6 Ben, Pulang ke Boston

Ben Franklin tidak punya banyak teman di Boston. Salah satunya teman akrabnya adalah John Collins.

Hanya kepadanya dia mempercayakan rahasia pelariannya dari Boston, dia yang tahu bahwa Ben telah menetap di Philadelphia.

Dengan berkorespondensi selama tahun pertamanya di Philadelphia Jhon Collins dia mengetahui keadaan di Boston.


Dengan kedatangan Ben Franklin, sebuah asosiasi muncul di kota Philadhelpia yang menyerupai klub membaca.

Di malam hari, teman-teman Ben Franklin mengadakan pembacaan bersama, yang diakhiri dengan diskusi tentang apa yang mereka baca.

Selama debat, pecinta membaca buku di Philadelphia kagum pada pikiran Ben, pengetahuannya yang mendalam tentang sastra . Desas-desus tentang seorang bijak berusia tujuh belas tahun yang luar biasa menyebar ke seluruh kota. Ben menjadi terkenal.

Ben semakin tertarik ke dalam lingkaran kekhawatiran dan minat baru dan mencintai kota Philadelphia dan secara bertahap melupakan Boston.

Tapi segera dia teringat Boston dan keluarganya. Ibu dan saudara perempuannya', ia menjadi sedih .

Robert Holmes, adalah pemilik sekoci yang melakukan penerbangan reguler antara Boston dan Delaware.

Suatu hari, ketika berada di Newcastle, yang terletak empat puluh mil dari Philadelphia, Holmes mendengar tentang kerabatnya Ben di sana dan mengiriminya surat.
Ia tahu mengenai keluarga Ben di Boston dan memberitahu kepada Ben.

"Engkau meninggalkan keluargamu dan pergi tanpa seizin mereka. Keluarga kamu sangat sedih." Katanya.

Dia menulis bahwa semua orang sangat sedih dan khawatir tentang kepergiannya yang tiba-tiba.

Keluarganya sangat ingin bertemu dengannya. Dan jika dia kembali ke Boston, maka nasibnya akan diatur di sana sesuai keinginannya. Dia tidak akan dimarahi lagi oleh orang tuanya.

Ben membaca surat itu dengan mata berlinang.

Tapi kini ia ada di Philadelphia. Ia belum bisa kembali. Ia juga makin.
mengcintai Philadelphia.

Tapi suatu kali nanti, ia akan pulang dan minta maaf kepada keluarganya.

Terhadap sikapnya meninggalkan Boston tanpa persetujuan mereka.


'***

Koloni Inggris di Amerika Britania secara resmi dikenal sebagai Amerika Britania.

Amerika Utara adalah tempat pembuangan dan tempat penjahat diasingkan oleh pemerintah koloni Inggris.

Gubernur dan pejabat yang memerintah adalah orang orang yang berniat cepat kaya. Mereka adalah pejabat kerajaan yang korup.

William Keyes, gubernur Pennsylvania, adalah salah satu aristokrasi Inggris yang korup.

Ia mengundang Benjamin ke sebuah kedai minuman.
"Masa depan kamu bagus kalau membuka surat kabar dan percetakan disini. Bantu aku kampanye.untukku.

"Saya tidak punya modal Gubernur, lagi pula alat percetakan yang baik harus diimpor dari Inggris"

"Saya akan menyurati keluargamu di Boston.'" Kata Gubernur. Ia tak mau rugi dan keluarga Ben telah memiliki percetakan di Boston. Disamping itu, usaha ayahnya juga sudah meningkat dan keluarga itu tidak lagi kekurangan.
Sambil menikmati segelas Madeira yang enak, menggambarkan masa depan yang cemerlang bagi orang seperti Ben yang ahli dalam per surat kabaran.

Gubernur menulis surat kepada ayah Franklin.

Gubernur meminta ayahnya untuk membiayai dan mendukung gagasan Benjamin membuka percetakannya sendiri di Philadelphia.

Alangkah bahagianya ayah Ben, mendengar berita mengenai anaknya.

"Kamu pulang dulu." pesan ayahnya.
Ben juga sangat rindu kepada ayah dan ibunya. Betapa ia telah pergi tanpa pamit sudah 7 bulan.
"Aku akan pulang ayah." Jawab Ben haru.

Ia mempersiapkan kepulangannya.

Dengan sebuah kapal kecil ia pulang ke Boston. Ia mengenang keluarganya di Boston.

Dan perjalanan kali ini bukannya tanpa petualangan yang berbahaya. Kapal kandas dan kebocoran besar terjadi di perjalanan.

Awak kapal dan semua penumpang harus memompa air selama pelayaran.
'"Ayo bekerja, atau kapal ini akan tenggelam. "
Semuanya bekerja menimba air dan menjaga keseimbangan kapal.

Setelah dua minggu, kapal akhirnya berlabuh di pelabuhan Boston.

Benjamin sudah pergi selama tujuh bulan dan muncul di sana.

"Kepulangannya yang tidak terduga mengejutkan keluarga.

"Kamu pulang Ben!!" Ibunya memeluk Ben dan saudaranya memeluknya dengan kangen.
Mereka saling menumpahkan kerinduan.
"Kamu pergi tanpa memberitahu, membuat semua kawatir."
"Aku sudah bekerja, gubernur juga sangat baik."

Hanya James yang tidak terlihat.
James kakaknya yang telah memecatnya, tidak mau bertemu Ben. Ia telah dimarahi ayahnya habis habisan karena kepergian Ben. Sekarang anak itu pulang, James sangat benci dengan adik tirinya itu. Kakaknya merasa dendam.

Ayah dan ibunya membujuk Ben untuk tidak pergi lagi.

Ayahnya hidup berkecukupan. Perusahaan milik keluarganya berkembang cukup pesat.

" Kamu disini saja, tak perlu pergi lagi."

"Saya punya pekerjaan disana, disini James tidak membantu."

" Kamu masih terlalu muda untuk menjadi pengusaha. Coba lihat, umurmu baru 18 Tahun dan tidak sekolah.'"

"Aku punya uang untuk kehidupan kamu disini, tapi tidak untuk Philadelphia."
"'Jadi ayah tidak setuju?"
"Tidak," jawab ayahnya.

Kunjungan ke Boston berakhir sia-sia. Ayahnya tidak setuju untuk membuka percetakan di Philadelphia.

"Saya punya teman ayah, Jhon Collins orang yang berpendidikan. Dia akan membantu saya."

Ayahnya tetap tidak mau.
 
Pertemuan dengan John Collins sahabat karib selama di Boston sangat menyenangkan.

Setelah mendengar cerita tentang seberapa baik Ben menetap di Philadelphia, Jhon Collins sangat ingin pindah ke kota itu dan mendapatkan pekerjaan di sana.
"Kamu akan berhasil, karena kamu orang sekolahan. Aku tidak." Ujar Ben.

Ben menanggapi  keinginan besar permintaan Jhon Collins untuk membantunya melaksanakan rencana ini. 

Jhon Collins setuju untuk bertemu di New York, dan dari sana mereka akan melakukan perjalanan bersama ke Philadelphia.


Di New York, Benjamin diperkenalkan kepada gubernur yang  mengetahui kedatangan seorang tipografer muda yang ahli.

Gubernur menerimanya dengan  menunjukkan buku buku yang dimilikinya, diruangan yang cukup luas, dan  mereka mengobrol  tentang buku dan penulis.

Ini adalah gubernur kedua yang menghormatinya dengan perhatian,  bagi pemuda miskin seperti dia.

John Collins, yang telah tiba beberapa hari sebelumnya, sedang menunggu Franklin di New York menemaninya.

 Masa depan cerah diprediksikan bagi pemuda cakap berpendidikan  dari Boston ini.

Dibandingkan dengan Benjamin, Robert Collins  memiliki banyak keunggulan 

"Kamu   mengenyam pendidikan formal memiliki kemampuan matematika yang bagus."

Namun tanpa diketahui Ben Franklin, Collins adalah bersifat tidak baik.

Kecanduan minuman keras, minum dari pagi hingga sore, hal yang tidak diketahuinya.

Dia juga berjudi. Jhon Collins dengan cepat kehilangan semua uangnya selama di New York.

Ia menjadi tergantung pada Ben  yang harus membayar biaya hidup dan biaya perjalanan ke Philadelphia.

Jhon Collins mulai terus meminjam dari Benjamin, berjanji untuk melunasi segera setelah dia mendapat pekerjaan. 

Kemabukan yang tak henti-hentinya meninggalkan jejak pada penampilan Jhon Collins, dan dia tidak dipekerjakan di mana pun.

"Ini adalah salah satu kesalahan besar pertama dalam hidup saya." Ujar Ben.

"Saya mengandalkan teman dan teman usaha, saya terlalu muda untuk jadi pengusaha. Saya tidak punya pengalaman dan mudah ditipu."

Hubungan Ben dengan Jonn Collins segera berakhir.

Jhon Collins pontang panting mencari pekerjaan. Dengan pendidikan dan kepandaiannya dalam matematika ia mendapat pekerjaan.

Dia menemukan pekerjaan menjadi pendidik putra seorang pejabat tinggi di pulau Barbados.

Jhon Collins meninggalkan Philadelphia diantar ke pelabuhan.

"Aku.berjanji mengganti uang kamu  Ben." Kata Collins sebelum berpisah.

 Sejak itu, Ben tidak pernah mendengar tentang teman masa kecilnya itu lagi.

Ben harus merelakan semua uang yang dipinjam John Collins.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Jepang dan Amerika

13 Cerita Anak-anak yang Menyenangkan Dari Seluruh Dunia

PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DAN PERANAN MAEDA