31-36 Berbagi Cinta,

31Pohon Cinta

Berlibur menghabiskan waktu di Pantai Carita adalah sesuatu yang tidak bisa kulupakan.

Ronald yang telah mengajakku', ketempat asri dengan rerimbunan pepohonan.

Biasanya kalau ke pantai itu panas. Tetapi di sini cukup sejuk dan aku menyukainya.

Selain ada hutan yang tak jauh dari situ, pohon pohon besar di sekitar resort menambah kesegaran udara.

"Lihat pohon Waru tua itu," kata Ronald menunjuk kesebuah pohon waru tua yang terlihat aneh.

Ronald mengapit pinggangku menarik tanganku. Aku dan Ronald berpelukan.

Aku melepaskan pandangan kesuatu arah.

Aku memperhatikan dengan tepat.
Sepasang pohon Waru tua berdampingan tumbuh kuat dan ada tulisan cinta abadi diantaranya.

Pohon yang dikemas sebagai obyek wisata.

"Bisakah kita seperti itu? " tanya Ronald ketika aku mengeja nama dipohon itu dengan mulut terbuka.

"Cinta abadi?" Aku mengucapkan kata kata itu sambil tersenyum kecil dibibir.

"Dongeng kuno seperti Romeo dan Juliet," ujarku pula.

" Juliet akan melakukan apa saja, agar mendapatkan Romeo. Begitu juga Romeo. Cinta dalam keluarga yang bermusuhan "

" Dan mereka mati, tanpa kebahagiaan. Aku tidak suka cerita itu. Aku ingin yang happy ending " kataku.

Ronald menatapku.

"Cerita apa yang happy ending?"

" Banyak, tapi kenapa para sastrawan suka kisah cinta yang tidak bbahagia? Apa itu menarik.? " sentilku.


" Cinta Sir Lancelot dan Ratu Guinevere, istri Raja Arthur di Inggris," lanjutku.

"Apa kisahnya happy ending.."

" Mungkin juga, mungkin tidak, Ratu Guinevere harus dijatuhi hukuman mati karena berhubungan dengan Sir Lancelot "

"Aku bisa menebak, sang kesatria menyelamatkan sang ratu."

" Benar , sang kesatria menyelamatkan sang ratu dan membawanya lari, dan setelah itu kekuasaan Raja Arthur jatuh ."

Aku membayangkan diriku direbut dari Dato Rafki, oleh satria berkuda seperti Lancelot.

 

" Ceritanya masih berbagai versi," selaku

"Ceritakan versi yang bagusnya.."

" Mereka bahagia," ujarku tertawa.

" Sebahagia Cinderella," tambahku lagi.

"Ceritakan lagi, bagian yang bahagia itu, apa itu cerita Cinderella? Itu cerita untuk anak anak."

" Cerita anak anak hampir selalu berakhir dengan  bahagia," tandasku. Aku suka cerita seperti itu."

" Ayo cerita," desak Ronald.

"Klise," teriakku.

" Iya, aku bisa jadi pangeran berkuda mencari gadis yang sepatunya tertinggal dipesta dan membuatnya bahagia," ujar Ronald sseperti yang tentu saja tahu cerita Cinderella.

Aku memonyongkan bibir.

Ronald menangkap kedua tanganku  menariknya sampai tubuhku  bertemu dalam pagutannya.

Aku merasakan  pipiku yang beradu dengan bibir Ronald membiarkan lelaki itu menciumnya. Ketika ciumannya akan menyentuh bibir, aku menolaknya.

Aku hanya membiarkan tangan Ronald bermain  dipinggangku.

 "Lihat lagi pohon itu," ujar Ronald.

"Ada cerita yang mungkin terjadi," tambahnya.


Aku dan Ronald melihat lagi kedua pohon itu, seperti lengket yang 
mungkin diibaratkan sepasang sejoli yang selalu hidup bersama. 

Pohon yang menghadang  laut yang sering terkena badai angin   tetapi tetap bisa hidup berdampingan dan tidak tumbang atau goyah.

Banyak pengunjung menjadikan tempat selfie berfoto .Tapi aku dan Ronald tidak mengabadikan foto yang sentimentil didekat pohon itu  .

Aku hanya memperhatikan pohon yang umurnya mungkin 40 atau 50 tahun dengan banyak lekuk dan urat yang menonjol .

" Ayo, anda anda akan ketularan bisa menjalani cinta abadi," teriak seorang tukang foto yang ingin mengabdikan mereka. 

" Terima kasih."

" Jangan sungkan "

" Tidak mau.."

Semula aku menolaknya, aku belum tertarik dengan sebutan cinta abadi  .

Namun Ronald terus mendesakku. Situkang foto juga .

" Selfie saja," bisikku.


"Pohon cinta.!"

" Difoto mamang lebih indah  "

" Aku tidak mau.."

" Ayo..."

Akhirnya sebuah foto tercipta di pohon waru tua cinta abadi.

Simamang juga bercerita tentang lelaki tua penjaga pantai dan sebuah tempat mandi Cangkrung . Aku tidak tertarik untuk mandi .

Cerita Ki Daud penjaga lampu lentera di ujung teluk , kisah zaman dahulu .

Tanjung Lentera , orang orang menyebut tempat itu sebagai sebuah tanjung yang ada banyak lentera.

Karena  setiap malam Ki Daud menghidupkan beberapa lampu lentera yang dapat dilihat dari kejauhan.

Lelaki tua itu menjaga lampu   tetap hidup, agar kapal kapal yang  lewat tidak tersasar, tersesat atau celaka.

Kakek tua yang  tinggal sendirian di gubuk kecil di pinggir pantai .Hidup kesepian namun bahagia dengan pekerjaannya menyelamatkan orang lain .

Sang kakek  selalu sehat dan meninggal di usia sangat tua. Awet muda dengan kulit yang selalu bersih .

Tidak terlihat keriput. Karena dianggap sebagai orang sakti, Ki Daud sering didatangi orang  yang meminta pertolongan  .

Ki Daud mandi di cangkrung sebuah telaga.Orang orang juga melakukannya .
Untuk menyembuhkan penyakit atau mencari kebahagiaan.

Sekarang orang mandi  sambil  melempar uang logam ke cangkrung sebagai ungkapan tanda terima kasih. Di dasar cangkrung terlihat uang logam berserakan.

Karena tidak mau berenang,Ronald
mengajakku lagi.

" Masih ada waktu,  kalau kita ke green Canyon.'".

" Dimana itu? "

" Curug putri."

Curug Putri adalah green canyon indah di sebuah Taman Hutan dekat Pantai .

Ada lagi Curug Gendang, Cadas Ngampar, Batu Lawang, dan tempat kunjungan indah lainnya di sekitar itu.

Air terjun bernama Curug Putri dan tebing tebing curam disebut Little Grand Canyon .

Dalam Bahasa Sunda curug berarti air terjun. Birunya air yang jernih hingga bebatuan kecil di dasar sungai pun sangat terlihat jelas ditambah dengan adanya ikan-ikan kecil yang hidup bebas di sepanjang aliran air .

Untuk menuju Curug Putri memang harus menyusuri sebuah kampung yang kemudian berjalan dengan kaki sekitar 20 sampai 30 menit dengan dengan sebuah jembatan yang terbuat dari pohon besar yang tumbang melewati aliran sungai. .

Dibawah air yang panjangnya berkilo kilo meter. 

Sayangnya aku cuma mendengar saja.

 Aku cukup puas ditempat terdekat saja .

Aku dan Ronald cuma menghabiskan waktu di sebuah taman .

 

Di dirumah pohon .

Menikmati rumah pohon di sebuahTaman Wisata Alam Pesanggrahan.

Ronald membayangkan kemesraan di rumah pohon. Duduk berdua didalam ruangan sambil menatap keluar .

Semula lelaki itu mungkin.merasa dapat kebebasan dariku. Namun cuma sebatas berciuman . Aku tidak mau hanyut dan aku lebih suka menghindar .

Ciuman lelaki itu bisa menghanyutkan . Aku bisa tergoda untuk menikmatinya. 

Namun cuma sebatas itu.  Aku mencoba membatasi diri.

Hubungan intim semestinya dalam sebuah perkawinan yang sah . 

Aku kali ini.tidak lagi melakukannya. Tidak dihotel itu ketika mereka cuma berdua saja.

Aku tahu aku bisa dibakar api asmara .

Liburan itu berakhir ketika paginya mereka meninggalkan tempat itu .

Aku pergi, tapi semestinya aku pergi menuju tempat yang membuat perasaanku masih gundah . 

Bertemu Dato Rafki dan juga ibu Betty yang belum diselesaikan.

Aku harus menghadapi prahara berikutnya .

32 Kantor 

Ini adalah hari yang jelek ketika aku dipanggil HRD. Pimpinan personalia itu menatap kepadaku.

"Kinerja kamu menurun sekali," ujar HRD kepadaku sambil menatap mataku dengan tajam.

Aku mendengarkan dengan diam, setelah pergi selama tiga hari bersama Ronald aku mulai bekerja kembali. Ketidakhadiranku selama tiga hari itu menjadi catatan tersendiri dikantor. Aku tahu aku bersalah.

Jadi aku diam dan mencoba untuk bersikap tenang.
"Ada mungkin beberapa hal yang harus saya tanyakan," dèsak HRD pula.

'"Apa yang mesti saya jelaskan?" Tanyaku dengan hati-hati. 
"Ketidakhadiran kamu sèlama tiga hari dan tidak ada surat keterangan istirahat dokter. Perusahaan cuma mentolerir satu hari dan selebihnya harus keterangan dokter." Kata HRD.
" Saya tidak kedokter, saya membeli obat sendiri."
"Karyawan yang sakit bisa berobat ke dokter yang ditunjuk perusahaan. Itu dibayar perusahaan. Apa kamu tidak mau memanfaatkannya?"
"Lain kali saya akan ke dokter," jawabku datar.
Kepala  HRD itu kemudian juga mulai berbicara.
"Kepergian kamu dalam jam kerja, beberapa kali dan terlambat masuk kantor," tambah HRD lagi.

HRD menatapku dengan tajam. Seperti ada ancaman kepadaku. Aku mulai merasa tidak enak.

"Apakah saya akan diberhentikan? " Tanyaku  terdengar agak ketus.
HRD itu tersentak. Ia mulai menatapku dengan lebih tajam. Aku juga merasa tidak nyaman.

" Mungkin saja , kalau kamu diragukan," agak keras suara HRD menimpali .

Dibalik itu, aku juga sudah mulai dingin dengan pekerjaanku.
Suasana hatiku sudah buruk. 

"Apa kamu berpikir untuk mengundurkan diri?"  HRD itu bertanya seperti menyudutkanku.

"Kalau kamu mengundurkan diri perusahaan akan mempertimbangkan dan dapat pesangon atau sebaliknya bisa saja tidak"

Entah mengapa, aku merasa  sudah ada tekanan dari pekerjaanku.
Ibu Betty mungkin dan Dato Raf tidak berbuat apa apa. 

Ibu Betty lebih kuat dari Dato Rafki. Aku akan tersingkir dari pekerjaan. 

Pembicaraan itu menimbulkan kecanggungan. 

"Aku masih ingin bekerja,"  putusku.

"Bekerjalah dengan baik,'" ujar HRD, pendek, lalu dia menambahkan.

"Engkau masuk dalam evaluasi," sambungnya dengan tegas .

Aku pergi dari ruangan personalia setelah menerima berbagai macam nasehat.

Perasaan jenuh mulai menghampiriku. Jenuh kepada pekerjaan, kepada Dato Raf dan semuanya .

Tapi kini aku hanya menghela napas panjang  .

Mia asistenku tidak banyak bertanya dengan masalahku.
Pastinya dia  mulai bertanya tanya.

Aku tidak tahu, apa dia mulai bergosip tentangku. 

Dari dugaan  mulai berpacar, 
 tersandung dengan  cinta, bisa jadi gosip murahan.
Namun jika gosip lain muncul, masalahku dengan ibu Betty bisa menjadi hal yang besar bagiku jika di-gosipkan.

Jika dihubungkan dengan Ronald atau keduanya hubunganku dengan Dato Raf akan menjadi masalah.

Suatu kali pimpinan personalia menanyai asistenku Mia. Hanya sepintas saja dan tidak serius. Tidak resmi dan Mia mengaku kepadaku.

"HRD bertanya kepadaku tentang Bos kecil," ujar Mia.

"Apa yang ditanyakan HRD?" Tanyaku kepada Mia getir. 

"Kemana saja Bos kecil keluar jam kerja." 
"Lalu apa jawabmu?"
"Tugas menemui klien," ujar Mia.
"Apalagi yang ditanyakan?"
"Bahwa apa Bos kecil punya pacar," Mia terkikik.
"Kau jawab apa?"
"Bos punya pacar tampan." Kembali Mia terkikik sambil menutup mulutnya yang suka bergosip itu.
"Kamu bisa saja, dia bukan pacarku," jawabku.
"Apa tidak?" Mia seperti tidak percaya.
"Seharusnya Bos kecil jadi pacarnya, dia tampan dan saya selalu tahu kalau lelaki jatuh cinta."
"Sudahlah, kau terlalu mengada-ada," kataku dengan muka sedikit merah.

Mia melanjutkan.

"Tidak masalah Bos kecil, semua yang saya sampaikan baik " ujar 'Mia lagi.

Aku mulai jengah.

" Bagaimana keluargamu dirumah? Suamimu sudah bekerja lagi?" Tanyaku, ini mengalihkan perhatian dan pembicaraan yang tidak menyenangkan dengan Mia. 

"Ah, si Bos seperti tahu saja masalahku," Mia terkikik malu. 
"Masih kerja serabutan. Aku perlu pinjaman lagi."
"Aku akan meminjamkan," ujarku.
" Menjadi malu saya, utang lama saja belum selesai."
" Tidak masalah," jawabku tersenyum dan memenuhi permintaan Mia meminjam uang dariku.

***

Besoknya Dato Raf menelponku dan ingin aku berada dihotel pilihannya.

Aku datang sepulang jam kerja dan sudah bersiap dengan baju ganti dari rumah.

Aku akan bermalam di hotel lagi 

Dato Raf bertemu denganku dalam suatu kencan yang singkat di hotel.

Ia cuma berbicara denganku memperlihatkan simpatinya.

"Apa kamu baik baik saja?" Kalimat basa basinya.
"Buruk," jawabku tanpa basa basi memperlihatkan kesalku.
Dato Raf tersenyum sedikit  memperhatikan wajahku yang kesal. 

"Biarkan semuanya seperti air yang mengalir, ada waktu semua akan selesai."
"Airnya mengalir terlalu besar, aku bisa tenggelam." Ujarku.
Dato Raf tertawa. 
"Jadi ungkapanku jadi masalah juga iya?" Tanyanya yang tidak perlu jawaban.


"Berhenti saja, cari pekerjaan lain! " Saran Dato Raf.

Aku  menatap Dato Raf yang memelukku diranjang.

"Aku tidak lagi nyaman, bagaimana dengan apartemen?" Tanyaku.
Dato Raf menciumku dan mencoba menenangkan.

"Itu hak kamu, setelah kesepakatan kita berakhir," ujar Dato Raf pula meyakinkan.

Aku menoleh kearah Dato Raf.

"Bagaimana kalau aku kuliah lagi?" Tiba tiba aku bertanya.
"Itu bagus, sementara kamu bisa mencari apartemen sewa yang baru."
"Aku  mau kuliah di luar negeri," ujarku pula.
Dato Raf agak tersentak.
"Itu tidak bisa, tidak ada dalam perjanjian."
"Kamu kuliah disini saja dan sementara pindah ke apartemen sewa kalau kamu tidak merasa nyaman disini"
" Itu Apartemenku, aku tidak mau pindah," ujarku menegaskan.

" Tentu, itu nanti akan menjadi milikmu," ujar Dato Raf meyakinkan.
" Ibu Betty mengusirku," suaraku serak.

"Aku akan menyelesaikannya," Dato Raf memberikan jaminan.
" Aku akan melawannya, kalau ibu Betty mengusirku. Jadi aku perlu jaminan," ujarku pula.

"Tidak masalah, itu atas nama kamu meski aku yang membayar tiap bulan. Uangnya bisa kutransfer setiap bulan dan kamu lagi yang membayar kepada pengembang."


" Tapi aku juga ingin lebih baik, menuntut hakku secara resmi."

"Menjadi istri ? " Tanyanya dengan mata membesar.

"Kita sudah menikah.  Kamu tidak bisa menuntut apa apa selain dari yang kuberikan, kecuali untuk selamanya. Kau mau jadi istriku dan membatalkan perjanjian?"

Untuk pembicaraan ini aku tidak menjawabnya. Aku berpikir terlalu jauh. 

"Aku sudah dipanggil HRD dan mereka menekanku. Mereka mungkin mencari alasan untuk memecatku." 

"Apa kamu merasa begitu? Setiap pekerjaan ada yang harus dipatuhi, bekerja juga bersedia menerima tekanan. Kecil atau besar, mungkin saja kamu punya kesalahan."

"Aku menduganya karena istrimu ibu Betty. Dato harus menghentikannya. "

Dato Raf berpikir sebentar.

"Mungkin saja  tidak berkaitan," suara Dato melemah.

"'Kukira berkaitan, " ujarku setengah berteriak.
"Ini tidak terjadi jika kamu tidak datang kerumahku," Dato Raf mengungkit lagi peristiwa itu. 

Aku juga mengakui punya kesalahan, tidak adil juga untuk terus menyerang Dato Raf. Dia selalu punya jawaban tidak terduga.

Ada lagi kesalahan fatalku jika Dato Raf tahu. 

Aku sering pergi dari pekerjaanku. Akan repot jika hal itu dihubungkan dengan Ronald.

Jadi aku harus melupakan semuanya dan memberikan hak Dato Raf dariku malam itu.

Aku memeluknya dengan lembut dan membenamkan kepalaku didadanya yang terbuka.

Dato Raf mencari dadaku dan membuka braku sebelum bermain disana.

Ciuman dan bibirnya meningkatkan gairahku. Dia mengalihkan bibirnya dari dadaku ke bibir atasku dan menjatuhkanku di ranjang dengan lelaki itu diatas.

Setelah cukup lama, merebahkan diriku di ranjang.

33 Resign

Pertemuanku dengan Ronald yang tampan sebagai pangeranku di cerita Cinderella juga telah mengubah hatiku.

Aku perlu meyakinkan diri, apakah pangeran itu  mau menerimaku dihatinya dan tidak mencampakkan diriku setelah tahu apa yang terjadi.

Bagaimana aku harus berterus terang tentang diriku. Siapkah aku kehilangan pangeran tampanku?

Seandainya aku kehilangan sang pangeran dan apa yang akan kulakukan nanti?

Aku telah memberikan diriku kepada pangeran yang tampan yang seharusnya tidak boleh.

Kenangan itu indah sekaligus  juga buruk. Dalam Beberapa kesempatan  Ronald sepertinya memberikan lampu hijau kepadaku. Apakah benar begitu, atau cuma kepura-puraan karena menghendaki kesenangan duniawi?

Mungkin aku harus mencoba keberuntunganku. Tidak apa apa kehilangan Dato Rafki atau kehilangan keduanya dari pada aku dalam kebimbangan.

Dalam hati aku ingin membatasi diri untuk bertemu dengan pangeran tampanku. Namun kenyataannya aku selalu tergoda. Karena hatiku telah berbagi.

Sabtu ini aku, berjumpa lagi dengan Ronald  .

"Kafe Spanyol , kamu ingin mencobanya? Kamu suka ganti menu-kan?  Ayo "

Ajakan Ronald sulit kutolak.

"Spesial Grill dan barbeque que , kamu pasti suka.."

"Aku suka masakan bakar bakaran, " aku menanggapi kehidupan mewah Jakarta dengan santai.

"Aku ingin mencoba menu Platter yang berisi banyak jenis daging bakar  yang enak. Dengan spicy chimichurri  makanan ini  spesial." ujar Ronald menimpali.

Entah makanan apa yang dibicarakannya.

Meski tak banyak tahu, ajakan Ronald cukup menggoda. Pergi kesana, siang hari Sabtu itu aku pergi dengan sebuah senyuman.

Aku memilih masakan ala Meksiko yang menyediakan daging sapi .

Daging kambing dan ayam atau juga Mixed Platter yang terdiri dari Steak Sapi, Sosis Kambing.

Aku menikmati  dagingnya yang sangat lezat dengan teksturnya yang gampang digigit .

"Ini  empuk," pujiku dan Ronald senang.

Ronald cukup puas, pilihannya kunikmati. 

"Atau kita dapat mencoba berbagai makanan   Timur Tengah, aku ajak kalau kamu suka. Sabtu besoknya lagi iya?" Ujarnya pula.

"Makanan Arab?" Tanyaku.

"Timur Tengah," Ronald membenarkan.

"Kebab?"

"Bukan hanya kebab. Kamu wajib mencoba berbagai ragam makanan Timur Tengah khas Turki .. "

Ajakan Ronald membangkitkan seleraku untuk petualangan kuliner berikutnya.

Aku seperti lupa dengan masalah yang membelitku. Bersama Ronald, itu sangat menyenangkan.

 Ia menunjukan kepadaku sudut sudut Jakarta yang ingin kukenal.

Itu cuma makanan, tidak sudut sudut gelap kehidupan malam, nighblub atau hal hal apa yang berbau sensual.

Tempat itu pasti tidak berkenan bagiku. Aku cukup senang dengan dua lelaki dimana hatiku berbagi.

Kedua lelaki  yang tidak perokok. Tidak Dato Raf dan juga tidak si pria tampan Ronald.

Aku benci rokok. Aku ingat akan teman SMA laki lakiku yang suka merokok. Sembunyi sembunyi dari kelas menikmati asap rokoknya .

Aku juga pernah mencoba merokok. Namun terasa tidak menyenangkan, membuatku pusing dan batuk batuk. Aku tidak pernah lagi mencobanya.

Aku tersenyum sendiri mengingat masa remajaku.

Aku ingat almarhumah ibuku yang suka menjodoh jodohkanku dengan lelaki. 

Ibu suka anak pak Camat yang suka datang kerumahku.

Munaf suka mencuri kesempatan dan menciumku.

 Aku menamparnya keras sekali sampai tanganku sakit.

Munap tidak pernah lagi melakukan itu kepadaku. 
"Hei, kau melamun," teriak Ronald mengetuk meja didepannya.
"Apa yang kamu lamunkan?"
"Aku berpikir," sahutku.
"Apa yang kamu pikirkan?"
"kalau aku tidak kerja, berhenti dan bekerja denganmu."
"Apa, kau mau bekerja dikantorku?"
Aku tertawa.
""Aku bercanda, punya usaha sendiri perlu modal iya?"
"Itu perlu modal yang banyak, apakah kamu serius mau berhenti?"
"Iya, berwiraswasta atau sekolah lagi."
Ronald menjentikan jarinya.
"Kuliah lebih baik, kalau punya uang. "
"Itu yang kulakukan," kataku lagi.
Ronald menatap tepat tepat kemataku ingin tahu betapa seriusnya perkataanku.
"Mengapa kamu ingin berhenti? Apa ada masalah dikantor?"
"Sudah bosan," sahutku.
"Apa kamu dimarahi karena pergi kemaren ?"
"Tidak juga, tapi aku cuma merasa jenuh saja."
Lelaki itu terdiam.
"Orang harus kerja untuk mendapatkan uang, kamu akan kesulitan."
" Aku sudah mengumpulkan uang sedikit, kupikir kuliah akan meningkatkan karier nanti."
"Kuliah bisa sambil kerja."
"Terlalu repot," ujarku pula.
"Kuliah apa." Ronald menyipitkan mata.
"Dibidang keuangan', sahutku.
"Bagaimana kalau ke Amerika?" Ronald kembali menyebut negeri itu.
"Bulan ini Kuliah akan dimulai, lupakan Amerika," aku menggelengkan gelengkan kepala.  Ronald kembali kecewa.
"Universitas mana?"
"Belum kuputuskan," jawabku ragu-ragu.

***

Itu yang kuputuskan. Aku mulai mendaftar Kuliah dan berpikir untuk berhenti bekerja.

Rasa tidak enak mulai lagi datang dari hidup yang tidak sempurna.
Aku harus merahasiakan kampusku dari Ronald.

Jika ia datang sebagai pacar ke kampus, itu akan sangat merepotkanku. Hidup yang tidak selesa dan selalu bersembunyi serta berahasia. 

Pada suatu hari di hari Minggu, ibu Betty mendatangiku. Dia terlihat sendiri dipintu kamarku ketika melihatnya dari lubang intip.

Dia menggedor pintu, aku membeku di dalam dengan diam.
"Buka pintunya, aku tahu kamu didalam."

Aku tidak bersuara sampai dia lelah sendiri.
"Awas iya, kamu harus pergi dari hidupku."

Mungkin dia pergi, atau diusir security. Aku tidak tahu. Seorang kaya yang merahasiakan penyelewengan suaminya dan berusaha sendiri.
Ibu Betty melupakan dirinya, seperti orang kebanyakan "menyatroni" diriku.

Ada rasa kasihan dan simpati, tapi aku juga telah terjebak di dalamnya.

Perasaan bersalah, namun juga perlawanan. Rasa tidak nyaman kembali menghantui diriku.

Namun ibu Betty tidak kembali, aku bernafas lega. Meski pintu dan lift itu pakai kunci magnetik , tapi orang bisa saja masuk bebas kedalam.

Aku sering menjadi was was ketika keluar.
 Setelah pendaftaran studyku selesai, aku mulai berpikir membuat surat pengunduran diri ke perusahaan.

Aku menyampaikan kepada Dato Raf keputusanku.
"Aku ingin berhenti Dato," ujarku pelan.
Dato Raf tidak banyak berkata apa apa, kecuali menyatakan dukungan.
"Aku akan transfer uang ke rekening," ujarnya dengan sedikit penyesalan.

Hal ini segera kusampaikan ke kantor. 

"Apa? Bos kecil berhenti?" Mulut Mia terbuka mendengar keputusanku.
" Aku akan membicarakan dengan personalia," ujarku pula menegaskan kepada Mia.
"Apa yang Bos kecil lakukan?Apakah bos kecil mendapat pekerjaan baru?"
"Tidak juga," jawabku.

Mia menatapku dengan heran dengan keputusanku untuk "resign"
"'Bos kecil terlalu perasa," ujarnya seperti menyesali.

Kini aku punya banyak waktu di Apartemen sebelum kuliah mengambil master atau S2.

Mungkin sebenarnya aku tidak perlu berhenti, tapi itu sudah kulakukan. Pikiran lain timbul ketika Ronald terus menelponku.
"Aku keluar daerah," ujarku mengelak.
"Apa kamu mengindariku?" Tanya Ronald dengan marah.

"Mengapa mesti punya rahasia? Engkau bisa memberitahuku apa yang terjadi. "
"Tidak terjadi apa apa," ujarku.
"Lalu kenapa engkau menghindariku?"
"Aku tidak menghindarimu, tapi mungkin aku merasa ada yang lebih  cocok untukmu."
"Apa maksudmu?"
"Entahlah, aku cuma bingung."
"Ceritakan bingungmu "
"Mungkin nanti," jawabku. Ronald terdengar makin marah dan kesal.
"Kemana kamu, kota mana yang kamu tuju?" 

Aku tidak memberitahunya.

" Sekarang aku ingin sendiri," jawabku.
"Kamu aneh,  terlalu aneh." Ronald begitu kesal dari suaranya.
" Kamu mengecewakan aku," teriaknya. 

Aku menutup telpon sebelum dia lebih marah lagi.

Setelah itu Ronald tidak lagi menelpon. Pasti aku membuatnya marah. Biarlah, itu lebih baik dari saat ini ketika aku dalam masalah seperti ini.

Di Apartemen aku mengingat kesepakatanku dengan Dato Raf. Aku mulai berpikir, sejauh mana akibatnya jika Dato Raf marah.

Aku mulai memikirkan kesepakatanku yang ditanda tangani dikantor pengacara. 

Aku tahu dimana pengacara itu tinggal dan aku akan pergi menemuinya.

***

Ketika pertama kali datang dan masuk ke dalam ruangan kantor pengacara itu aku disambut sekretarisnya yang ramah.

Aku ingat meski mungkin pengacara itu sudah lupa kepadaku.

Tapi tidak, pengacara itu masih mengenaliku. Ia menerimaku dengan ramah.
Setelah berbasa basi, aku membicarakan masalahku.
" Jadi kamu diganggu istrinya?" Tanya pengacara dengan serius.  
"Iya," jawabku.

"Apa yang mesti saya lakukan jika perjanjian yang saya tanda tangani tidak terlaksana?" Tanyaku.

"Apa maksud anda tidak terlaksana?"

"Saya memutuskan sepihak, tidak melanjutkan," kataku sambil menahan napas.

Pengacara itu tidak segera menjawab. Ia berpikir dengan dalam.

"Aku tidak dapat membuka rahasia klien," jawab pengacara pula.

Namun ia cukup simpati denganku. "Sebaiknya kamu menjalani saja, tadi sudah anda jelaskan bahwa anda sudah menikah dengan Dato."
"Iya," sahutku.

Aku kehilangan kesabaran.
"Aku cuma ingin tahu nasehat, apakah Dato atau anda akan menuntut saya kepengadilan?"

"Jika anda melanggar, mungkin Apartemen tidak lagi menjadi milik anda," jawab pengacara.

"Kerugian apa lagi yang harus saya kembalikan?"
Sambil tersenyum pengacara itu menjawab.
"Tidak ada," jawab pengacara.

"Baiklah, anda tidak dituntut. Ini perjanjian aneh, yang belum pernah ada kasus seperti ini diajukan kepengadilan. Itu mustahil."

"Apakah maksud anda mustahil?" Tanyaku lagi.

'"Perjanjian seperti ini mungkin ada di cerita cerita novel, tapi tidak ada didunia nyata."
"Jadi aku bebas?"

"Aku tidak bilang begitu, tapi tidak ada tuntutan secara hukum kepada anda. Dato akan berpikir panjang sekali jika akan menuntut anda."

Pengacara itu menjelaskan pendapatnya.
"Bagaimana dengan perkawinan siri saya?" Kini aku mengajukan pertanyaan lagi.
"Itu anda dapat berkonsultasi dengan pengadilan agama."
"Tapi saya menikah tidak tercatat, dan dianggap tidak syah."
"Anda tetap dapat mengadu kepada pengadilan agama, itu cuma pendapat saya. Ada kasus, anak yang dilahirkan dari perkawinan siri berhak atas waris orang tuanya."
"Itu terlalu jauh, saya belum punya anak." Ujarku lagi.

"Maksud saya, perkawinan siri sah secara agama, seharusnya juga menjadi wewenang pengadilan agama."

Jadi tidak ada yang kukawatirkan, perjanjian aneh ini tidak mungkin diajukan ke pengadilan. 

Aku hanya akan kehilangan Apartemen. Tapi tidak juga. Dato Raf akan menolak membayar biaya cicilan Apartemen itu ke pengembang.

Jika mampu, aku bisa melanjutkan membayarnya.

***

Kehidupan kampus selalu menyenangkan.  Bertemu teman dan kawan baru.

Taman bermain didekat kampus dan kampusnya keren. Aku punya uang dan pastinya juga teman untuk menimba ilmu disini.

Sangat mudah untuk saling mengenal mahasiswa disini.

"Selamat Sore." Aku mendengar suara pria yang tidak dikenal mendekatiku.

Aku mengangkat kepala dan menatap lelaki yang mendekatiku 

Dia tidak terlalu tampan, tapi rambut hitam dan matanya  bersinar dengan tajam.

Pria itu mengenakan T-shirt biru polos, jeans biru, dan sepatu kets biru. Ada senyum ramah dan hangat di wajahnya.

"Bolehkah saya duduk dekat anda? " Suara  pemuda itu kedengaran sopan.

Dia duduk setelah aku mempersilahkannya duduk. Dia  sedikit menjauh dariku di bangku taman.

"Apakah Anda sedang bersedih?"
" Aku'? Bersedih? Tidak." Kataku.
Dari mana dia tahu aku bersedih. Aku cuma melamun.

Aku ingin tertawa melihat cara lelaki itu mendekati wanita. 

Tatapannya diarahkan ke suatu tempat di kejauhan, dan keheningan menggantung di antara  aku dan dia.

Anak-anak berjalan di taman, bersama dengan orang tua mereka, jeritan anak-anak, tawa dan tangisan terdengar. 

Burung berkicau di sekitarnya dan angin mengayunkan dedaunan hijau di pepohonan, menciptakan gemerisik.

Orang asing itu tersenyum dengan cara menakjubkan.
"Nama saya Andra," ia memperkenalkan diri.

"Anna." Jawabku menyalami tangannya yang terulur.
"Nama yang hampir sama," ujarnya pula.

Lalu percakapan itu berjalan dengan cara yang menarik. Dia ternyata juga mahasiswa seperti aku.

"Saya mengundang Anda untuk berjalan-jalan malam ini. Maukah anda pergi menonton film bersama saya?"

Lagi lagi aku terpesona dengan cara lelaki itu mengajaknya, langsung dan percaya diri.

"Maaf, saya baru mengenal dan mungkin tidak setuju untuk pergi bersama anda?" Aku menjawab dengan jujur.
 
Telpon genggamku menerima pesan dari seseorang. Robert mengirimku pesan dari Australia.

"Hi,Anna, saya dan Barbara ingin ke Jakarta. Semoga kita jumpa."

Aku minta izin kepada Andra menelpon Robert.
"Hai Robert, kapan ke Jakarta dan siapa Barbara?"Tanyaku.
"Girls friend," ujarnya.
"Pacarku mengajak ke Jakarta belum tahu harinya,  baguskah disana?"

"Tentu bagus, senang kamu punya pacar, telpon aku kalau sampai di Jakarta iya?"ujarku.

Namun tiga hari setelah itu Robert tidak menelpon lagi. Aku pikir dia tidak jadi ke Jakarta dan aku telah melupakannya.

Namun kemudian ketika hari Minggu dia menelponku.
"Hai, bagaimana kabarmu?" Tanyanya.
"Baik, apa kamu jadi ke Jakarta?"
"Sudah tiga hari," ujarnya.
"Barbara tidak mai merepotkan kamu, karena kamu bekerja."
"Tidak," jawabku.
"Aku kini studi mengambil master, aku tidak bekerja lagi," ujarku.
"Bagus itu, Barbara juga kuliah di RMIT Mrlbourne, dia teman Hasym, kau ingat teman kita berkemah di Sydney?"
"Iya," sahutku.
"Kenapa kamu tidak studi di RMIT Melbourne saja?" tanyanya.
"Terlalu jauh," ujarku
"Kamu menginap dimana?"
" Tempat yang eklusif, di Taman Mini, ada yang merekomendasikan disana." 
"Itu bagus, kalau kamu masih disana, aku akan berkunjung."
"Senang kalau bertemu Anna, semoga harimu baik,"  Robert menutup teleponnya setelah mengatakan nomor kamarnya.

 Hotel bintang yang terletak didekat Taman Mini Indonesia Indah itu adalah tempat menginap temanku Robert yang katanya pergi dengan pacarnya.

Robert menyambutku dengan riang dan memperkenalkan Barbara, pacarnya.
"Apa kesannya dengan Jakarta?" Tanyaku.
"Bagus dan segalanya murah ke MC Donald atau restoran siap saji," sahutnya.
"Aku shock budaya," Barbara gadis cantik rambut pirang itu tertawa.
"Ketika di airport banyak sekali yang menyambut, ternyata supir taksi dan calo," kata Barbara.
"Aku sudah biasa, tidak banyak
 beda dengan Bali." Robert menimpali.


***
"Saya akan membicarakan pesangon."
"Apa bisa?" Mia masih bertanya.
Ketika hal ini kubicarakan dengan HRD .

" Kamu tidak dapat pesangon, karena permintaan sendiri. Saya akan usahakan mendapat uang pisah. Besarnya  tergantung masa kerja kamu."

Keputusan ini tidak kubicarakan dengan Ronald. Ini Keputusan sulit, ketika aku memutuskan untuk mulai menjauh dari lelaki itu.

Mungkin aku akan menghilang untuk sementara atau selama lamanya.
 Perempuan tidak bisa membagi cintanya untuk dua orang lelaki.
Aku berkemas dari tempat kerjaku dengan perasaan pedih.

Kehilangan pekerjaan cukup menyakitkan, bekerja juga aku tak punya gairah.
"Aku belum bisa membayar utang kepada bos kecil," ujar Mia.
"Jangan pikirkan," sahutku.

"Uangku cukup banyak dari perusahaan," bisikku menentramkannya.

Aku memeluk Mia mengucapkan selamat tinggal. Berpelukan dengan teman sejawat yang telah banyak bekerja sama.

Menatap kantor untuk terakhir kali. Jika aku disana, dan ibu Betty akhirnya membongkar rahasia, aku tidak sanggup dan merasa malu dengan teman temanku.


34. Melupakan Ronald 

Kini aku punya banyak waktu di Apartemen sebelum kuliah mengambil master atau S2.

Mungkin sebenarnya aku tidak perlu berhenti, tapi itu sudah kulakukan. Pikiran lain timbul ketika Ronald terus menelponku.
"Aku keluar daerah," ujarku mengelak.
"Apa kamu mengindariku?" Tanya Ronald dengan marah.

"Mengapa mesti punya rahasia? Engkau bisa memberitahuku apa yang terjadi. "
"Tidak terjadi apa apa," ujarku.
"Lalu kenapa engkau menghindariku?"
"Aku tidak menghindarimu, tapi mungkin aku merasa ada yang lebih  cocok untukmu."
"Apa maksudmu?"
"Entahlah, aku cuma bingung."
"Ceritakan bingungmu "
"Mungkin nanti," jawabku. Ronald terdengar makin marah dan kesal.
"Kemana kamu, kota mana yang kamu tuju?" 

Aku tidak memberitahunya.

" Sekarang aku ingin sendiri," jawabku.
"Kamu aneh,  terlalu aneh." Ronald begitu kesal dari suaranya.
" Kamu mengecewakan aku," teriaknya. 

Aku menutup telpon sebelum dia lebih marah lagi.

Setelah itu Ronald tidak lagi menelpon. Pasti aku membuatnya marah. Biarlah, itu lebih baik dari saat ini ketika aku dalam masalah. Bersamanya akan membuat selingkuhku makin berat. 

 

Di Apartemen aku mengingat kesepakatanku dengan Dato Raf. Aku mulai berpikir, sejauh mana akibatnya jika Dato Raf marah.

Aku mulai memikirkan kesepakatanku yang ditanda tangani dikantor pengacara. 

Aku tahu dimana pengacara itu tinggal dan aku akan pergi menemuinya.

***

Ketika pertama kali datang dan masuk ke dalam ruangan kantor pengacara itu aku disambut sekretarisnya yang ramah.

Aku ingat meski mungkin pengacara itu sudah lupa kepadaku.

Tapi tidak, pengacara itu masih mengenaliku. Ia menerimaku dengan ramah.
Setelah berbasa basi, aku membicarakan masalahku.
" Jadi kamu diganggu istrinya?" Tanya pengacara dengan serius.  
"Iya," jawabku.

"Apa yang mesti saya lakukan jika perjanjian yang saya tanda tangani tidak terlaksana?" Tanyaku.

"Apa maksud anda tidak terlaksana?"

"Saya memutuskan sepihak, tidak melanjutkan," kataku sambil menahan napas.

Pengacara itu tidak segera menjawab. Ia berpikir dengan dalam.

"Aku tidak dapat membuka rahasia klien," jawab pengacara pula.

Namun ia cukup simpati denganku. "Sebaiknya kamu menjalani saja, tadi sudah anda jelaskan bahwa anda sudah menikah dengan Dato."
"Iya," sahutku.

Aku kehilangan kesabaran.
"Aku cuma ingin tahu nasehat, apakah Dato atau anda akan menuntut saya kepengadilan?"

"Jika anda melanggar, mungkin Apartemen tidak lagi menjadi milik anda," jawab pengacara.

"Kerugian apa lagi yang harus saya kembalikan?"
Sambil tersenyum pengacara itu menjawab.
"Tidak ada," jawab pengacara.

"Baiklah, anda tidak dituntut. Ini perjanjian aneh, yang belum pernah ada kasus seperti ini diajukan kepengadilan. Itu mustahil."

"Apakah maksud anda mustahil?" Tanyaku lagi.

'"Perjanjian seperti ini mungkin ada di cerita cerita novel, tapi tidak ada didunia nyata."
"Jadi aku bebas?"

"Aku tidak bilang begitu, tapi tidak ada tuntutan secara hukum kepada anda. Dato akan berpikir panjang sekali jika akan menuntut anda."

Pengacara itu menjelaskan pendapatnya.
"Bagaimana dengan perkawinan siri saya?" Kini aku mengajukan pertanyaan lagi.
"Itu anda dapat berkonsultasi dengan pengadilan agama."
"Tapi saya menikah tidak tercatat, dan dianggap tidak syah."
"Anda tetap dapat mengadu kepada pengadilan agama, itu cuma pendapat saya. Ada kasus, anak yang dilahirkan dari perkawinan siri berhak atas waris orang tuanya."
"Itu terlalu jauh, saya belum punya anak." Ujarku lagi.

"Maksud saya, perkawinan siri sah secara agama, seharusnya juga menjadi wewenang pengadilan agama."

Jadi tidak ada yang kukawatirkan, perjanjian aneh ini tidak mungkin diajukan ke pengadilan. 

Aku hanya akan kehilangan Apartemen. Tapi tidak juga. Dato Raf akan menolak membayar biaya cicilan Apartemen itu ke pengembang.

Jika mampu, aku bisa melanjutkan membayarnya.

***

Kehidupan kampus selalu menyenangkan.  Bertemu teman dan kawan baru.

Taman bermain didekat kampus dan kampusnya keren. Aku punya uang dan pastinya juga teman untuk menimba ilmu disini.

Sangat mudah untuk saling mengenal mahasiswa disini.

"Selamat Sore." Aku mendengar suara pria yang tidak dikenal mendekatiku.

Aku mengangkat kepala dan menatap lelaki yang mendekatiku 

Dia tidak terlalu tampan, tapi rambut hitam dan matanya  bersinar dengan tajam.

Pria itu mengenakan T-shirt biru polos, jeans biru, dan sepatu kets biru. Ada senyum ramah dan hangat di wajahnya.

"Bolehkah saya duduk dekat anda? " Suara  pemuda itu kedengaran sopan.

Dia duduk setelah aku mempersilahkannya duduk. Dia  sedikit menjauh dariku di bangku taman.

"Apakah Anda sedang bersedih?"
" Aku'? Bersedih? Tidak." Kataku.
Dari mana dia tahu aku bersedih. Aku cuma melamun.

Aku ingin tertawa melihat cara lelaki itu mendekati wanita. 

Tatapannya diarahkan ke suatu tempat di kejauhan, dan keheningan menggantung di antara  aku dan dia.

Anak-anak berjalan di taman, bersama dengan orang tua mereka, jeritan anak-anak, tawa dan tangisan terdengar. 

Burung berkicau di sekitarnya dan angin mengayunkan dedaunan hijau di pepohonan, menciptakan gemerisik.

Orang asing itu tersenyum dengan cara menakjubkan.
"Nama saya Andra," ia memperkenalkan diri.

"Anna." Jawabku menyalami tangannya yang terulur.
"Nama yang hampir sama," ujarnya pula.

Lalu percakapan itu berjalan dengan cara yang menarik. Dia ternyata juga mahasiswa seperti aku.

"Saya mengundang Anda untuk berjalan-jalan malam ini. Maukah anda makan malam dan ke bioskop bersama saya?"

Lagi lagi aku terpesona dengan cara lelaki itu mengajaknya, langsung dan percaya diri.

"Maaf, saya baru mengenal dan mungkin tidak setuju untuk pergi bersama anda?" Aku menjawab dengan jujur.
 
Telpon genggamku menerima pesan dari seseorang. Robert mengirimku pesan dari Australia.

"Hi,Anna, saya dan Barbara ingin ke Jakarta. Semoga kita jumpa."

Aku minta izin kepada Andra menelpon Robert.
"Hai Robert, kapan ke Jakarta dan siapa Barbara?"Tanyaku.
"Girls friend," ujarnya.
"Pacarku mengajak ke Jakarta belum tahu harinya,  baguskah disana?"

"Tentu bagus, senang kamu punya pacar, telpon aku kalau sampai di Jakarta iya?"ujarku.

Namun tiga hari setelah itu Robert tidak menelpon lagi. Aku pikir dia tidak jadi ke Jakarta dan aku telah melupakannya.

Namun kemudian ketika hari Minggu dia menelponku.
"Hai, bagaimana kabarmu?" Tanyanya.
"Baik, apa kamu jadi ke Jakarta?"
"Sudah tiga hari," ujarnya.
"Barbara tidak mai merepotkan kamu, karena kamu bekerja."
"Tidak," jawabku.
"Aku kini studi mengambil master, aku tidak bekerja lagi," ujarku.
"Bagus itu, Barbara juga kuliah di RMIT Mrlbourne, dia teman Hasym, kau ingat teman kita berkemah di Sydney?"
"Iya," sahutku.
"Kenapa kamu tidak studi di RMIT Melbourne saja?" tanyanya.
"Terlalu jauh," ujarku
"Kamu menginap dimana?"
" Tempat yang eklusif, di Taman Mini, ada yang merekomendasikan disana." 
"Itu bagus, kalau kamu masih disana, aku akan berkunjung."
"Senang kalau bertemu Anna, semoga harimu baik,"  Robert menutup teleponnya setelah mengatakan nomor kamarnya.

 Hotel bintang yang terletak didekat Taman Mini Indonesia Indah itu adalah tempat menginap temanku Robert yang katanya pergi dengan pacarnya.

Robert menyambutku dengan riang dan memperkenalkan Barbara, pacarnya.
"Apa kesannya dengan Jakarta?" Tanyaku.
"Bagus dan segalanya murah ke MC Donald atau restoran siap saji," sahutnya.
"Aku shock budaya," Barbara gadis cantik rambut pirang itu tertawa.
"Ketika di airport banyak sekali yang menyambut, ternyata supir taksi dan calo," kata Barbara.
"Aku sudah biasa, tidak banyak
 beda dengan Bali." Robert menimpali.


35.Teman dari Australia

Barbara juga menyebut, lalu lintas di Jakarta agak kacau. Bunyi klakson dimana mana, ketika berjalan kaki, dia menjadi bingung takut ditabrak kendaraan.

"Tapi penginapannya bagus, kamar modern dengan TV layar datar, kolam renang outdoor juga, " kata Barbara.

"Juga Wi-Fi gratis, brankas pribadi dan nge-gym, itu cukup murah." tambah Robert.

"Apalagi?"  Kataku. Aku senang Barbara suka berbicara.
"Orang disini ramah," Barbara tertawa.
"'Mereka menyapa', tapi ketika saya ingin berbicara lagi, saya jadi bingung," ujarnya lagi.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Hanya kalimat sepotong, karena mereka tidak bisa berbahasa Inggris." Barbara tertawa lagi karena ia kecewa tidak bisa berkenalan lebih jauh.

"Jika anda terganggu, katakan kamu sibuk," ujarku.

"Kami dipanggil bule, banyak yang ingin berkenalan dan berfoto," kata Barbara.
"Seperti selebriti," tambah Robert. 
Barbara wajahnya selalu berseri dan ceria.

"Kamu cukup fasih berbahasa Inggris," Barbara memuji.

"Aku dulu mau bea siswa ke Singapura, Singapura hanya kurang dari dua jam di kampungku."
"Dimana itu?"
"Bintan, berbatasan dengan Singapura."

Barbara mengangguk anggukan kepalanya. 


"Aku juga ingin ke Singapura," ujarnya.

Berbicara tentang Indonesia, Barbara sangat suka dengan makanan di Indonesia.  Katanya makanan sangat murah terutama nasi goreng.

Tapi dia harus berhati hati; karena tidak suka masakan pedas.

Jadi ia meminta agar jangan ada sesuatu yang pedas dimasakannya.
Aku tersenyum. 

"Kamu bisa tinggal bersamaku, ada dua kamar, juga ada swimming pool dan ngegym," Ajakku.
"Aku mau, aku mau dan aku akan tidur dikamarmu. Aku mau sekamar denganmu." Sebelum Robert menjawab, Barbara sudah berteriak kegirangan. 

"Kamu serius?" Robert bertanya kepadaku. 
"Iya," sahutku 
"Kita bisa masak bersama," tambahku.
"Husband," Robert mengerutkan dahi, tentu saja Dato Raf tidak akan datang lagi ke Apartemenku.

"Divorce," kataku.
"Bercerai? Kamu baru saja di Sydney bersama suamimu, sekarang sudah cerai?"
Robert menggeleng gelengkan kepala seperti tidak percaya.
Lalu pembicaraan beralih ke hal lain. 

"Aku ingin ke Jogja," kata Rober.
"Itu terlalu jauh, tapi kita bisa pergi ke Bandung. Mungkin melihat gunung!" Ajakku.

"Itu boleh juga," kata Robert menanggapi dengan antusias. 

"Kalau tidak menganggu kuliah Kamu," Robert menanggapi ajakan itu.

***

"Kemana kita pagi ini?" Tanyaku.
"Aku ingin jadi guide yang baik," tambahku lagi.
"Ada yang merekomendasikan Taman Mini Indonesia dekat ini, maka kami menginap didekat Taman ini," berbicara lagi Robert.

"Itu tempat untuk mengenal Indonesia, rumah dan budayanya dalam satu tempat."

"Jadi tidak perlu pergi kedaerah lain iya?" Ujar Barbara.
Aku tertawa.
"Sebagai referensi, karena Indonesia itu luas," ujarku.
"Indonesia itu mungkin unik," bersuara lagi Robert. Dari kehidupan primitif sampai modern"
"Apa itu?" Barbara menatap Robert.
"Di Papua masih primitif, manusia pohon tinggal di pohon yang tinggi dan Komodo  binatang purba sejenis dinosaurus hidup di pulau Komodo "

Berbicara tidak habis habisnya dan pagi sudah berlalu. 

"Ayo kita berangkat." Ajakku.

Tapi sebelum masuk, pergi mencari tempat makanan, siang ditempat itu. 

Mereka makan di restoran siap saji saja, karena lebih cocok dan praktis.

Barbara tak henti hentinya berbicara.

TMII adalah keberagaman.
Indonesia, memiliki begitu banyak hewan endemik, campuran antara spesies yang ditemukan di Australia, Papua Nugini, dan Asia Tenggara.


Taman Mini Indonesia Indah mencoba mengabadikan semua keragaman tersebut dalam satu taman. 

Oleh karena itu,  akan terlihat pendopo dari setiap provinsi di Indonesia, enam rumah ibadah untuk setiap agama di Indonesia, 18 museum, taman burung, dan berbagai jenis taman. 
Robert melihat dan membaca boklet wisata ditangannya. 

Mereka melewati gerbang  landmark Tugu Api Pancasila. 
memiliki lima tiang tinggi berbentuk keris.

 Monumen  45 meter, di tengah kolam 17 meter dengan jarak antara lima pilar ini adalah 8 meter seperti yang tertulis. 

Di atas tugu terdapat logam berbentuk api, sehingga disebut Tugu Api Pancasila.

 Saat ini ada 34 provinsi di Indonesia. Oleh karena itu, Taman Mini Indonesia Indah membangun paviliun baru untuk mewakili provinsi baru.

Sangat menyenangkan untuk berjalan di dalam setiap rumah tradisional dan melihat-lihat. 

Setiap paviliun menampilkan kostum, peralatan, senjata, kerajinan tangan, dan tradisi tradisionalnya. Setiap kali mereka mengadakan acara, akan ada beberapa tarian dan upacara tradisional. 

Tiba di Apartemenku setelah menembus kemacetan, Barbara turun.
"Apartemen kamu bagus," ujar Barbara.
Aku, Barbara dan Robert masuk ke apartemenku.

36. Barbara yang Aneh 


Dua kamar dan salah satunya ditempati Robert, sementara Barbara ingin tidur dikamarku.
"Apa Robert tidak marah?" Aku bertanya.
"Tidak apa apa," jawab Barbara kalm.
"Ayo, kita mandi. Badanku sudah gerah," kata Barbara.
"Dikolam atau di kamar mandi?" Tanyaku. 
"Dikamar mandi saja," 

"Mandilah, aku akan memasak,"ujarku. 
"Aku mau istirahat saja dan membaca," Robert masuk kamar disebelahku. 

Barbara mengambil handuk dan masuk kamar mandi.

Aku memeriksa apa yang kubuat, bahan cukup tersedia untuk membuat nasi goreng dan makanan lain.
Selesai semuanya, aku juga mau mandi dan mengajak mereka makan bersama. 


Barbara lebih sering bercerita dan dekat padaku dari pada dengan Robert. 
Robert juga mandi sebelum makan bersama. 

Aku sebenarnya merasa risi juga sekamar dengan Barbara, namun aku telah mengajaknya.

Ia lebih suka tidur tidak pakai bra dan cuma celana dalam saja.
"Tidak biasa," ujarku ketika mengajakku dengan kebiasaanya.
"Kamu tidak tahu iya, tidur tanpa busana bagus untuk kesehatan. Kalau malu ditutupi selimut. "
"Jadi kamu melepas celana kamu juga?"
"Iya," jawab Barbara lagi..
"Lebih enak tidur tanpa busana," ujarnya ringan. 
"Ayo, buka pakaian kamu. Kulit kamu bagus dan tubuh kamu pasti indah."
"Tidak mau," suaraku hampir berteriak.
" Jadi kamu tidur tanpa busana, apa  pendapat Robert?"
"Bersama Robert tidak, aku tidak suka lelaki nakal. " Ujar Barbara pula.
"Kamu akan menikah bukan?"
" Entahlah," sahut Barbara pula.
"Lelaki tidak suka berdandan, apa bagusnya dengan laki-laki?"
"Laki laki diciptakan untuk kita, tanpa laki-laki hidup akan kering."
"Apa betul begitu, aku cuma aneh saja melihatnya."
Lalu Barbara menoleh lagi kepadaku dan berbicara.
"Bagaimana rasanya kamu berciuman?"
"Pertanyaan kamu aneh, tanya dirimu kalau berciuman dengan Robert ."
"Tak begitu suka, mereka melakukan tanpa kelembutan dan tidak merawat badan mereka seperti ketika kita berdandan "
Aku tertawa mendengar kata kata Barbara. 

"Berhubungan pengaman saja tidak enak   apalagi dengan pengaman."
"Kamu sering berhubungan intim iya, disini sangat tercela kalau belum menikah."
"Aku tahu, tapi sebenarnya aku tidak siap berpacaran dengan lelaki. Mereka suka kasar, dan seenaknya."
"Maksud kamu, tidak suka dengan lelaki yang tidak kasar diranjang'? Bagiku kasar dengan batas tertentu malahan lebih enak."
Barbara menyunggingkan senyum. Dia tampak tidak setuju.

"Coba lihat kalau mereka mencium, dadaku bisa sakit juga dengan meremas remas."
Kembali aku tertawa dan Barbara  tersenyum kering. 

"Rasakan bagaimana aku mencium dadamu, lebih menggairahkan. Ayo buka saja dan aku akan melakukannya."

"Tidak mau," teriakku.
Barbara memamerkan tubuhnya tanpa busana. Ia bangga dengan tubuhnya yang tinggi dan leher jenjangnya. 

Bagian bagian tertentu tampak menonjol.

"Ayo tutup, aku tidak suka melihat kamu tanpa pakaian." 

Barbara cuma tersenyum kecil. Ia masuk kedalam selimut. 
 
Ranjangku yang besar, sebenarnya cukup untuk berdua dengan leluasa. Namun Barbara lebih suka mendekat padaku.

Karena lelah aku tertidur, Barbara kusuruh menjauh agar tidak terus menempel padaku.

Namun di malam hari, gadis itu lagi lagi menempel padaku.
Ia tampak tertidur dengan tubuh terbuka dan bibirnya menyentuh rambutku dengan satu tangan memelukku. 


Ia kelihatan tidur nyenyak, aku mendorongnya ke samping. 

Aku memeriksa ponselku, ada pesan masuk dari Ronald dan aku tidak membalasnya.
Hari ini dan besok tidak ada rencana apa apa bagi mereka dan aku. 

Pagi menjelang, aku kembali menyiapkan sarapan. 
"Barbara muncul dan melihatku memasak.
"Apa kamu mau mandi?" Tanyaku .
"'Di swimming pool saja, setelah sarapan kita kesana." Ujar Barbara.

Robert juga sudah bangun, dan bertanya tentang Jogjakarta.
"Dengan kereta api saja, lebih nyaman, " ujarku.
Robert dan Barbara setuju, namun setelah melihat Bandung lebih dahulu. Mengunjungi beberapa tempat. 

Di swimming pool, Barbara mandi dengan pakaian bikini. Pakaian renang yang hanya penutup dada dan punggung serta perut terbuka.
" Apa kamu betul sudah cerai dari suamimu," tanya Robert berbisik. 
"Iya," jawabku. 
"Mungkin dalam proses," jawabku pendek. 

"Aku tahun depan kembali ke Inggris, apa kamu mau kesana?"
"Aku? Tentu saja tidak, mungkin tidak pernah." aku berkata lagi. 

" Kapan kamu menikah dengan Barbara?" Aku bertanya.
"Mungkin tidak, dia sulit diduga," jawab Robert.
" Apa maksudmu?"
" Engkau akan tahu, lihat saja. Dia tidak begitu tertarik kepadaku. "
"'Kenapa dengan Barbara?"
Robert tersenyum pahit. 
"Kau akan tahu, dia mungkin lebih tertarik kepadamu. Kalau kau tidak nyaman, beritahu aku saja."
"Aku merasa sedikit tidak nyaman," ujarku pula.
" Sebaiknya aku ke Jogya melalui Bandung.  Lalu ke Bali dan Australia." Ujar Robert menanggapi ku.


***


Pagi besoknya, bersiap siap ke Bandung.
"Engkau bisa membawa mobilku Robert, apa kamu ingin mencoba?"
"Tentu, SIM Inggrisku berlaku disini bukan?" 
"Iya," jawabku dan Robert membawa mobil di jalan tol. Ia melarikan mobil dengan kecepatan sedang.

Mengunjungi objek wisata alam pegunungan yang menyerupai perahu terbalik, Tangkuban Perahu bersama Robert dan Barbara.

Aku mencapai Tangkuban Perahu dengan melakukan perjalanan dari Bandung ke Lembang dan diteruskan ke kawasan Ciater. 
"Cukup indah iya?" Ujar Robert dan Barbara yang bermain disekitar Kawah. 

***

Kawah Ratu merupakan bagian dari Tangkuban Perahu yang memiliki luas sekitar 8.000 hektare. 

Memakai mobil aku, Barbara dan Robert menikmati pemandangan kawah Ratu seperti melihat mangkok raksasa dalam lekukan dinding kawah, dan dasar kawah yang terlihat dengan jelas. 

Melihat kawah Domas, beberapa bagian tebing berwarna kuning,  pada rongga yang mengeluarkan asap belerang.

 Ada sumber air mata panas yang berbentuk kolam kecil.

Aku dan Robert beserta Barbara merendam  menikmati hangatnya air belerang.

Kawah Upas,  di sebelah utara dari Kawah Ratu juga dikunjungi.

Cuaca Dingin dan Bau Belerang dan kabut putih dan tebal yang turun.
Aku dan juga Barbara terpaksa memakai masker karena   bau belerang yang menyengat.

Barbara mencoba ketan bakar yang yang diberi santan.

Ketan biasanya dibungkus kecil menggunakan daun pisang, lalu dibakar. 

"Harum," ujar Barbara. 
Mereka bersama mencobanya, juga segelas susu hangat.

Selain legendanya yang terkenal  bentuk perahu terbalik dengan cerita Sangkuriang dan Dayang Sumbi, mereka mendengar cerita singkatku.

Gunung tercipta karena Sangkuriang membuat perahu dalam semalam. 

 

Sangkuriang yang tidak bisa menyelesaikan permintaan Dayang Sumbi akhirnya meluapkan amarahnya dengan menendang sebuah perahu. Jadi gunung itu seperti perahu tertangkub.

Pemandangan gunung Tangkuban Perahu yang masih asri dan alami. Bukit-bukit gunung yang dengan tumbuhan unik dan menarik.

Melihat 3 Kawah dengan Bau Belerang dengan baunya yang khas. 

Malamnya, menginap disebuah hotel di Bandung.
Lagi lagi Barbara ingin mengajakku mandi bersama. 
"Ayo, tubuh kamu bagus dan kita sama perempuan."
Gadis itu menyelonong kekamar mandi. 
Aku buru buru mengambil handuk dan menutup tubuh.
Barbara memperlihatkan tubuhnya yang berisi dan tanpa busana mandi dishower.
Aku menyelesaikan mandiku dengan cepat dan bersiap untuk ke stasiun pagi itu. 

Dari Bandung, Robert dan Barbara terus ke Jogja dan Bali
"Kamu bisa sendirian ke Jakarta?" Tanya Robert. 
"Jangan khawatir, aku bisa." Jawabku. 

 

 

 

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Jepang dan Amerika

13 Cerita Anak-anak yang Menyenangkan Dari Seluruh Dunia

PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN PERANAN MAEDA