai Natuna.
Prajuritnya turun dari perahu dan segera membuat pos di Tangsi militernya.
Tempat itu kembali menjadi kantor Tentara Jepang. Tak ada tembakan, namun kedatangan kapal perang itu segera diketahui penduduk melayu Natuna. Segera saja kepanikan terjadi dikampung tempat Datuk Kaya.
"Jepang Kembali ke Natuna, cepat dilaporkan ke Datuk Kaya Bangsawan."
Datuk dan penduduk Natuna terpaksa menyambut kembalinya Jepang.
Semuanya bersiap dan dirumah Datuk aura ketakutan sangat terasa. Barang barang berharga dan bahan pangan disembunyikan.
Tentu saja kedatangan itu menimbulkan kecemasan besar.
Ketakutan lain juga kepada para gadis dan wanita Natuna. Mereka banyak yang diungsikan.
Hal utama yang dilakukan Jepang adalah melihat orang Rusia dirumah Limas. Orang Rusia tidak ada. Segera saja timbul kemarahan.
"Tidak ada orang Rusia."
"Apakah mereka lari dan bersembunyi?" Tanya Matsubara.
"Sudah lama ditinggalkan, tidak ada lagi yang mendiami." Kata anak buah Kapten Matsubara.
Perintah segera dikeluarkan, Datuk Kaya Bangsawan Natuna diseret kehadapan Kapten Matsubara.
"Anda melepaskan orang Rusia." Kata Matsubara.
"Saya cuma orang biasa, tak bisa menghalangi mereka pergi. " Ujar Datuk.
Kapten Matsubara.menyeringai.
''Datuk bisa saja memberikan bantuan kepada mereka," tuduh Kapten Matsubara.
"Tidak, kami tidak punya apa apa lagi untuk membantu mereka."
Kapten Matsubara tentu saja tidak percaya. Keadaan sangat mrmcengkam.
Diluar itu, banyak pemuda dan orang Natuna berkumpul. Mereka tidak bersenjata.
"Ada apa? Kalian mau menentang Jepang?"
" Kami minta Datuk kami dibebaskan."
"Akan saya pertimbangkan, kalau ada kaitannya." Ujar Kapten Matsubara.
"Apa kamu semua minta ditembak? Ayo bubar semua," orang Natuna terpaksa membubarkan diri.
Datuk di tahan tangsi militer. Besoknya kembali Datuk Kaya diinterogasi langsung oleh Kapten Matsubara.
"Saya akan menembak Datuk. Itu hukuman yang pantas untuk Datuk." ancam Kapten Matsubara.
Ketakutan segera saja terjadi.
"Saya akan minta Jepang yang di Kalimantan membawa orang Rusia kembali ke Natuna! Apa Datuk kira saya tidak bisa?"
"Kalau begitu bebaskan saya."
Kapten Matsubara menyeringai.
"Saya akan melihat; bagaimana Datuk membantu Jepang dan bekerja sama atau mati."
Besoknya Kapten Matsubara meminta Datuk Kaya agar menyediakan pekerja 200 orang.
"Saya minta Datuk menyediakan 200 orang untuk bekerja di pulau Subi.Saya akan melepaskan Datuk." Kata Kapten Matsubara.
"Tapi ingat, sebagai hukuman Datuk harus menyediakannya makanan bagi mereka."
Beberapa pemuda pulau Natuna segera saja dengan terpaksa setuju dengan hal itu.
Nyawa Datuk mereka terancam oleh Jepang. Kapten Matsubara mengetahui, Natuna adalah lumbung makanan.
Di Natuna, Datuk memiliki banyak sawah yang dikerjakan oleh orang Natuna. Ada juga sawah di pulau lain seperti Anambas, tapi jumlahnya cuma sedikit.
Jadi Datuk Kaya di Pulau Natuna menjadi harapan Jepang untuk membantu logistik.
BAB 36 Kembali ke Natuna
Pelabuhan Seng Hie sebenarnya merupakan pelabuhan bongkar muat di Pontianak. Sekarang menjadi tempat favorit tentara Angkatan Laut Jepang yang menguasai Kalimantan.
Sebelumnya, pelabuhan masih beroperasi untuk melakukan banyak aktivitas bongkar muatan berbagai barang dari kapal dagang.
Pelabuhan ini melayani naik turun penumpang yang ingin menuju daerah Ketapang.
Pelabuhan ini menyimpan sejarah dari saudagar kaya raya China Theng Seng Hie.
Saudagar ini yang pertama kali membangun dermaga itu dizaman dulu.
Dermaga itu akhirnya dikenal dengan sebutan Pelabuhan Seng Hie.
Mulai dari pedagang dari Riau, Pulau Jawa, Malaysia, Singapura, dan pedagang lainnya di Kalimantan Barat yang ingin menawarkan hasil bumi.
Sebagai pusat aktivitas niaga dan perdagangan lokasinya cukup strategis karena dermaga ini berada dekat dengan rute pelayaran laut China Selatan.
Tempat mendistribusikan hasil alam tanah seperti emas, intan, kayu, hingga lada.
Namun semenjak dikuasai Jepang, kegiatan ditempat itu jauh menurun dan berhenti sama sekali.
Sekarang tempat itu kembali disibukan oleh kapal perang Jepang yang akan berangkat ke Natuna dan Singapura.
Kapten Immamura dalam misi tempur ditugaskan membawa seluruh tawanan Rusia ke Natuna dan setelah itu bergabung dengan kapal perang lainnya di Singapura untuk pertempuran berikutnya dengan sekutu.
***
Seorang perwira Jepang datang ke kamp tahanan Rusia dan seorang juru kamera bersamanya.
Para pelaut dengan rokok dan tentara Jepang menunjuk ke juru kamera, pada dirinya sendiri dan pada para pelaut.
Mereka menyuruh para pelaut untuk tersenyum dan merekam mereka dalam suasana gembira .
Jepang membuat film melambaikan tangannya ke juru kamera.
Dan kemudian pelaut Rusia dikelilingi oleh pelaut militer Jepang, membawa mereka ke pelabuhan Seng Hie dan kapal perang dan dilempar ke dalam kamar kapal yang gelap.
Dalam misi yang dibawa oleh Kapten Immamura terdapat Tun Awang yang bekerja dengan Kapten Immamura.
Namun ia tak dapat berbuat apa apa. Bahkan dia tidak diizinkan bertemu dengan para pelaut Rusia. Para pelaut Rusia ingin memdekat, Sheyna melihatnya. Namun mereka tidak diizinkan bertemu.
"Sheyna melihat pemuda melayu itu dengan mata membasah.
Nazarev dan Ednovokia melambai kepada Tun Awang. Bagaimanapun juga mereka kembali bersama.
Kapal itu menuju ke Natuna. Setelah beberapa lama, para pelaut Rusia keluar dari dek dan mereka menggigil tertiup angin segar.
Mereka melihat sekeliling. Ternyata mereka telah berada kembali di Natuna.
Gundukan pasir panjang di sebelah kiri. Di belakangnya menjulang tebing hitam dengan siluet hitam pohon yang sama di dataran sedikit putih di puncaknya.
Jalan setapak yang diterangi sinar bulan berkilauan di laut.
Dari jauh mereka melihat gunung Natuna.
Saat fajar, semua orang diturunkan di pulau itu. Perwira Jepang berbicara dengan cepat, mendekati orang Natuna yang ada dipantai.
Dia berteriak lama pada kepala pulau itu Datuk Kaya, lalu dengan tegas memerintahkan untuk mengawasi Rusia agar mereka tidak melarikan diri lagi.
"Tidak boleh pergi dari pulau ini tanpa seizin Jepang." Kata Kapten Immamura.
Hanya sehari Kapten Immamura berada di Natuna, memastikan seluruh pelaut kembali ke tempatnya.
Tun Awang tidak diizinkan untuk tinggal dan tetap dikapal dengan tugas hanya sebagai pembantu dan sekali dua ia dipanggil Kapten Immamura untuk menterjemahkan dokumen.
Meski ia telah bermohon kepada Kapten Immamura untuk tinggal, tetap tidak diizinkan.
"Kamu gyugun Jepang, kamu lembek.'" Kapten Immamura marah.
"Kamu beruntung, salah satu orang melayu yang mendapat kehormatan membantu Jepang."
Segera saja, kapal Jepang itu menimbang jangkar dan berangkat.
Para pelaut Rusia resmi dengan rutinitas mereka kembali. Datuk Kaya Bangsawan datang dan menyapa para pelaut dengan gembira. Datuk membawa beras dan bahan makanan untuk orang Rusia.
Bagaimanakah kehidupan mereka selanjutnya, mungkin bertambah sulit. Perjuangan panjang untuk pulang, tapi saat ini kembali lagi ke Natuna. Apakah mereka dapat kembali kenegerinya atau tidak sama sekali.
Orang Melayu Natuna tentunya masih memperlakukan para pelaut dengan baik, memberi mereka makanan, menyediakan rumah melayu Limas untuk tempat tinggal mereka. Sampai kapan mereka hidup seperti itu'? Jumlah mereka saat ini cukup banyak. Mereka akan mencoba kembali mandiri tanpa bergantung dengan orang melayu Natuna.
Saat itu, pulau itu sangat sepi. Hanya ada sedikit orang yang datang ke pantai.
"Dimana orang Melayu Natuna Datuk?" Tanya Budarin dengan heran.
Datuk merapikan rambut lurus kasar di kepalanya, lalu memain-mainkan beberapa helai rambut janggutnya yang jarang tumbuh dan terdiam untuk waktu yang lama.
Dari wajahnya yang kuning dan berpipi tinggi mengungkapkan begitu banyak kesedihan sehingga semuanya menjadi jelas tanpa kata-kata.
"Kapten Matsubara membawa banyak sekali orang Melayu Natuna ke pulau Subi untuk bekerja membuat lapangan pesawat tempur di pulau Subi. Mereka belum kembali. Beberapa orang lagi menghilang ke dalam hutan. Itu menjadi buruk, sangat buruk dengan kami."
Kapten Matsubara yang membawa mereka tidak pernah muncul kembali.
Jepang akan membawa banyak kesengsaraan bagi mereka.
***
Kapal perang Jepang yang dipimpin Kapten Immamura meninggalkan Pulau Natuna.
Kepedihan melihat negerinya, Tun Awang menatap pulau Natuna dengan sedih.
Apakah dia tidak akan melihat Natuna lagi?
Tidak, Tun Awang tidak akan meninggalkan Natuna. Dia akan kembali.
Namun pulau itu telah menjauh. Sebentar lagi akan lenyap dari pandangan.
Malam makin larut, ketika Kapten Immamura memeriksa pasukannya ia tidak lagi melihat Tun Awang.
Lelaki itu telah lenyap. Apakah ia terjatuh kelaut? Atau melarikan diri?
"Pasti sudah terjun kelaut dan melarikan diri." Kapten Immamura amat dongkol.
Tak ada waktu untuk memikirkan lelaki melayu itu.
Kapten Immamura akhirnya tidak peduli, tidak akan kembali ke Natuna untuk menghukum lelaki itu.
Kapal perang itu terus melaju meninggalkan Natuna untuk bergabung dengan kapal perang lainnya dalam suatu tugas tempur.
Ketika Tun Awang nekad terjun kelaut. Udara dingin malam terus menyergapnya ketika ia berenang dalam kegelapan malam.
Tun Awang terus memaksakan diri berenang dilaut menuju Natuna.
Pantai masih jauh, Tun Awang berusaha sekuat tenaga berenang menaklukan laut untuk kebebasannya.
Terus berenang. Tanpa henti. Ia terdampar di pantai Natuna dengan kelelahan yang amat sangat.
Paginya dipantai, dekat pos Batu Rusia di penjagaan pantai, orang melayu Natuna menemukan Tun Awang terdampar.
Ia pingsan dipantai karena berenang disepanjang malam.
Tun Awang telah kembali ke Natuna dengan cara yang luar biasa.
Lelaki itu bisa saja tenggelam, tapi kini ia beruntung telah selamat.
Ketika matahari pagi muncul Tun Awang terbangun. Berjalan tetatih tatih menuju ke kampung Melayu Natuna dengan dibantu oleh mereka temannya yang menemukan.
Ia tiba di kampung dan
Datuk Kaya dan teman temannya telah ada disekelilingnya.
"Kamu nekad." Kata Datuk Kaya.
"Kami melihat kamu dengan Jepang. Kami pikir tidak akan melihat kamu lagi."
"Saya dipaksa, tidak boleh turun, tidak diizinkan juga mendarat."
"Kami tahu, meski ada juga yang menduga kamu berkolaborasi dengan Jepang dan melupakan tanah air kamu "
"Tidak akan Datuk."
Kepulangan Tun Awang disambut dengan penuh kegembiraan.
Semua orang melayu Natuna gembira.
BAB 37 Dibawa ke Singapura
Pagi itu Sheyna berdiam diri. Sampai siangnya dan para pelaut bergembira, ia tetap dengan kesendiriannya.
"Apa yang kau sedihkan. Lupakanlah, kehidupan harus berlanjut." Hibur Ednikova.
"Mengapa ia mesti pergi dengan Jepang itu?" Tanya Sheyna lirih.
"Ia telah bersama kita, menderita bersama.."
"Mungkin dia telah menjadi tentara Jepang." Kata Ednovokia lagi.
"Apa mungkin? Aku tidak percaya. Jepang itu mungkin telah menawan dan memaksanya."
"Mungkin saja," jawab Nazarev.
"Pada akhirnya dia akan berjuang bersama Jepang. Aku pernah dengar, Jepang merekrut tentara dari daerah pendudukan seperti di Taiwan dan Hongkong. Tun Awang juga telah direkrut mereka."
Kemudian sunyi, semuanya larut dalam kesedihan.
Ednovokia dan Nazarev akhirnya meninggalkan Sheyna dalam kesendiriannya.
Tapi Kemudian ia masuk kedalam menarik tangan Shenya. Dengan sangat gembira Ednovokia berseru.
"Ayo, lihat ke halaman. Kamu akan terkejut. Cepat. Cepat'!! " Ednovokia menarik tangan temannya supaya bergegas.
Sheyna sangat enggan, ia malas sekali untuk ikut tarikan Ednovokia. Namun dengan terpaksa dia pergi melihat ke halaman.
Tak percaya dengan pandangannya, Tun Awang, Datuk Kaya bangsawan dan orang melayu Natuna berdiri dihalaman.
Tun Awang melambai dengan gembira. Apakah itu benar lelaki itu?
Sheyna berlari kehalaman dan memeluk lelaki itu dengan erat erat melepas kerinduan.
"Kau datang kembali, kami pikir engkau tidak kembali."
Datuk Kaya melihat adegan itu dengan tercengang.
Namun akhirnya dia mengerti dengan apa yang terjadi. Meski Datuk Kaya Bangsawan masih ragu mengenai kedua mereka.
Kedua orang berbeda budaya, bangsa dan keyakinan itu, apakah bisa bersatu?
Pelaut Rusia juga melihat kejadian itu. Kapten Demidov dan juga Budarin. Mereka saling menarik napas panjang melihat hal yang mengharukan itu.
Kegembiraan meledak diantara mereka. Datuk Kaya membawa banyak keperluan pelaut. Hari itu mereka akan makan bersama.
Mungkin bagi Nazarev dan Ednivokia. Mereka akan meresmikan hubungan mereka. Teman teman pelaut mereka dirumah melayu Limas sangat mendukung. Perkawinan teman mereka Nazarev dan Ednovokia. Tapi mereka dinegeri asing. Tidak ada pendeta atau wali. Mungkin untuk sementara waktu mereka harus menundanya.
Sementara Datuk Kaya dan Kapten Demidov belum dapat memutuskan selain merasa gembira hubungan Tun Awang pemuda melayu Natuna dan teman mereka Sheyna Berdankova.
***
Perang Dunia ke-2 yang berkecamuk di dunia tahun 1940 menyisakan banyak sejarah.
Pertempuran Stalingrad Rusia dengan Nazi Jerman merupakan kekalahan besar bagi Jerman.
Kemenangan Rusia di Stalingrad menyandang nama pemimpin Uni Soviet kala itu, Joseph Stalin.
Hitler yang menginginkan kemenangan total di Stalingrad harus kecewa.
Kemenangan yang diharapkan beralih menjadi kekalahan terpahit bagi tentara Jerman.
Panglima Lapangan Angkatan Perang Jerman menyerah.
Belum pernah ada seorang Panglima Lapangan Angkatan Bersenjata Jerman yang menyerah hidup-hidup kepada lawannya.
Namun, pada tanggal 31 Januari 1943 semua catatan itu tercoreng ketika Jenderal Friedrich Von Paulus yang baru saja diangkat Adolf Hitler menjadi Panglima Lapangan tempur menyerah kepada pasukan Uni Soviet dalam pertempuran Stalingrad.
Setelah dirinya menyerah, tidak lama kemudian seluruh sisa tentara Jerman dan sekutunya yang tergabung dalam Tentara ke-6 juga menyerah dan mengibarkan bendera putih kepada Rusia pada tanggal 2 Februari 1943.
Kekalahan Tentara ke-6 Jerman pada 2 Februari 1943 menghasilkan pukulan telak pertama untuk Angkatan Bersenjata Jerman di Front Timur.
Lebih 2 juta orang korban Kedua belah pihak.
Jepang yang menyeret Amerika seperti membangunkan macan yang tidur juga mulai menelan kekalahan.
Amerika yang semula enggan melawan Jepang menjadi pihak yang sangat marah kepada Jepang akibat peristiwa Pearl Harbour.
Mungkin adanya para pelaut Rusia yang berada di Natuna mulai diketahui pihak Rusia. Negara itu tentu ingin melindungi warganya. Rusia adalah negara yang disegani karena kemenangan di Stalingrad.
Jadi pada suatu pagi, lagi lagi kapal perang Jepang datang ke Natuna.
"Kapal perang Jepang, apalagi yang terjadi?"
"Itu bukan kapal perang Kapten Matsubara, berbeda." kata yang lain.
Kembali ramai di pelabuhan Ranai.
Kapal itu mendarat dan menurunkan perahu pendarat.
Seorang Kapten Kapal perang yang turun bersikap lebih ramah.
"Kami akan membawa semua pelaut Rusia ke Singapura. Kalian melihat, betapa baiknya Jepang." Ujar Kapten Kapal perang Jepang.
"Kami ingin kembali ke Rusia." Kata Budarin.
"Apakah itu akan terjadi?" Tanya Budarin lagi.
"Itu semuanya melalui proses, semoga kalian beruntung." Jawab Kapten kapal perang itu dengan simpatik.
"Anda bisa melakukannya di Singapura." lanjutnya lagi.
"Saya ditugaskan membawa semua pelaut Rusia ke Singapura."
Harapan kembali timbul. Apakah keberadaan mereka sudah diketahui Rusia dan Jepang sudah mulai membantu?
Kali ini negara mereka Rusia akan datang. Jepang tidak bisa sewenang wenang kepada Rusia.
Banyak pertanyaan yang diajukan para pelaut. Namun mereka tidak menemukan jawaban yang memuaskan.
" Apakah ada konsulat Rusia di Singapura?"
"Saya tidak bisa menjawab, tugas saya membawa para pelaut Rusia ke Singapura."
Jepang tanpa banyak bicara lagi membawa semua pelaut Rusia ke Singapura.
Sekali lagi mereka mengucapkan perpisahan dengan orang orang Melayu Natuna.
Mereka tidak mempersoalkan, ketika Tun Awang juga ikut dengan orang Rusia.
Tun Awang ingin pergi, ke tempat masa kanak kanaknya di Singapura dan juga Johor baharu.
"Baiklah, karena kamu dulu dari Singapura dan kembali ke sana. Saya tidak melarang." Kata Datuk Kaya Bangsawan melepas lelaki itu.
"Saya berterima kasih Datuk." Tun Awang memcium tangan Datuk dengan mata basah.
Para pelaut Rusia juga. mengucapkan terima kasih kepada seluruh orang Natuna. Mereka pergi dengan harapan akan bisa pulang ke negaranya.
Orang melayu Natuna melambai lambaikan tangan. Orang Rusia juga. Membalas lambaian itu.
Semua pelaut 'Rusia dan Tun Awang dimasukkan ke dalam perahu dan naik ke kapal.
Dikumpulkan di palka, para pelaut memandang sedih ke pantai berbatu pulau, di beting karang dan terumbu yang berubah menjadi merah muda di bawah cahaya fajar malam.
Puncak gunung Natuna perlahan menghilang dan surut, pohon rumbia dan sagu menjauh dan di udara tenang di pantai itu menjadi semakin dingin.
Tempat di dek kapal yang panas matahari tidak lagi membakar telapak kakinya yang telanjang. Mencari kerang atau ikan di pantai. Berkebun dan menanam sayur. Ritual itu kini mungkin cuma kenangan.
Pada hari kedua, duduk di palka, semua orang mendengar raungan jangkar dilemparkan, dentingan balok kayu di kaki para pelaut Jepang berlari melintasi dek.
Kapal uap itu telah tiba di Singapura. Keramaian kota segera tercipta. Tun Awang menatap kota Singapura dari kapal.
Saat para pelaut dibawa dari pelabuhan, di pinggir jalan, dekat sebuah gedung theater mereka melihat pohon Natal dengan lampu kelap kelip.
"Lihat, pohon Natal, ini bulan Desember dan hari natal." seru Bakhirev.
Semua orang gembira bahkan meneteskan air mata, dan buru-buru menghapusnya, berkata:
Perwira Jepang di Kapal mengucapkan selamat kepada orang Rusia sebelum menyerahkan ke otoritas setempat.
"Selamat datang di Syonan-to kata seorang perwira Jepang dengan ramah kepada pelaut Rusia."
Singapura dinamakan oleh Jepang menjadi kota Syonan-to.
Itu adalah bahasa Jepang yang artinya Cahaya Selatan.
Jepang sangat bangga atas keberhasilannya menguasai Singapura dalam waktu singkat.
BAB 38 Dalam Tahanan Jepang
Dalam serangan tanggal 10 Desember 1941, kapal perang Inggris, Prince of Wales dan Repulse, berhasil ditenggelamkan Jepang di utara Singapura.
Dari Istana Bukit Serena dan Sultan Johor, di Johor—daratan Malaya yang berseberangan dengan Pulau itu, Jenderal Tomoyuki Yamashita memimpin penyerangan ke Singapura.
Dari Woodland dan Johor Baru melintasi Causeway Jepang menyeberangkan pasukannya dengan mudah ke Singapura.
Militer Inggris yang bertahan di Causeway atas perintah Letnan Jenderal Percival, tidak bisa membendung Jepang. Jembatan itu dibumi hanguskan untuk menghambat lajunya pasukan Jepang.
Ada 85 ribu orang yang terdiri dari dari militer Inggris, Australia, India-Inggris dan orang-orang Melayu di ketentaraan Inggris.
Lima belas ribu di antaranya pasukan tempur terlatih. Tapi kini semuanya tidak berdaya menghadapi pasukan berani mati atau "jibakutai" Jepang.
Yamashita hanya punya sepertiga dari yang dimiliki angkatan tentara Inggris atau cuma 30 ribu tentara melawan 85 ribu orang.
Jenderal Yamashita harus bergerak cepat dengan pasukannya yang terbatas itu.
Selama berhari-hari militer Sekutu harus bertahan di negeri itu membendung serangan Jepang.
Gempuran Jenderal Yamashita begitu kuat menuju jantung pertahanan Singapura. Sisi barat daya pasukan Sekutu berhasil dijebol tentara Jepang.
Serangan Jepang yang kuat dengan tank menduduki jalan Bukit Timah.
Pasukan Inggris di Singapura yang berjumlah besar tiba-tiba terjepit. Perlawanan menjadi sia sia.
Jenderal Inggris itu, harus hadir dalam acara penyerahan di hadapan Yamashita.
Pasukan yang tersisa—baik Inggris-India, Australia dan Melayu—akhirnya jadi tawanan perang. Ini menjadi pukulan besar bagi pihak Inggris.
Ratusan penduduk Tionghoa ditahan untuk diperiksa.
Pembunuhan banyak terjadi dan
Singapura begitu kacau.
Tetapi dengan cepat diamankan Jepang dan melakukan pengambil alihan kekuasaan.
Orang orang Tionghoa menjadi sasaran Jepang. Harta benda mereka dirampas dan tidak ada tempat persembunyian.
***
Hampir 2 tahun setelah itu,
para pelaut Rusia yang datang segera saja bergabung dengan tahanan lain yang masih dipenjara.
Mereka dipisahkan dari tahanan orang Inggris dan tahanan kulit putih lainnya.
Tak lama kemudian para pelaut tahanan Rusia dibawa ke pinggiran kota disebuah penjara khusus. Itulah tempat mereka saat ini.
Di Singapura, Tun Awang tidak diperbolehkan ikut dengan orang Rusia. Dia segera dipisahkan dan tidak ditahan.
"Orang melayu, mengapa ada di kapal. Itu tidak boleh, apalagi di penjara kulit putih."
Segera saja Tun Awang di interogasi.
"Jadi kamu orang Singapura?"
"Saya lahir disini, " jawab Tun Awang.
"Dimana kamu tinggal?"
"Lorong Buangkok." Tun Awang masih ingat tempatnya ketika masih kecil dan tinggal di Singapura.
"Perwira Jepang itu mencatat alamat yang diberikan Tun Awang."
"Kamu boleh pergi," perwira Jepang itu melepaskan Tun Awang.
"Jadi saya bebas?" Tanya Tun Awang.
"Kami membebaskan orang melayu dari orang kulit putih? Asia adalah untuk Asia" Propaganda Jepang yang selalu di katakan kepada orang melayu.
"Kemana teman teman Rusia saya dibawa?" Tanya Tun Awang.
"Apa pedulimu?" Tanya perwira Jepang.
"Saya penterjemah mereka."
"Kamu bisa bahasa Rusia?"
"Mereka bisa bahasa Inggris dan saya membantu mereka selama di Natuna."
"Mereka aman disana, menunggu ketentuan selanjutnya dari otoritas.Kami dipetintahkan mengamankan orang Rusia."
Setelah dilepaskan dari interogasi, Tun Awang harus mencari tempat sendiri.
Beruntung dia dahulu berasal dari Singapura. Jadi negeri ini seperti pulang ke kampung halaman sendiri bagi Tun Awang.
Ia dapat mencari kerabatnya di Singapura di lorong Buangkok. Tak akan kesulitan karena masih banyak yang mengenalnya.
Kerabat ayahnya juga ada di Johore Baharu.
Namun kini', itu belum dilakukannya. Tun Awang harus mencari penginapan dan mencari informasi kemana orang Rusia dibawa.
Berbeda dengan kedatangan ke Natuna, kapten kapal perang berlaku ramah. Namun di Singapura tidak demikian. Perwira Jepang tidak berlaku ramah kepada para tawanan.
Setelah menempatkan di penjara mereka, tak ada lagi yang dapat dilakukan Tun Awang.
Tun Awang menjual perhiasan emas yang diberikan Datuk Kaya untuk bekalnya di Singapura.
Ditempat penginapan Tun Awang masih bingung apa yang mesti dilakukannya di Singapura.
Kota ini.
"Anda masih baru disini?" Tanya pemilik penginapan.
"Kamu harus punya identitas.di Singapura, kalau tidak akan kesulitan."
"Saya tinggal disini dulunya, bagaimana saya dapat identitas?"
"Tempat tinggal lama, mungkin bisa diusahakan lagi."
Saran tersebut segera dilakukan Tun Awang. Pergi ketempat. tinggalnya dulu, masih banyak yang mrngenalnya. Sahabat baiknya membantu dia tinggal lagi ditempat itu.
"Kamu tinggal disini saja, lebih aman dan surat keterangan kamu bisa dibuat melalui kepala lorong setempat."
Sahabat masa kecilnya membantu Tun Awang mendapat identitas baru di Singapura.
Tun Awang setiap hari mencari informasi dengan apa yang terjadi dengan tawanan Rusia.
Pelaut Rusia menjadi kecewa dengan perlakuan Jepang terhadap mereka.
"Kami bukan musuh Jepang, Rusia tidak bermusuhan dengan Jepang."
Alasan itu selalu dikatakan orang Rusia kepada Jepang.
Tiga hari kemudian, para pelaut Rusia dikirim ke Jakhar, disebelah utara Singapura. Tempat itu terpisah dari penjara orang kulit putih lainnya.
Para tahanan ditempatkan di ruangan yang begitu sempit sehingga tidak ada yang bisa dihirup dan sama sekali tidak sehat.
Ketika para pelaut Rusia protes perwira Jepang itu menanggapi dengan sopan.
"Saya mendengarkan protes anda, tapi kondisinya memang seperti itu. Ada puluhan ribu tahanan, ini sudah cukup baik, karena anda orang Rusia."
Mereka mendengar juga berita itu, ribuan tahanan Inggris mendapat perlakuan buruk. Banyak yang meninggal dan jatah makanan yang buruk.
Di penjara, perwira Jepang itu mencoba bersahabat dan tersenyum dan dengan sangat sopan berkata:
"Saya akan dengan senang hati memberikan tempat yang lebih baik kepada para pelaut Rusia, tetapi tidak ada yang lain?"
Pakaian para pelaut berubah menjadi compang-camping, menjadi tidak nyaman dipakai.
"Para wanita benar-benar dalam kesulitan," kata Kapten Demidov.
"Mereka akan dibantu lebih baik.'" janji Jepang.
Kadang kadang mereka diizinkan keluar jalan-jalan. Para pelaut dibawa untuk diinterogasi hampir setiap hari. Mereka menawarkan untuk menandatangani beberapa makalah yang ditulis dalam bahasa Jepang; dengan sangat ramah menawarkan rokok, teh, roti dan bertanya.
"Apakah semuanya baik?"
"Bisa dilihat sendiri, kami minta dihubungkan dengan konsulat Rusia."
"Tidak ada disini, mungkin ada di Kowlon Hongkong."
Para pelaut sangat kecewa, namun mereka tidak dapat berbuat apa apa.
Tetapi kegembiraan datang segera - para pelaut Soviet mengetahui bahwa kekalahan Jepang sudah diambang pintu.
"Jepang sudah terdesak, mereka akan kalah dan kita bebas.'"
Para tahanan dibiarkan sendiri dan sama sekali tidak dipanggil lagi untuk diinterogasi.
Suatu hari komandan datang dan, sambil tersenyum, berkomentar:
"Saya sudah melapor ke pihak berwenang; tempat ini benar-benar buruk, jadi orang Rusia akan dibantu."
"Bantuan apa yang dapat diberikan?"
"Mungkin anda butuh pendamping."
"Izin untuk pergi dan pulang."
Para pelaut menunggu pendamping yang akan membantu mereka.
Namun tetap saja pendamping itu tidak ada dari Jepang."
Para pelaut juga tidak mengerti, pendamping seperti apa yang mereka butuhkan.
Tun Awang tidak bisa jadi pendamping, orang melayu tidak bisa.
Pada akhirnya prndamping akan datang.
BAB 39 Bertemu Anna Nikolaevna
Suatu hari dipenjara Jakhar di Singapura Tun Awang sangat terkejut ketika bertemu dengan Anna Nikolaevna.
Ia melihat Anna Nikolaevna dan Adrianov dipenjara Jakhar ketika datang.
Anna Nikolaevna yang yang pertama kali melihat Tun Awang dan dia berteriak.
"Anna Nikolaevna ada disini. Kamu Tun Awang bukan?"
Tun Awang sampai hampir lupa membalas sapaan mereka karena terkejutnya.
Ia melihat Anna Nikolaevna dan Adrianov di halaman penjara hampir tidak percaya.
Wajah kedua orang itu sangat gembira.
"Anna, anda baik baik saja? Teman teman mencemaskan kamu."
"Kami tidak bisa memberi khabar, kota ini kacau ketika kami datang."
"Bagaimana kamu dapat selamat?"
"Mendarat di daerah yang belum dikuasai Jepang, tapi setelah itu kacau dan Jepang menyerbu rumah sakit dan kami keluar hospital sebelum terjadi."
"Apakah kamu dapat perawatan disana?"
"Iya, rumah sakit Inggris membantu kami. Namun tidak lama kemudian Jepang menguasai rumah sakit itu." menjelaskan lagi Anna.
"Kami datang karena ada berita pelaut Rusia dari Natuna ke Singapura. Kami sekarang minta izin untuk bertemu."
"Kebetulan sekali, saya bersama mereka, tapi tidak bisa mendampingi."
Tun Awang menceritakan keadaan teman pelaut Rusia.
"Mereka pasti sangat gembira dengan pertemuan ini."
"Kami juga, tidak sabar lagi bertemu mereka."
Anna Nikolaevna sangat terharu. Air mata mengalir di pipinya yang cekung, meski ada bekas kelelahan di wajah mereka, keduanya tampak sehat.
“Syukur mereka semua pelaut Rusia telah di bawa ke satu tempat,” kata Anna dan Adrianov dengan gembira.
Tun Awang mendengarkan cerita mereka tentang kejadian setelah mereka lepas landas dengan pesawat Amphibi ke Singapura.
Mereka selamat tiba di Singapura dan dirawat di sebuah rumah sakit milik Inggris. Ada banyak yang terluka disana.
Dokter memperlakukan orang Rusia dengan baik. Ada pembantu Melayu dan Tionghoa juga. Para pelaut Rusia, Anna dan dua temannya dirawat disana.
Segera setelah itu tempat itu menjadi kacau. pertempuran terjadi dan suara tembakan. Suasananya sangat buruk. Tempat itu dikuasai Jepang. Mereka pergi dari rumah sakit sebelum Jepang datang dan menyelamatkan diri.
Namun Jepang menangkap mereka. Setelah diinterogasi oleh Jepang, beruntung mereka lolos dan dapat membuktikan diri bahwa mereka adalah orang Rusia.
"Ada yang membantu kami, dan atas bantuan mereka kami selamat."
Seorang Ceko, Edward Richard, pemilik sebuah hotel kecil membantu mereka.
Richard yang juga punya pabrik dan ada ketel uap. Adrianov dan Usachenko membantu memperbaiki ketel uap mereka yang rusak.
Sangat mudah untuk berbicara dengannya. Richard adalah seorang pirang yang ramah dan lincah, dengan mata yang jernih dan bersemangat.
Mereka membawanya dari rumah sakit, Richard pemilik Hotel bersedia mempekerjakan
orang Rusia Adrianov, Anna Nikolaevna, Usachenko.
Mereka tinggal bersama di hotel itu.
Dari rumah sakit beritanya cukup mengenaskan. Jepang mengeluarkan semua orang Eropa dari rumah sakit dan beberapa diantara orang itu ditembak Jepang.
Itu hal yang mengerikan yang mereka alami ketika mereka diungsikan di hotel Praha.
Pada hari yang sama di malam hari mereka berada di hotel "Praha " bersembunyi.
Hotel itu tidak begitu besar, tapi banyak digunakan oleh pengunjung dari pulau lain - pelaut dan nelayan. Pemiliknya berteman erat dengan Jepang.
Namun kejadian mengerikan juga segera terjadi. Sekelompok pilot Inggris yang ditangkap di hotel itu. Tangan mereka diikat ke belakang.
Di antara pilot, para pelaut melihat pilot yang membawa mereka dengan pesawat Amphibi dari pulau Natuna. Mereka semua ditangkap ditengah tengah kekacauan.
Jepang menempatkan para tahanan kemudian mereka berteriak kepada orang Melayu yang berkumpul.
“Asia untuk orang Asia! Dan kami, orang Jepang, membebaskan Anda dari orang-orang Eropa ini!:
Pilotnya dibunuh dan mayatnya didorong ke dalam air.
"Eksekusi tersebut membuat kesan yang berat bagi 'kami. Sangat takut, tapi sekarang sudah lebih tenang." cerita Anna lagi.
"Sangat mengerikan." Ujar Tun Awang.
"Sekarang kita akan menemui kepala penjara. Tapi kita masih harus menunggu."
Kepala penjara itu seorang Jepang yang bernama Hitoshi. Cukup lama menunggu sampai Hitoshi muncul.
Mereka segera saja berbicara tentang kebebasan pelaut.
"Ada perintah bagi kami untuk mengamankan orang Rusia." Ujar Hitoshi.
"Dari konsulat Rusia?" Tanya Adrianov.
"Tidak pasti dan tidak tahu, kami cuma menunggu."
"Kami bisa mendampingi teman kami dan mengurus kepulangan mereka ke Rusia."
"Saya tidak tahu, kamu semua masih menuduh Jepang yang menenggelamkan kapal Rusia. Itu bisa jadi ketegangan Rusia dan Jepang."
"Kita tidak mempersoalkan, ini perang dan orang Rusia akan kembali ke tempatnya."
"Baiklah, anda sebagai pendamping mungkin lebih mudah," Hitoshi mengakhiri pembicaraan.
"'Anda bisa mengurus surat izin keluar teman kamu."
"Kami memerlukan surat clerance dari sini." kata Anna.
"Kita akan lihat dan saya akan berkoordinasi keatasan saya." Jawab Hotoshi.
'"Jadi sekarang kami bisa bertemu dengan teman Rusia kami?"
"Saya memberi izin." Ujar Hitoshi pula.
Anna dan Adrianov sangat gembira.
Pertemuan dengan teman temannya dan Kapten Budarin segera saja terjadi.
Hari itu Anna Nikolaevna dan Adrianov beserta Tun Awang diizinkan bertemu dengan tawanan orang Rusia.
Rasa haru ketika pertemuan itu terjadi.
"Kita akan bebas dan kembali ke Rusia." Ujar Kapten Demidov .
"Kita memerlukan visa dari Jepang dan Identitas para pelaut."
"Clerance dari penjara ini bisa kita dapat dan selanjutnya ke imigrasi mereka."
Setelah pertemuan itu, kepala penjara memberikan kebebasan bagi para pelaut.
Mereka dapat dikunjungi setiap waktu dan hasil interogasi bisa menjadi sebuah surat untuk kebebasan pelaut.
Dalam pembicaraan dengan Kapten Demidov', Usachenko dan Adrianov juga menceritakan pengalaman mereka.
Mereka menceritakan bagaimana mereka memasang receiver di loteng hotel Praha dan mencoba menghubungi Vladivostok dan Moskow.
Kabar ke Vladivostok dan selanjutnya ke konsulat Rusia di Kowlon dan Konsulat berjanji akan memverifikasi.
Tidak tahu, apakah karena usaha itu Jepang membawa orang Rusia ke Singapura.
"Terima kasih Anna dan Adrianov. Kami mengandalkan anda untuk pembebasan di penjara ini."
Ednikova dan Sheyna memeluk sahabat mereka yang dikabarkan Kapten Matsubara sudah meninggal. Tapi sebenarnya selamat dan tak kurang suatu apapun di Singapura.
Anna telah mendapat surat keterangan yang menjamin dia tidak diganggu oleh Jepang.
Sekarang dia harus mendapatkan surat yang sama dan visa untuk semua pelaut agar dapat kembali ke Rusia.
Langkah pertama adalah agar semua pelaut Rusia yang ditahan mendapat identitas yang diakui sebagai orang Rusia.
Tanpa surat itu, pemilik kapal tidak mau mengangkut mereka sebagai penumpang.
Anna dan Adrianov harus bolak balik untuk mendapatkan pengakuan itu.
Mereka sudah lama mencoba mencari konsul Rusia di Singapura dan tidak ada.
Konsulat Rusia berkemungkinan ada di Kowlon Hongkong.
Mereka beruntung sebagai orang Rusia dapat bebas. Mungkin orang Jepang itu sangat kewalahan dengan ribuan tawanan kulit putih dan mulai membedakan para tawanan.
Protes para pelaut Rusia juga mulai didengarkan Jepang. Kemenangan Rusia di Stalingrad bisa menjadi penyebabnya. Atau bisa jadi Jepang sudah terdesak dengan berbagai pertempuran melawan Amerika Serikat.
Membuat marah Rusia bukan langkah yang tepat.
BAB 40 Pulang ke Rusia
Andrianov meminta ke Jepang, untuk mengirim mereka ke konsul Soviet di Tokyo, atau ke Uni Soviet, tetapi semuanya memang belum berhasil.
Namun sikap Jepang yang lunak sudah mulai dirasakan.
Mereka mulai membuat data tentang pelaut Rusia, dan menggolongkan mereka sebagai tidak berbahaya.
Pada saat permohonan izin diajukan, seorang komandan baru telah tiba.
Jan Richard menyarankan Andrianov untuk segera pergi kepadanya untuk meminta izin meninggalkan pulau itu untuk semua orang Rusia.
"Jika tidak, tetaplah bersamaku sampai perang berakhir," katanya dengan simpatik.
Komandan menerima Andrianov, memeriksanya dalam waktu yang lama, lalu menyuruhnya datang dalam seminggu lagi.
Masih menunggu cukup lama dokumen itu siap.
Visa untuk bepergian ke Vladivostok melalui Singapura telah diperoleh.
"Anda lihat betapa hebatnya kekaisaran Jepang, memberikan Anda visa melalui Singapura ke Vladivostok!"
Dan dia dengan bangga memandang semua pelaut Rusia.
***
"Kami akan pergi." Kata Anna Nikolaevna kepada Tun Awang.
Hal selanjutnya tahanan Rusia sudah memiliki kebebasan tersendiri.
Mereka ditempatkan disuatu tempat yang mudah dikunjungi. Para pelaut gembira dengan perubahan itu. Mereka dapat bertemu dan berbincang bincang sepuasnya.
"Jadi kita akan pergi." Ujar Kapten Demidov dengan gembira.
"Kita akan meninggalkan kenangan yang tidak mudah dilupakan."
"Perjalanan pulang akan dimulai." Bisik Ednikova dan Nazarev.
Hanya Sheyna yang banyak berdiam diri.
"Kamu tidak gembira Sheyna?" Tanya Ednikova.
"Tentu saja saya gembira." Jawab Sheyna.
"Masalahnya apa ada kapal yang pergi ke Vladivostok."
"Kita ke Hongkong dan selanjutnya Konsulat akan membantu."
"Bagaimana biayanya? Apa kita cukup punya uang dengan 20 orang yang berangkat?"
"Pemilik hotel sudah bersedia meminjamkan uang untuk pulang. Kita juga sudah mengatakan, konsulat akan membantu dan perusahaan tempat kita bekerja."
"Jadi kapal harus ditemukan dulu "
***
Dipelabuhan Singapura tidak ada kapal yang menuju langsung ke Vladivostok.
Hanya ada kapal China, yang bersedia membawa mereka ke Hong kong.
Andrianov meminta Jepang, untuk mengirim berita ke konsul Soviet di Tokyo, atau ke Uni Soviet, tetapi semuanya tidak berhasil.
Namun sikap Jepang yang lunak sudah mulai mereka rasakan.
Mereka membuat data tentang pelaut Rusia, dan menggolongkan mereka sebagai tidak berbahaya.
Pada saat permohonan izin diajukan, seorang komandan baru telah tiba.
Jan Richard menyarankan Andrianov untuk segera pergi kepadanya untuk meminta izin meninggalkan pulau itu untuk semua orang Rusia.
"Jika tidak, tetaplah bersamaku sampai perang berakhir," katanya dengan simpatik.
Komandan menerima Andrianov, memeriksanya dalam waktu yang lama, lalu menyuruhnya datang seminggu lagi.
Masih menunggu cukup lama dokumen itu siap.
Visa untuk bepergian ke Vladivostok melalui Singapura telah diperoleh.
"Anda lihat betapa hebatnya kekaisaran Jepang, memberikan Anda visa melalui Singapura ke Vladivostok!" Ujar kepala penjara.
Dan dia dengan bangga memandang keseluruh pelaut Rusia.
***
"Kami akan pergi." Kata Anna Nikolaevna kepada Tun Awang.
"Selamat jalan." Ujar Tun Awang dengan sedih tapi juga gembira.
Hal selanjutnya tahanan Rusia sudah memiliki kebebasan tersendiri. Mereka.sudah dapat bepergian keluar.
Mereka juga ditempatkan disuatu tempat yang mudah dikunjungi. Para pelaut gembira dengan perubahan itu karena mereka dapat bertemu dan berbincang bincang sepuasnya.
"Jadi kita akan pergi." Ujar Kapten Demidov dengan gembira.
"Kita akan meninggalkan kenangan yang tidak mudah dilupakan."
"Perjalanan pulang akan dimulai." Bisik Ednikova dan Nazarev.
Hanya Sheyna yang banyak berdiam diri.
"Kamu tidak gembira Sheyna?" Tanya Ednikova.
" Tentu saja saya gembira." Jawab Sheyna.
"Masalahnya apa ada kapal yang pergi ke Vladivostok."
"Kita ke Hongkong dan selanjutnya Konsulat akan membantu."
"Bagaimana biayanya? Apa kita cukup punya uang dengan 20 orang yang berangkat?"
"Pemilik hotel sudah bersedia meminjamkan uang untuk pulang. Kita juga sudah mengatakan, konsulat akan membantu dan perusahaan tempat kita bekerja juga."
"Jadi kapal harus ditemukan."
***
Dipelabuhan Singapura tidak ada kapal yang menuju langsung ke Vladivostok.
"Hanya ada kapal China yang bersedia membawa mereka ke Hong kong."
"Dari Hongkong kita ke Vladivostok. Konsulat akan membantu kita pulang "
"Hanya kapal sederhana, mungkin tidak nyaman perjalanan dilaut!"
"Itu sesuai dengan biaya kita, mereka akan dibayar di Hongkong dan pemilik hotel juga bersedia meminjamkan uang." Kata Anna Nikolaevna.
Selama pembicaraan itu Sheyna mendekati Tun Awang.
"Jadi kami akan pergi, apakah kamu akan tinggal di Singapura?" Tanya Sheyna.
"Iya, saya tidak mungkin ke Rusia. Tempat tinggal saya ada di Singapura dan sebelum pergi aku ingin mengajak kamu kesana."
" Bagaimana kalau kita tinggal disana?" Tiba tiba Sheyna berkata.
Tun Awang kaget.
" Apa maksudmu?"
"Aku suka Singapura dan bersama kamu."
"Jadi kamu tidak pergi?"
"Tidak!" Kata Sheyna lagi.
" Visa kamu sudah siap, Rusia dan kerabat kamu ada disana."
"Kita akan pergi bersama nanti." Putus Sheyna.
Keputusan Sheyna itu juga mengejutkan rekan rekannya.
"Kamu yakin tidak akan pulang ke Rusia?" Tanya Anna.
Sheyna menanggangguk. Kapten Demidov dan yang lainnya juga kaget dengan keputusan Sheyna.
Mereka meyakinkan Sheyna, apakah itu keputusan yang tepat.
Tun Awang juga berbicara dengan Sheyna.
"Pulanglah ke Rusia. Nanti jika engkau yakin dan perang sudah selesai, engkau boleh datang ke Singapura."
"Di Rusia aku hanya tinggal dengan nenekku.Orang tuaku sudah meninggal." Kata Sheyna.
" Nenek kamu sayang padamu, di Natuna, engkau orang yang paling ingin pulang. Aku ingat ketika di pantai engkau merindukan untuk pulang."
"Tapi sekarang berbeda." Jawab Sheyna pula.
Semuanya terdiam dengan keputusan Sheyna.
"Dia akan pulang ke Rusia. Aku akan membujuknya." Bisik Awang kepada Anna Nikolaevna.
Para pelaut sebelum kepulangan diberi kebebasan oleh Hitoshi untuk keluar.
Sheyna dan Tun Awang pergi ketempat tinggalnya di sebuah lorong di tepi kota Singapura.
Itu adalah kampung kecil meski cukup ramai.
Sebuah sungai besar terbentang di sepanjang kampung tersebut, yang terhubung dengan Sungai Punggol yang mengalir menuju timur Selat Johor.
"Inilah tempatku, nantinya aku akan menunggu kamu disini."
"Kamu setuju aku pulang ke Rusia?"
"Iya, pulanglah. Kamu bisa datang kesini kalau sudah aman dan perang sudah selesai."
"Kalau aku tidak kembali?"
"Takdir yang menentukan, Singapura juga belum aman. Jepang masih berkuasa."
Sheyna dan Tun Awang berbicara. Ia memperkenalkan gadis itu kepada teman temannya.
Sampai pulangnya, belum ada keputusan dari Sheyna.
Temannya menunggu, gadis itu masih berdiam diri.
Dua hari sebelumnya, para pelaut pergi ke-pelabuhan dan menemui Lie Shan pemilik kapal.
Ketika mereka setuju, nakhoda kapal China itu meminta surat izin mereka keluar Singapura.
Semuanya selesai dan besok mereka akan pergi.
"Sheyna juga akan ikut." Kata Tun Awang kepada Anna Nikolaevna.
" Apakah benar begitu?" Tanya Anna kepada Shenya.
Sheyna mengangguk.
"Tun Awang membuat keputusan begitu. Saya akan pulang ke Rusia."
Ujar Sheyna lirih.
Para pelaut menemui pemilik hotel tempat Anna, Adrianov dan Usachenko bekerja.
Richard memberi para pelaut makanan untuk perjalanan dan memberi seratus gulden untuk membayar ongkosnya.
Kesedihan membayang untuk perpisahan itu. Semua pelaut mengucapkan selamat tinggal kepada Tun Awang.
Kapal dan tempat untuk mereka begitu sempit
Akhirnya, Lie Shan menempatkan mereka di sebuah bilik kecil tempat tinggal kedua orang Tionghoa itu bagi para wanita dan sebagian lagi dimana saja dikapal.
Perjalanan itu jauh dan berbahaya, karena badai dahsyat dimulai sepanjang tahun ini. Namun tekad para pelaut sudah bulat. Mereka akan pulang ke Rusia
Tun Awang melambai ketika kapal itu makin menjauh dan lenyap dari pandangan.
41. Epilog
Selama enam hari kapal itu berlayar dengan cuaca buruk.
Pada hari ketujuh kapal itu terkena badai. Ombak, bergulung menghempas kedalam perahu. Para pelaut membuang air dari kapal tetapi ini tidak membantu.
Untungnya, sebuah pulau kecil segera tampak. Disitulah kapal itu merapat menyelamatkan diri.
Di salah satu teluk kecil berlindung saat badai berkecamuk.
Kapal itu melepas jangkar dan mendarat, menunggu badai dan ombak besar mereda.
Setelah dirasa cuaca baik, kapal China itu segera berangkat. Laut masih berguncang dengan hebatnya. Meski mereka pelaut yang handal, mereka tetap kesulitan menyesuaikan diri. Karena mereka biasanya pergi dengan kapal besar.
Pada hari kedua belas, kapal itu dengan satu layar dengan tenang, berlayar dengan angin berembus sepoi sepoi.
Di kejauhan kesepian hati merindukan tanah air mereka kapal itu kembali menyongsong ombak.
Budarin menopang lengan Anna Nikolaevna yang lemah karena mabuk laut. Sheyna juga dengan muka pucat. Nazarev tidak meninggalkan Evdokia Vasilievna sendirian.
Diluar pantainya terlihat' di kejauhan, pohon dan bambu tinggi segera terlihat.
Kapal itu segera mendarat dan
merapat di dermaga Kowlon Hongkong.
Sebuah mobil Soviet mendekat.
"Halo! Apakah Anda pelaut dari Perekopa? Saya seorang utusan konsul Soviet."
Ada isak tangis Ednikova, Anna dan Sheyna. Para pria mengalami kejang di tenggorokan untuk menjawab sapaan itu dengan cepat.
“Sekarang anda akan segera pulang, ke Tanah Airmu,” utusan konsul Sovyet itu meyakinkan.
"Siapa di antara anda, Kapten Demidov dan wakilnya Budarin?"
Demidov dan Budarin mendekati konsul.
"Semuanya ada di sini. Saya Demidov dan ini Budarin." Kapten Demidov menjawab.
"Aku tahu, cerita tentang pelaut yang terdampar. Para pelaut Soviet tinggal di suatu tempat di sebuah pulau dan tidak diketahui pemerintah Rusia."
"Dan kami telah dinyatakan hilang dan tewas."
"Itu kesalahan.." Ujar utusan itu menjawab.
"Kami akan mengurus kepulangan
semuanya ke Vladivostok."
Apakah semua mereka selamat sampai di Rusia? Mereka semua telah selamat pulang ke tanah airnya.
Media Vladivostok dan surat kabar Rusia memuat beritanya menjadi headline.
Para pelaut yang sebelumnya telah dinyatakan hilang dan tewas ternyata terdampar di Natuna.
Di Vladivostok, para pelaut dari Perekopa berkumpul dan bekerja kembali seperti biasa setelah mengalami prngalaman tak terlupakan.
Banyak dari mereka sekarang telah menjadi kapten, navigator, mekanik dan jabatan bergengsi lainnya.
Mereka menjalani kehidupannya sendiri yang selalu ramai.
Dan semua orang ingat apa yang mereka alami. Pemerintah Soviet memberikan mereka bantuan dan penghargaan.
Mereka bercerita tentang semua pelaut, orang Melayu Natuna yang ramah dan semua penduduk pulau yang menjadi sahabat pelaut Rusia.
Sebuah rumah di hutan, tempat mereka tinggal selama berbulan-bulan, hujan tropis, karang dangkal, perjalanan dengan kapal Melayu, malam-malam badai selama perjalanan, tempat tahanan Jepang di Pontianak dan Singapura menjadi kenangan.
Para pelaut telah berkumpul dengan keluarganya. Budarin bersama keluarga dan anak anaknya berkumpul.
Budarin memeluk anak anaknya yang telah ditinggalkan selama 2 tahun. Suatu saat atau kelak, ia akan bercerita tentang pengalamannya terdampar di Natuna.
Ednikova menikah dengan dihadiri oleh seluruh rekan rekannya para pelaut Rusia.Para pelaut menyalaminya dan Anna Nikolaena mengucapkan selamat kepada rekannya dimana selama ini mereka bekerjasama. Sheyna berlinang linang air matanya terharu.
Banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan.
Kapten Demidov mendapatkan istrinya telah meninggal dunia dan ia menjemput anaknya yang berada di sebuah panti asuhan.
Di sebuah panti asuhan, seorang anak laki-laki, pucat, dengan mata lebar, menatap kapten Demidov dengan gembira.
Air mata mengalir di pipinya. Anak itu melompat, tertawa meski matanya basah,
"Ayah, aku tahu engkau akan datang," sang anak menjatuhkan dirinya di leher ayahnya menggantung, menempel di dadanya dengan erat.
"Aku selalu menunggumu ayah. Aku tahu kamu akan datang."
Demidov tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun.
Dia membelai putra kecilnya di kepala, bahu dan punggung kurus.
Anak anak di sekitar diliputi kegembiraan karena kebahagiaan teman kecil mereka sekarang ternyata punya ayah.
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian. Hanya kita berdua yang tersisa setelah ibumu meninggal."
"Ayah, aku juga akan belajar menjadi seorang pelaut, seperti ayah."
"Tidak perlu nak', kamu sekolah saja dan pekerjaan yang cocok akan menunggumu." Ujar Kapten Demidov.
Kapten tersebut, sekarang membawa kapal dagang yang lebih besar.
Sheyna kembali kerumah neneknya. Apakah ia akan pergi ke Singapura?
Negeri itu masih dalam keadaan kacau. Singapura belum menjanjikan kehidupan bagi mereka karena banyaknya pertikaian ethnis dan kekacauan. Jarak yang jauh dan perang belum berakhir.
Mungkin nanti setelah semuanya aman dan dia jadi pelaut lagi mrnjelajah sampai ke Singapura.
Berakhirnya perang dunia ke 2 , adalah saat saat yang paling menegangkan bagi penduduk Singapura.
Jepang menyerah kepada Sekutu dan Inggris pada tanggal 15 September 1945 setelah jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Rencana Inggris dan sekutu untuk menyerbu dan perang besar untuk merebut kembali Singapura dari tangan Jepang dengan serangan militer dan amfibi dari Penang harus dibatalkan.
Jepang pada mulanya tidak mau menyerah, akhirnya mematuhi seruan kaisarnya untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu dan Inggris.
Pasukan pendudukan Inggris Jenderal Lord Louis Mountbatten, Panglima Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara, mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang di Singapura pada tanggal 5 September 1945.
Singapura dan semenanjung Malaya diperintah Inggris sebelum diserahkan dan diganti oleh Persatuan Malaya yang terdiri dari gabungan sembilan Negara Melayu, kota Penang, Malaka, Singapura dan Serawak.
Jenderal Itagaki Seishiro pimpinan Jepang di Singapura menyerahkan diri kepada Sekutu.
Surat kabar di Singapura memuat teks pidato Kaisar atas penyerahan Jepang kepada Sekutu.
Malam itu, kejadian mengerikan terjadi ketika lebih dari 300 perwira dan prajurit Jepang bunuh diri karena kalah perang.
Seluruh peleton Jepang juga bunuh diri menggunakan granat. Kejadian menghatukan bagi rakyat Singapura. Namun mereka juga tidak lupa akan kekejaman Jepang yang membunuh puluhan ribu ethnis China di Singapura dan merampas harta mereka.
Jenderal Jepang itu kembali ke Tokyo untuk di eksekusi oleh Sekutu dan dianggap penjahat perang.
Kini konvoi kapal pendarat Inggris membawa pasukan Inggris, India memasuki Singapura pada bulan September 1945.
Tun Awang adalah orang biasa yang menjadi penduduk Singapura. Ia bekerja sebagai pedagang dan kemudian pengusaha yang berhasil memiliki rumah di tempat tinggalnya di Lorong Buangkok Singapura.
Peperangan dan kehidupan yang tidak ramah telah memisahkannya dengan Sheyna. Ia tentu saja mengingat gadis itu dan berharap bertemu lagi.
Apakah dia akan tetap menunggu, Entahlah, karena bertahun tahun telah berlalu.
Singapura ketika itu adalah bandar kecil yang tidak punya sumber daya alam.
Negara yang dianggap tidak punya potensi itu didepak dari persekutuan tanah melayu dan dipaksa untuk berdiri sendiri.
Sheyna belum juga kembali. Bertahun tahun telah berjalan.
Singapura terus menapak maju, membuktikan dirinya sebagai negara yang tangguh.
Konon pada tahun 1961 para pelaut Rusia yang terdampar mengunjungi lagi Natuna.
Negeri itu masih saja menjadi negeri yang terpencil dan masih sebuah kecamatan ketika para pelaut terdampar di Natuna datang mengunjungi.
Kini Natuna adalah negeri yang sedang mengejar kemajuannya. Menjadi sebuah Kabupaten dan lalu lalang negara besar dan adi daya. Sebuah negeri indah dengan pariwisata dan budaya melayu.
Cerita ini berakhir sampai disini.
T A M M A T
Komentar
Posting Komentar