Ben dan Kisah ,besarnya 8/9
Ben Franklin dengan penuh minat membaca buku Experiences on Projects oleh Defoe, penulis Robinson Crusoe, kisah cerita perjalanan dan sebagainya.
Defoe berbicara tentang ilmu keuangan, pembangunan, cara bantuan untuk bencana, perdagangan untuk kemakmuran masyarakat, ilmu perguruan tinggi dan lain-lain.
Ben Franklin membaca buku-buku ini pada usia dua belas tahun, dan masih berat sebenarnya untuk usia anak sebesar itu.
"Kamu kutu buku yang luar biasa, segalanya kamu baca."
Ben hanya tersenyum saja mendengar kata ayahnya. Entah memuji atau mencelanya.
Sang ayah akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa hanya ada satu-satunya profesi yang disukai oleh putranya membaca buku dan belajar mandiri.
"Baiklah kutu buku, tapi jangan kau habiskan uang kamu untuk buku."
Tapi Ben tidak mengajukan larangan ayahnya, uang yang didapatnya selalu untuk buku.
Pada suatu hari datang kakaknya dari Inggris. Saudara lelaki Ben yang bernama James kembali dari Inggris. Dia satu satunya yang beruntung karena ada kerabat yang membantunya di negara asal.
"Apa kabar adik kecil?" Sapa James. James jauh lebih besar dan ibunya adalah ibu tiri Ben istri pertama ayahnya.
"Kamu, apa yang kakak dapat di Inggris.?"
"Lho, kamu tahu aku belajar percetakan. Kita akan punya perusahaan percetakan disini."
"Mencetak buku? Aku suka." Kakaknya tertawa menjelaskan.
"Mencetak buku pelajaran juga surat kabar dan majalah," kata James.
"Aku ingin melihatnya," ujar Ben pula.
James mengajaknya kepelabuhan.
Mesin cetak baru datang dan dibongkar dari kapal besar dan mereka mengawasinya
James telah mendapat tempat usahanya. Di tempat itu dia akan
mulai usahanya. Ben juga berhenti bekerja dengan Samuel. Ia ingin membantu James. Ayahnya setuju.
Ben melihat dengan kagum.
Mesin cetak, font, dan semua yang dibutuhkan untuk mendirikan percetakan di Boston dari kapal yang di bawa kakaknya.
"Aku akan membantu kakak."
"Bisa, tapi kamu harus patuh."
"Apa yang harus saya patuhi?"
"Ini profesi langka, kita yang pertama di Boston, tanpa aturan bagi pekerja tidak bisa," ujar James.
"Aku akan patuh, " jawab Ben.
"Kita buat perjanjian tertulis, itu salah satu ilmu manajemen," kata James lagi.
"Apa harus begitu keras?" Tanya Ben.
"Iya," ujar James lagi.
Di bawah kontrak yang dia tandatangani, Benjamin mengikuti magang dan bekerja dengan saudaranya.
Ben berjanji, seperti yang dikatakan dalam teks perjanjian, "untuk bekerja, menjaga rahasia, dan patuh menjalankan perintah. Jangan merusak atau merampas barang miliknya, jangan membeli atau membuat sesuatu tanpa izin, jangan menyebabkan kerusakan atau masalah. Jangan pergi ke bar, dan pub, jangan bermain kartu, dadu, dan permainan terlarang lainnya.
"Jadi itu peraturan kamu James?" Tanya Ben.
"Ada lagi," James melanjutkan.
"Jangan pergi tanpa izin aku, kudengar kamu suka nakal."
Peraturan kamu sangat banyak, " kata Ben.
"Itu sesuai dengan imbalannya, "kata James pula .
"Saya akan melatih kamu dalam
ilmu percetakan dan gaji, makan, minum, perlengkapan selama bekerja juga tempat tinggal." Kata James.
"Boleh juga," teriak Ben.
Ben setuju,
dia masuk magang bukan untuk orang asing, tetapi untuk saudaranya.
Ke halaman 9
Saudara itu menggunakan aturan bermacam macam. Tapi Ben senang dengan pekerjaan itu.
Kakaknya mengizinkannya pulang setiap minggu, dan keluarganya sering mengunjunginya di percetakan James.
Produksi percetakan pada waktu itu berada pada tingkat perkembangan yang sangat rendah, terutama di Amerika yang hanya memiliki beberapa percetakan.
Mesin cetak primitif sering rusak, tidak ada suku cadang dan perlengkapan. Dan hanya mekanik yang baik yang dapat memperbaiki peralatan kalau rusak.
Di sini Ben Franklin sangat berguna sebagai mekanik. Kemampuan untuk memperbaiki dan bakatnya membuat dia menjadi pekerja handal. Itu didapatnya dari magangnya terdahulu. Bersama gurunya Samuel Franklin.
Dia secara mandiri memperbaiki peralatan, membuat perbaikan dalam teknik pencetakan, bahkan belajar bagaimana membuat font baru sendiri dalam waktu yang sangat singkat. James melihat bakat adiknya itu dengan iri.
Pekerjaan yang dilakukan dengan baik memperkuat kepercayaan diri, memunculkan keinginan untuk bekerja dengan ketekunan yang lebih besar.
Dan yang paling penting, Ben Franklin mendapat kesempatan untuk membaca banyak buku dan punya uang untuk membeli buku baru .
Di rumah ketika pulang setelah makan malam dan doa malam, seluruh keluarga pergi tidur, tidak ada yang mengganggunya untuk membaca buku, kadang-kadang sepanjang malam.
"Hei, kutu buku," ejek saudara perempuannya Marry.
"Jangan ganggu," teriak Ben Franklin.
Marry tertawa cekikikan dan mengambil buku Ben.
"Tidak ada novel cinta." ujar Marry.
'"Ada, perjalanan. Ada sedikit kisah cintanya."
"Tidak asyik, " imbuh Marry.
Setelah percetakan buku, kakaknya James memiliki ide lain.
James kakaknya pada suatu kali mengemukan idenya kepada Ben.
"Aku akan menerbitkan surat kabar disini, seperti di Inggris banyak penerbitan koran."
"Aku suka, tapi apa penduduk disini suka baca seperti di Inggris?"
"Kita akan coba." Jawab kakaknya.
James Franklin mulai menerbitkan Boston Gazette dan hanya untuk permulaan mencetak beberapa puluh eksemplar edisi setiap hari.
Penerbitan surat kabar ini merupakan peristiwa yang cukup besar dalam sejarah jurnalisme di Boston adalah surat kabar kedua Amerika daerah jajahan inggris.
Benjamin yang berusia lima belas tahun bekerja mencetak nomor berikutnya, dan kemudian mengirimkan koran ke pelanggan.
Ben Franklin sendiri sangat ingin mencoba menulis.
Diam diam Ben mulai menulis puisi dan balada dalam syair. Tragedi di Mercusuar, menceritakan tentang kapal karam, yang korbannya adalah kapten kapal dan kedua putrinya. Tulisan yang kedua - tentang bajak laut "Blackbeard."
Cerita dan tulisannya laku dibaca dan itu menggelitik kebanggaannya sebagai penulis.
Artikel Ben "The Silent Girl," diterbitkan di surat kabar.
Karya seorang bocah lelaki berusia enam belas tahun untuk masalah serius yang menarik minat orang tapi bisa mengkhawatirkan para penjajah. Karena mulai ada tukang kritik.
Yang paling sukses tulisan Ben adalah artikelnya di edisi ketiga belas, yang mengkritik tajam kehidupan malam vulgar Boston.
Ben Franklin mengecam mabuk sebagai salah satu kejahatan paling umum dan berbahaya di Amerika kontemporer.
"Mabuk membuat banyak kejahatan dan memiskinkan orang. Kriminal merebak.
Tulisan Ben berlanjut.
Surat kabar Boston The Courant pertama kali menerbitkan surat dari seorang janda. "Silence Dogood"
Wanita itu mengolok-olok institusi yang terkenal seperti Harvard.
Ben sangat ingin melihat karyanya sendiri di koran. Namun dia melakukannya secara sembunyi sembunyi.
Ketika dia berusia enam belas tahun dia kawatir saudaranya tidak setuju. Ada banyak larangan yang harus dipatuhinya dan menulis juga mungkin termasuk.
Untuk itu ia menyamarkan namanya, Silence Dogood."
Dengan caranya sendiri yang bermartabat, "Silence Dogood" berhasil mengolok-olok tata krama dan adat istiadat Boston.
Seorang janda dengan gaya yang menawan, jenaka, dan menyindir. dengan nama "Mrs. Silence Dogood."
Cemoohan Harvard College, bahwa satu-satunya hal yang benar-benar dipelajari para siswanya adalah bagaimana menjadi sombong.
"Silence Dogood" benar-benar mempesona Boston dimana kritik mulai dapat diterima sebagai sindiran sosial.
Setelah enam bulan, surat-surat "Silence Dogood" tak ada lagi dimuat.
Pembaca bingung', seorang pembaca menulis kepada The Courant bahwa surat kabar tersebut telah, "kehilangan penulisnya yang sangat berharga, dan Publik telah kehilangan banyak Hiburan yang menguntungkan."
Komentar
Posting Komentar